Surabaya (ANTARA) - Kemiskinan adalah masalah multidimensi yang tidak hanya menjadi permasalahan di tingkat daerah, namun juga nasional. Oleh karena itu, penanggulangan kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama dan diperlukan penanganan secara komprehensif, melibatkan banyak pihak dan banyak sektor.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang atau 9,54 persen dari total penduduk Indonesia. Sedangkan persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54 persen, menurun 0,17 persen poin terhadap September 2021 dan menurun 0,60 persen poin terhadap Maret 2021.
Meski ada kecenderungan menurun, tapi upaya untuk menekan angka kemiskinan terus dilakukan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan meminta jajarannya untuk bekerja bersama dalam mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem di tanah air. Pemerintah menargetkan kemiskinan nol persen pada tahun 2024.
“Pusat dan daerah bareng-bareng menuju ke sasaran yang kita tuju, lingkungannya digarap, air bersihnya digarap, bareng-bareng, urusan income/pendapatan semuanya digarap bareng-bareng,” kata Presiden dalam pengarahannya kepada seluruh menteri, kepala lembaga, kepala daerah, pimpinan badan usaha milik negara (BUMN), panglima komando daerah militer (pangdam), kepala kepolisian daerah (kapolda), dan kepala kejaksaan tinggi (kajati), di Jakarta (29/09/2022).
Untuk itu, integrasi, sinergi, dan kolaborasi program/kegiatan dari berbagai kementerian/lembaga, pemda serta pelibatan aktor non-pemerintah menjadi kunci sukses agenda pencapaian nol persen kemiskinan ekstrem.
Kemiskinan di Surabaya
Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), ada sebanyak 23.523 warga di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, yang masuk data kemiskinan ekstrem.
Sedangkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI menyebut jumlah angka kemiskinan di Surabaya mencapai 200 ribu kepala keluarga (KK).
Angka tersebut cukup fantastis mengingat Surabaya sebagai kota metropolitan terbesar kedua setelah DKI Jakarta telah melakukan banyak pembangunan. Jika dilihat sudah banyak pembangunan infrastruktur dilakukan di Surabaya baik jalan, jembatan, gedung, taman dan lainnya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menanggapi hal itu menjelaskan bahwa data dari BKKBN tersebut berbeda dengan kondisi di lapangan. Sebab data yang berasal dari BKKBN itu berdasarkan tahun 2019.
Selain itu, data dari BKKBN maupun dari Kemenko PMK, tidak sesuai dengan kondisi yang ada saat ini, dimana warga yang masuk kemiskinan ekstrem tersebut ternyata rumahnya banyak yang sudah bagus. Hal itu dibuktikan dengan foto di lapangan.
Jadi, data setiap rumah yang masuk kategori miskin atau tidak di Surabaya saat ini sudah ada fotonya, berikut dengan kondisi rumahnya beserta pengeluarannya. Selain itu, banyak Kartu Keluarga (KK) Surabaya yang tinggal di luar Surabaya.
Jajaran Pemkot Surabaya saat ini tengah melakukan verifikasi sekaligus pencocokan data kemiskinan ekstrem dari pemerintah pusat tersebut. Pencocokan data itu melalui dari administrasi kependudukan meliputi kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK). Selain itu, juga dengan melihat kondisi di lapangan yang dilakukan oleh pihak kecamatan, kelurahan dengan melibatkan RT/RW, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), serta Kader Surabaya Hebat (KSH).
Pencocokan data juga dilakukan dengan data masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), serta melalui aplikasi Cek-In Warga Surabaya. Pencocokan ini untuk mengetahui, apakah orang ini ada di Surabaya atau betul berdomisili di Surabaya.
Untuk mengetahui warga tersebut masuk MBR atau tidak, serta untuk mengetahui kriteria apa saja yang disebut sebagai kategori keluarga miskin, maka saat ini Pemkot Surabaya telah merancang Peraturan Wali Kota (Perwali MBR) untuk disesuaikan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) dan Pemerintah Pusat.
Perwali MBR tersebut melandasi bahwa data ini menjadi dasar pemberian bantuan semua program yang akan diberikan oleh Pemkot Surabaya. Pencocokan data ini untuk memberikan bantuan kepada warga yang tinggal atau berdomisili di Kota Surabaya
Hasil pencocokan data tersebut kemudian disesuaikan dengan data pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Hasil dari cek silang itu selanjutnya akan disampaikan untuk update data ke pemerintah pusat.
Salah satu parameter warga yang hidupnya berada di garis kemiskinan adalah memiliki pengeluaran sekitar Rp690 per kapita. Sedangkan untuk parameter kemiskinan ekstrem, pengeluaran per kapita di bawah Rp358 ribu.
Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya kemudian mengklasifikasi data MBR berdasarkan desil dengan tujuan agar intervensi yang diberikan kepada keluarga miskin tepat sasaran. Penentuan desil ini berdasarkan garis kemiskinan dengan estimasi pengeluaran Rp690 ribu per kapita. Artinya, jika kepala keluarga itu pengeluarannya di bawah Rp690 maka masuk dalam desil 1, kalau meningkat masuk desil 2.
Menurut Kepala Dinsos Kota Surabaya Anna Fajriatin, pemeringkatan desil ini menggunakan metode Proxy Means Tests (PMT). Melalui metode ini, data warga akan diolah ke dalam sebuah sistem. Hasil dari pengolahan sistem itulah yang selanjutnya bisa diketahui warga tersebut masuk ke dalam desil berapa.
Misalnya, si A dimasukkan ke dalam PMT maka akan terolah datanya. Dilihat dari aset, status rumah, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan lain-lain. Itulah faktor-faktor yang mempengaruhi desil. Jadi terolah dalam sebuah sistem.
Nantinya hasil dari pemeringkatan desil tersebut akan dimasukkan ke dalam SK Wali Kota Surabaya. Dengan demikian, akan ada prioritas penyelesaian pengentasan kemiskinan di Surabaya berdasarkan desil.
Wali Kota sendiri menargetkan pada tahun 2023 dapat menyelesaikan persoalan kemiskinan desil 1 dan 2. Sebab, kategori ini masuk dalam MBR yang pengeluarannya di bawah Rp690 ribu per kapita.
Selain itu, Pemkot Surabaya juga mulai memetakan data kemiskinan yang ada di tiap-tiap kecamatan. Kecamatan dengan kemiskinan paling banyak, akan menjadi prioritas dalam penanganannya.
Untuk mengentaskan kemiskinan di Surabaya, maka pendapatan keluarga harus ditingkatkan dan beban pengeluarannya harus berkurang. Hal itu telah dilakukan Pemkot Surabaya terhadap warga penghuni rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Beberapa warga miskin yang tinggal di rusunawa diberi pekerjaan melalui program padat karya dan pembayaran rusunawa dikurangi.
Program padat karya yang telah berjalan tidak hanya menyasar kepada warga miskin di rusunawa, tapi juga menyasar kepada warga miskin yang tinggal di perkampungan. Padat Karya menjadi salah satu aktualisasi konsep penanggulangan kemiskinan yang dirancang dengan melibatkan MBR dalam mengelola aset milik Pemkot Surabaya.
Padat Karya
Bulan Maret 2022 ditetapkan sebagai Bulan Padat Karya di Surabaya. Penetapan tersebut bertujuan menggerakkan kembali roda perekonomian Kota Pahlawan, yang selama pandemi COVID-19 mengalami penurunan.
Program Padat Karya tersebut diharapkan bisa menggerakkan ekonomi secara lebih masif, berujung pada penyerapan tenaga kerja dan pengurangan kemiskinan.
Ada tiga strategi untuk mengoptimalkan program padat karya di Surabaya. Pertama, padat karya berbasis usaha mikro kecil menengah (UMKM), termasuk di dalamnya para pedagang kaki lima (PKL). Saat ini pemerintah kota setempat sudah menyiapkan sejumlah program intervensi untuk UMKM dan PKL.
Salah satu yang dilakukan adalah mendampingi penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) bagi UMKM melalui OSS. Ada bantuan pelatihan manajemen, bantuan alat usaha, juga ada jembatan permodalan ke perbankan dan sebagainya.
Kantong-kantong UMKM juga digerakkan mulai dari Kampung Wisata Kue di kawasan Rungkut, pengembangan Tunjungan Romansa, pelibatan UMKM dalam produksi seragam-sepatu pelajar, dan sebagainya.
Dari sisi PKL, juga dilakukan pengembangan dan penataan. Tidak ada konsep asal gusur tanpa solusi. Bagaimanapun PKL adalah warga Surabaya yang mencari makan dengan penuh perjuangan.
Strategi kedua, adalah optimalisasi dan percepatan belanja APBD dengan melibatkan pelaku usaha lokal termasuk UMKM. Demikian pula program padat karya berbasis infrastruktur akan terus dioptimalkan, sehingga banyak tenaga kerja bisa dilibatkan.
Terakhir, strategi ketiga, memfasilitasi kolaborasi korporasi besar maupun investor untuk bermitra dengan UMKM Kota Pahlawan. Saat ini sejumlah rencana investasi telah siap direalisasikan. Surabaya juga tetap konsisten mencatatkan diri sebagai destinasi investasi utama di Indonesia, dengan capaian investasi Rp29,22 triliun pada 2021, tertinggi kedua di Tanah Air.
Investor yang masuk ke Surabaya pastinya akan membutuhkan mitra untuk menunjang supply chain bisnis maupun operasional perusahaannya. Di situlah pintu kolaborasi dengan UMKM terbuka.
Upaya Pemkot Surabaya dengan memperbanyak program padat karya sesuai dengan arahan Presiden Jokowi yang menginstruksikan setiap kepala daerah memperbanyak program padat karya.
Program padat karya tersebut, sebagai upaya untuk mengentas kemiskinan dan membantu masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat COVID-19. Sehingga apa yang diinginkan Pak Presiden itu telah dilakukan di Surabaya melalui padat karya.
Kontribusi UMKM dalam menjalankan padat karya menjadi pilar penting dalam menggerakkan perekonomian Indonesia. Makanya, pemkot terus memperbanyak lapangan kerja melalui program padat karya.
Masyarakat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Surabaya didorong agar menggunakan produk UMKM seperti sepatu, tas hingga seragam sekolah. Tentunya, kualitas produk UMKM harus diperhatikan agar dapat menyasar ke pangsa pasar yang lebih luas.(*)