Merger di antaranya membuka kesempatan perusahaan untuk go global. Integrasi ini tentu akan meningkatkan posisi Pelindo menjadi operator terminal peti kemas terbesar ke-8 di dunia dengan total keluaran (throughput) peti kemas sebesar 16,7 juta TEUs (twenty foot equivalent units) . Penggabungan ini juga menyatukan sumber daya keuangan, peningkatan kemanfaatan (leverage) dan memperkuat permodalan perusahaan.
Dengan potensi tersebut, diharapkan Pelindo bisa mengepakkan sayap usahanya menjadi operator pelabuhan berkelas dunia, menjadi pemain global dalam penyediaan jasa layanan kepelabuhanan.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo, saat hadir dalam penandatanganan serah operasi operasi bisnis kepada subholding menegaskan bahwa tahapan pengalihan saham (inbreng) merupakan salah satu yang terpenting, sebagai titik awal melakukan value creation dan menciptakan bisnis model baru untuk menjadi lokomotif pertumbuhan pendapatan.
Pembentukan subholding diharapkan mampu menajamkan kompetensi (core competence) masing-masing subholding. Pembentukan empat subholding di bawah Pelindo untuk mengelola bisnis inti perusahaan. Masing-masing subholding ini juga menjadi induk bagi Anak Perusahaan eks Pelindo I-IV, sesuai dengan lini bisnisnya.
Dalam laporannya, Pelindo menyampaikan target value creation (earning before tax) sampai tahun 2025 adalah Rp4,3 triliun hingga Rp7,4 triliun. Capaian value creation per 31 Desember 2021 telah terealisasi lebih dari Rp600 miliar yang berasal dari optimalisasi financing cost dan pengadaan bersama.
Pada tahun 2022 capaian value creation diharapkan jauh lebih besar lagi melalui aksi korporasi dan inisiatif strategis yang telah direncanakan sebelumnya. Pada kuartal II 2022, bisnis inti perusahaan pada masing-masing subholding diharapkan telah tertata dengan baik sehingga dapat terkonsolidasi sesuai klaster bisnisnya masing-masing.
Tumbuh positif
Dalam laporannya, seperti dirilis dalam laman resminya, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo pada triwulan pertama 2022 mencatatkan pertumbuhan positif pada kinerja operasional maupun keuangan perusahaan.
Arus peti kemas mencapai 4,2 juta TEUS atau meningkat sebesar 2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Sedangkan arus barang terealisasi sebesar 37 juta ton, tumbuh 8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, arus kapal yang keluar masuk pelabuhan mencapai 283 juta Gross tonnage (GT) atau tumbuh sebesar 1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, arus penumpang mencapai 2,5 juta orang atau meningkat 38 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal itu sejalan dengan peningkatan aktivitas dan mobilitas masyarakat pascapandemi di tanah air.
Sejalan dengan pertumbuhan kinerja operasi, kinerja keuangan juga menunjukan tren positif. Pendapatan bulan Maret 2022 mencapai Rp7,1 triliun atau meningkat 7 persen year on year (yoy).
Sedangkan EBITDA terealisasi sebesar Rp2,2 triliun atau naik sebesar 7 persen yoy dan Laba Bersih tercatat sebesar Rp670 miliar, tumbuh 46 persen yoy. EBITDA adalah earning before interest tax, depreciation, and amortization yang mencerminkan arus kas dari aktivitas operasi perusahaan.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik serta transformasi yang terus berjalan di internal perusahaan, Direktur Utama Pelindo, Arif Suhartono, optimistis kinerja Pelindo akan terus meningkat dan dapat memenuhi harapan para pemegang saham.
Langkah Pelindo untuk mempertajam core competence dan spesialisasi bisnis Pelindo pascamerger, diharapkan juga dapat bermuara pada peningkatan layanan dan konektivitas kepelabuhanan, serta integrasi rantai nilai pelabuhan di kawasan belakang (hinterland).
SPTP fokus kepada pelayanan dari sisi peti kemas, SPMT fokus kepada pelayanan untuk barang nonkargo, SPJM fokus memberikan pelayanan unggul untuk mendukung 3 subholding lainnya dari sisi jasa kapal, peralatan, serta jasa pelabuhan lainnya, sedangkan SPSL fokus untuk mengintegrasikan rantai nilai pelabuhan-hinterland serta mewujudkan aliran perdagangan yang lebih efisien.
Optimalisasi aset
Pelindo bertekad terus menjaga kelancaran arus barang dan penumpang di pelabuhan melalui kesiapan operasional 24/7 (24 jam dalam seminggu), dengan sumber daya manusia (SDM) yang handal, didukung teknologi serta sistem digitalisasi yang terbarukan untuk menjangkau seluruh aktivitas layanan kepelabuhanan.
Berbagai pemangku kepentingan maupun pelaku usaha yang tergabung dalam sejumlah asosiasi di lingkungan pelabuhan juga mendukung merger yang dilakukan pemerintah dengan harapan upaya tersebut akan bisa meningkatkan kualitas layanan dan menekan biaya logistik di Tanah Air.
Upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas layanan serta produktivitas kerja di antaranya adalah yang kini ditunjukkan jajaran SPTP melalui optimalisasi aset.
Corporate Secretary SPTP, Widyaswendra, menjelaskan, optimalisasi aset yang dilakukan SPTP adalah memindahkan peralatan dari satu terminal ke terminal lainnya. Pemindahan dilakukan sesuai kebutuhan operasional perusahaan.
Pemindahan peralatan yang saat ini berjalan adalah pemindahan 2 unit Rubber Tyred Gantry Crane (RTG) -- alat bongkar muat peti kemas di lapangan penumpukan -- dari Terminal Petikemas (TPK) Makassar New Port (MNP) di Makassar ke PT Kaltim Kariangau Terminal.
Berikutnya, 1 unit Quay Container Crane (QCC) --alat bongkar muat peti kemas di dermaga-- dari Pelabuhan Ternate ke PT Kaltim Kariangau Terminal. Pemindahan lainnya adalah 2 unit QCC dari PT Jakarta International Container Terminal (JICT) ke TPK MNP di Makassar.
Tidak hanya pada peralatan jenis RTG dan QCC, optimalisasi aset juga dilakukan terhadap beberapa peralatan lainnya. Dengan dukungan peralatan yang baik diharapkan mampu meningkatkan kinerja bongkar muat peti kemas sehingga berdampak pada berkurangnya waktu sandar kapal di terminal atau port stay.
Dengan turn over kapal lebih cepat, maka kapal dapat segera berlayar kembali sehingga biaya pun bisa ditekan.. Waiting time kapal untuk dapat bersandar di dermaga dan melakukan proses bongkar-muat barang, juga semakin cepat.
Kepala PT Meratus Line Cabang Makassar Steven Kristanto mengakui layanan terhadap pengaduan pelanggan di TPK Makassar saat ini lebih baik. TPK Makassar lebih tanggap dalam menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan oleh para pengusaha pelayaran (shipping line).
"Kegiatan bongkar muat di TPK Makassar saat ini juga semakin cepat, rata-rata bisa mencapai 50 boks peti kemas per jam," ucapnya.
Hal senada juga diungkapkan Kepala PT Tanto Intim Line Cabang Ambon, Vence Pattiwael, bahwa kini mulai ada peningkatan kinerja operasional di TPK Ambon yang cukup signifikan.
Buktinya, waktu bongkar muat satu kapal dengan muatan 600 peti kemas dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih 36 jam. Sebelumnya, dia pernah mengalami untuk bongkar muat 200 peti kemas memakan waktu lebih dari 3 hari.
Bahkan, melalui sistem yang ada di TPK Ambon sekarang, layanan lebih cepat, begitu pula layanan administrasi sudah dapat diakses dengan telepon pintar, tidak perlu antre.
Dengan demikian, optimalisasi aset didukung sistem yang andal serta SDM kompeten, di jajaran SPTP menunjukkan kinerja yang semakin meningkat.
Dengan produktivitas bongkar muat yang tinggi maka tidak hanya turn over kapal yang cepat, tapi dwelling time juga dapat ditekan. Dwelling time adalah waktu dibutuhkan sejak barang atau petikemas turun dari kapal, di lapangan penumpukan (container yard), hingga keluar dari terminal atau pelabuhan.
Jadi, sejarah pengelolaan pelabuhan di Indonesia yang merupakan negara maritim, telah melalui fase-fase yang panjang dan sangat dinamis. Semoga fase-fase tersebut bisa menjadi bahan kajian untuk bisa memaksimalkan layanan, kemanfaatan dan tentu juga pendapatan ke depan. (*)
Berbagai pemangku kepentingan maupun pelaku usaha yang tergabung dalam sejumlah asosiasi di lingkungan pelabuhan juga mendukung merger yang dilakukan pemerintah dengan harapan upaya tersebut akan bisa meningkatkan kualitas layanan dan menekan biaya logistik di Tanah Air.
Upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas layanan serta produktivitas kerja di antaranya adalah yang kini ditunjukkan jajaran SPTP melalui optimalisasi aset.
Corporate Secretary SPTP, Widyaswendra, menjelaskan, optimalisasi aset yang dilakukan SPTP adalah memindahkan peralatan dari satu terminal ke terminal lainnya. Pemindahan dilakukan sesuai kebutuhan operasional perusahaan.
Pemindahan peralatan yang saat ini berjalan adalah pemindahan 2 unit Rubber Tyred Gantry Crane (RTG) -- alat bongkar muat peti kemas di lapangan penumpukan -- dari Terminal Petikemas (TPK) Makassar New Port (MNP) di Makassar ke PT Kaltim Kariangau Terminal.
Berikutnya, 1 unit Quay Container Crane (QCC) --alat bongkar muat peti kemas di dermaga-- dari Pelabuhan Ternate ke PT Kaltim Kariangau Terminal. Pemindahan lainnya adalah 2 unit QCC dari PT Jakarta International Container Terminal (JICT) ke TPK MNP di Makassar.
Tidak hanya pada peralatan jenis RTG dan QCC, optimalisasi aset juga dilakukan terhadap beberapa peralatan lainnya. Dengan dukungan peralatan yang baik diharapkan mampu meningkatkan kinerja bongkar muat peti kemas sehingga berdampak pada berkurangnya waktu sandar kapal di terminal atau port stay.
Dengan turn over kapal lebih cepat, maka kapal dapat segera berlayar kembali sehingga biaya pun bisa ditekan.. Waiting time kapal untuk dapat bersandar di dermaga dan melakukan proses bongkar-muat barang, juga semakin cepat.
Kepala PT Meratus Line Cabang Makassar Steven Kristanto mengakui layanan terhadap pengaduan pelanggan di TPK Makassar saat ini lebih baik. TPK Makassar lebih tanggap dalam menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan oleh para pengusaha pelayaran (shipping line).
"Kegiatan bongkar muat di TPK Makassar saat ini juga semakin cepat, rata-rata bisa mencapai 50 boks peti kemas per jam," ucapnya.
Hal senada juga diungkapkan Kepala PT Tanto Intim Line Cabang Ambon, Vence Pattiwael, bahwa kini mulai ada peningkatan kinerja operasional di TPK Ambon yang cukup signifikan.
Buktinya, waktu bongkar muat satu kapal dengan muatan 600 peti kemas dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih 36 jam. Sebelumnya, dia pernah mengalami untuk bongkar muat 200 peti kemas memakan waktu lebih dari 3 hari.
Bahkan, melalui sistem yang ada di TPK Ambon sekarang, layanan lebih cepat, begitu pula layanan administrasi sudah dapat diakses dengan telepon pintar, tidak perlu antre.
Dengan demikian, optimalisasi aset didukung sistem yang andal serta SDM kompeten, di jajaran SPTP menunjukkan kinerja yang semakin meningkat.
Dengan produktivitas bongkar muat yang tinggi maka tidak hanya turn over kapal yang cepat, tapi dwelling time juga dapat ditekan. Dwelling time adalah waktu dibutuhkan sejak barang atau petikemas turun dari kapal, di lapangan penumpukan (container yard), hingga keluar dari terminal atau pelabuhan.
Jadi, sejarah pengelolaan pelabuhan di Indonesia yang merupakan negara maritim, telah melalui fase-fase yang panjang dan sangat dinamis. Semoga fase-fase tersebut bisa menjadi bahan kajian untuk bisa memaksimalkan layanan, kemanfaatan dan tentu juga pendapatan ke depan. (*)