Surabaya (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Yahya Cholil Staquf dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir mengajak mahasiswa Universitas Surabaya untuk merawat keberagaman yang ada di Indonesia.
"Sikap toleransi antarsesama dalam perbedaan adalah pemenuhan mandat proklamasi," kata Yahya Cholil Staquf saat menjadi pembicara pada acara Studium Generale 2022-2023 seri tiga bertema "Menakar Indonesia ke Depan: Harmoni Kehidupan Beragama untuk Merawat Indonesia" di Surabaya, Rabu.
Menurut Gus Yahya, sapaan akrabnya, semua bisa rukun jika memiliki rasa persaudaraan, kemanusiaan, dan kebangsaan. "Sehingga kumpulan orang yang berusaha merusak Indonesia harus dibubarkan. Jangan memperalat agama dan identitas-identitas lainnya sebagai senjata politik," ujar Gus Yahya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan bahwa pemimpin negara tidak bisa memimpin dengan visi pribadi, melainkan harus berdasarkan visi kebangsaan.
"Masa depan negara ini ditentukan dari seberapa jauh modal berbangsa dan bernegara yang dimiliki masyarakat. Modal inilah yang harus dibangun, dikembangkan, dan dirawat,” ujarnya.
"Masyarakat bersama pemerintah harus mempunyai rancang bangun masa depan yang merupakan akumulasi dari politik, ekonomi, agama, dan sebagainya," tambah Haedar.
Sementara itu, Rektor Ubaya Dr. Ir. Benny Lianto, M.M.B.A.T., mengatakan topik yang dibahas pada stadium generale kali ini sesuai dengan visi Ubaya yang ingin mencetak pemimpin nasional berkarakter dan memiliki integritas melalui dunia pendidikan.
"Melalui acara ini, Ubaya ingin mengajak mahasiswa, civitas akademika, serta seluruh masyarakat untuk mewujudkan kebhinekaan dan keberagaman potensi bangsa. Ini adalah modal sosial untuk mewujudkan Indonesia maju,” ujarnya.
Benny berharap diskusi bersama dua tokoh ormas terbesar di Indonesia itu bisa menghasilkan pemikiran yang holistik apabila masyarakat dihadapkan dengan sejumlah tantangan, seperti radikalisme, intoleransi, atau terorisme.
"NU dan Muhammadiyah adalah dua sayap Garuda yang telah teruji komitmennya terhadap 4 pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika," tuturnya.
"Sikap inilah yang ingin Ubaya tekankan kepada para civitas akademika dan masyarakat luas untuk bisa hidup berdampingan dalam perbedaan," imbuh Benny.
Rektor Ubaya menambahkan kegiatan dan materi-materi yang didiskusikan dalam Stadiun Generale 2022-2023 itu akan didokumentasikan, salah satunya dalam bentuk buku.
"Selama kurang lebih satu tahun ke depan akan digelar forum serupa guna membahas tema besar 'Menakar Indonesia ke Depan'. Pada setiap bulannya, Ubaya akan mengundang tokoh nasional dan pejabat publik untuk mendiskusikan tema tersebut dari bidang dan sudut pandang pembicara," katanya.
Benny berharap melalui stadium generale seri tiga, masyarakat dapat memiliki wawasan yang lebih dalam tentang harmoni kehidupan di tengah perbedaan.
"Semoga civitas akademika Ubaya dapat semakin menghayati pesan kebhinekaan. Selain itu, mereka juga dapat menerapkan toleransi antarsesama dan meningkatkan kepedulian untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan bangsa di masa depan," ujarnya.
Ketum PBNU dan Muhammadiyah ajak mahasiswa Ubaya rawat keberagaman Indonesia
Rabu, 31 Agustus 2022 15:54 WIB
Jangan memperalat agama dan identitas-identitas lainnya sebagai senjata politik