Jember (ANTARA) - Ekonom Universitas Jember Adhitya Wardhono Ph.D., mengemukakan bahwa optimisme ekonomi lebih maju dengan keuangan berbasis digital, harus memperhatikan basis pengelolaan ekonomi digital yang efektif, terpadu dan masif.
"Yang perlu diperhatikan dari optimisme ekonomi dan keuangan digital menuju Indonesia maju adalah bagaimana basis pengelolaan ekonomi digital yang efektif dan terpadu dilakukan di Indonesia secara masif," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jember, Jawa Timur, Selasa.
Berbicara dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2022) yang merupakan bagian kegiatan dari G20 di Bali International Convention Centre - Westin Nusa Dua, Bali, 11-15 Juli 2022, ia menjelaskan, perlu riset dan pengembangan teknik baru untuk mengukur tidak hanya berapa banyak konsumen membayar untuk produk digital, tetapi juga seberapa banyak masyarakat mendapat manfaatnya.
"Menempatkan kontribusi ekonomi barang digital dalam perspektif yang lebih tegas, misalkan saja menginisiasi nilai surplus konsumen hanya dari satu barang digital dalam Produk Domestik Bruto diharapkan akan menambah persentase per tahun ke pertumbuhan PDB kita," tuturnya.
Apabila melihat data yang berkembang, lanjut dia, kontribusi ekonomi digital mencapai angka 4-6 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Artinya, kontribusi ekonomi digital di Indonesia saat ini memang sedang berkembang dengan pesat.
"Namun, besaran ekonomi digital di Indonesia belum memiliki standar perhitungan statistik yang spesifik dan komprehensif sehingga memiliki nilai proporsi yang berbeda-beda terhadap PDB," katanya.
Dengan kondisi itu, menurut dia, otoritas terkait termasuk Bank Indonesia dan Kementerian dituntut untuk semakin memahami proses digitalisasi di berbagai sektor ekonomi (tidak hanya di sektor tertentu saja, seperti keuangan dan perdagangan).
"Akan tetapi, masih terdapat kecenderungan bahwa pemahaman mengenai ekonomi dan keuangan digital, khususnya di Indonesia hanya terbatas pada e-commerce dan fintech," ujarnya.
Adhitya menjelaskan prinsip yang mendasari ekonomi digital, bagaimana pembentukannya, dan komponen-komponen utama yang ada di dalamnya justru merupakan komponen krusial dalam menata peran ekonomi digital ke pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Ia mengatakan kendala ekonomi digital yakni rendahnya inklusifitas teknologi masyarakat Indonesia merupakan masalah fundamental ekonomi digital, sehingga memunculkan jarak teknologi di beberapa wilayah dan industri yang nantinya berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
"Beberapa penyebab yang terjadi adalah ketersediaan infrastruktur digital yang kurang matang atau kapasitas adaptasi terhadap teknologi digital yang masih rendah," katanya.
Selain itu, potensi teknologi digital yang ada masih belum bisa digunakan secara maksimal karena literasi digital yang rendah dan belum dapat memunculkan ekosistem digital yang saling terintegrasi dengan baik.
Apabila masalah itu tidak segera diselesaikan, lanjutnya, e-governance tidak akan dapat berjalan dengan mulus dan program yang memanfaatkan penggunaan teknologi digital tidak dapat memberikan impak yang baik dan tepat sasaran.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur tidak hanya sekedar memberikan akses digital, tetapi perlu memperhatikan kualitas pula, sehingga dapat memberikan multiplier effect yang maksimal.
"Pembangunan infrastruktur digital harus memiliki koneksi dan kecepatan yang baik serta biaya yang mudah dijangkau," ucap dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Unej itu.
FEKDI 2022 merupakan cara untuk memberi keyakinan pada kesuksesan penyelenggaraan agenda G-20 dimana Indonesia sebagai presedensi atau keketuaan pertemuan G-20, sehingga harus memberi citra positif dan optimistis terhadap implementasi ekonomi dan keuangan digital terlebih sebagai upaya pemulihan ekonomi usai pandemi, demikian Adhitya Wardhono.
Ekonom Unej optimistis ekonomi maju dengan berbasis digital
Selasa, 12 Juli 2022 15:11 WIB