Kekecewaan tidak harus diratapi, tapi harus diperjuangkan. Tak terkecuali rasa kecewa terhadap rekan seperjuangan yang tak lagi berjalan beriringan untuk meneruskan dan menegakkan apa yang telah dirintis oleh aktivis/pegiat HAM yang bernaung di bawah payung Kontras, almarhum Munir, SH. Sebagai bentuk pengalihan kekecewaan, istri almarhum Munir, SH, Suciwati akhirnya memilih "berjuang" di jalur bisnis yang menjual pernak-pernik khas Malang untuk memperkuat perekonomian keluarga dan sebagian keuntungan juga didonasikan utnuk keluarga korban pelanggaran HAM. "Saya pikir untuk menjaga idealisme dan militansi terhadap perjuangan eksistensi HAM, kemampuan ekonomi juga harus diperkuat," ucap Suciwati yang juga ketua presedium Jaringan solidaritas Keluarga Korban Pelanggaran HAM itu. Untuk menjaga idealisme itu pula, Suciwati tidak menjual pernaik-pernik yang bermotif almarhum suaminya yang juga pejuang HAM di Tanah Air. Dalam benak Suciwati, jika dirinya menjual pernak-pernik yang berkaitan dengan almarhum suaminya, berarti dirinya juga menjual dia (Munir). Karenanya, bisnis (usaha) yang baru dibuka sekitar satu bulan lalu di kawasan Karangploso dengan nama "D'Ploso" itu murni menjual makanan khas dan oleh-oleh atau cendera mata (souvenir) khas Malang, termasuk batik tulis karya ibu-ibu di sekitar Karangploso. Toko cendera mata atau oleh-oleh dengan luas areal sekitar 110 meter persegi di Jalan Panglima Sudirman Kavling 4 Nomor 16, Karangploso, Kabupaten Malang itu tak satupun terlihat pernak-pernik yang berkaitan dengan almarhum Munir. Meski telah mewujudkan keinginan lamanya untuk membuka toko khusus bernuansa Malang, Suciwati tak sama sekali meninggalkan aktivitasnya sebagai penerus perjuangan almarhum suaminya di dunia advokasi bagi korban pelanggaran HAM. Karena aktivitasnya di jalur advokasi masih tetap berjalan, dirinya masih sering bolak-balik Malang-Jakarta ketika dimintai tolong melakukan advokasi terhadap sejumlah korban pelanggaran HAM. Selain tetap melakukan advokasi terhadap korban pelanggaran HAM, ungkapnya, untuk tetap menjaga eksistensi perjuangannya, sebagian keuntungan dari usahanya (bisnis) akan dikontribusikan bagi keluarga korban. "Modal untuk membuka usaha ini (D'Ploso) memang tidak sedikit, namun seluruhnya berasal dari tabungan pribadi ketika suami saya masih hidup dan saya sendiri dulu 'kan juga bekerja," tuturna. Suami Suciwati (Munir) meninggal di pesawat Garuda Indonesia dalam perjalanan ke Amsterdam pada 7 September 2004. Aktivis yang lantang itu meninggal karena diracun arsenik. Suciwati yang selama pernikahannya dengan almarhum Munir telah dikarunia dua putra putri, yakni Soultan Alif Allende (12) dan Diva Suukyi Larasati (8) itu tetap gigih berjuang demi penegakan HAM di Tanah Air. "Mudah-mudahan dari usaha toko oleh-oleh ini banyak yang bisa saya perbuat. Selain memperkuat perekenomian juga bisa membantu para korban pelanggaran HAM," paparnya. (Foto oleh Edy M Ya'kub/ANTARA/11)
Demi HAM, Suciwati Munir Buka Usaha
Jumat, 8 Juli 2011 11:32 WIB