Surabaya (ANTARA) - Penempelan stiker keluarga miskin sudah dilakukan pada sekitar 79 persen dari rumah keluarga miskin di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
Menurut data Dinas Sosial Kota Surabaya, penempelan stiker sudah dilakukan pada 59.473 rumah keluarga miskin atau 79,22 persen dari total 75.069 rumah keluarga miskin yang akan ditempeli stiker.
Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Anna Fajriatin di Surabaya, Selasa, mengatakan bahwa penempelan stiker dilakukan dengan bantuan pengurus lingkungan rukun tetangga dan rukun warga, aparat pemerintah kelurahan dan kecamatan, serta aparat TNI dan Polri.
"Ini untuk memastikan kembali kebenaran data, apakah warga yang akan ditempelkan stiker itu benar-benar warga miskin atau tidak. Meskipun sebenarnya data itu sudah melalui proses panjang yang diusulkan oleh RT dan RW," kata dia.
Dia mengemukakan bahwa umumnya warga yang dinilai masuk kategori miskin tidak menolak rumahnya dipasangi stiker penanda, tetapi ada pula warga yang menyampaikan penolakan.
Anna mengatakan, aparat pemerintah kelurahan atau kecamatan akan membuat laporan mengenai warga yang menolak rumahnya ditempeli stiker penanda keluarga miskin, yang digunakan untuk memudahkan pendataan maupun penyaluran bantuan dari pemerintah.
QR Code pada stiker yang ditempel di rumah keluarga miskin bila dipindai akan menampilkan bantuan-bantuan sosial yang telah diterima oleh keluarga tersebut.
Anna mengatakan, penempelan stiker tersebut akan memudahkan petugas Badan Pusat Statistik melakukan pemeriksaan data keluarga miskin.
Ia menjelaskan bahwa ada 75.069 keluarga yang terdiri atas 219.427 jiwa yang tergolong miskin di Kota Surabaya.
Di antara 219.427 orang yang tergolong miskin, ia melanjutkan, ada 23.530 orang yang tergolong mengalami kemiskinan ekstrem.
Pendataan warga miskin di Kota Surabaya dilakukan oleh Dinas Sosial dengan dukungan dari aparat pemerintah kelurahan hingga kecamatan.
Anna mengatakan bahwa pencocokan dan verifikasi ulang data di lapangan dilakukan dengan melibatkan pengurus lingkungan rukun tetangga (RT) hingga aparat pemerintah kecamatan guna memastikan akurasi data penduduk miskin.
"Jadi, ini sudah keputusan bersama dan ini ditentukan dan diusulkan oleh warga sekitar di dalam satu RT," kata Anna.