Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Ekonom dan peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember (Unej) Ciplis Gema Qori'ah menilai bahwa perubahan harga BBM nonsubsidi hanya sedikit mempengaruhi laju inflasi.
"Perubahan harga BBM nonsubsidi berkala itu tidak akan terlalu berdampak terhadap inflasi. Kelompok kelas menengah ke atas tidak akan signifikan merasakannya," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya meminta pemerintah tidak ragu untuk mengeluarkan kebijakan penyesuaian perubahan harga BBM nonsubsidi secara berkala.
"Kalau harga tetap, maka orang akan cenderung boros. Jika harga fluktuatif, mereka akan berhitung. Ketika harga BBM fluktuatif, maka akan terjadi perubahan pola pikir ekonomi pada kelompok menengah ke atas agar lebih efisien," tuturnya.
Menurutnya pemerintah tidak usah ragu-ragu dalam mengeluarkan kebijakan karena ia percaya bahwa masyarakat kelas menengah atas akan cepat beradaptasi dengan kenaikan harga BBM nonsubsidi secara berkala.
"BBM nonsubsidi itu untuk kalangan menengah atas. Jadi begitu ada perubahan kenaikan harga BBM nonsubsidi, maka inflasi sangat sedikit sekali dampaknya," ucap peneliti Kelompok Riset Data Satu Universitas tersebut.
Ia menjelaskan kalangan ekonomi menengah atas masih punya ambang batas daya beli, sehingga walaupun ada kenaikan permintaan BBM nonsubsidi pada Ramadhan atau Lebaran maka sedikit sekali berdampak pada kenaikan inflasi.
"BBM non subsidi itu bukan merupakan input produksi masal, sehingga relatif tidak signifikan. Industri biasanya menggunakan solar atau pertalite yang disubsidi pemerintah," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, perlu pengawasan ketat atas identitas pembeli BBM bersubsidi karena jangan sampai terjadi moral hazard malah digunakan untuk mobil yang harusnya menggunakan BBM non subsidi.
Jika harga BBM nonsubsidi tetap saat harga minyak mentah dunia berubah, maka pemerintah tetap terbebani. Padahal selama ini pemerintah belum bisa menuntaskan pekerjaan rumah untuk BBM bersubsidi.
"Selama ini kita belum bisa membuat basis data sasaran atau kelompok yang berhak menerima subsidi BBM dengan tepat, itu menjadi pekerjaan rumah besar," kata Ciplis.
Selain masalah data sasaran, lanjutnya, pemerintah juga belum bisa merekam perubahan kemampuan ekonomi individu masyarakat yang semula berhak mengonsumsi BBM bersubsidi dengan yang tidak.
Padahal beban subsidi yang ditanggung negara seharusnya dikurangi secara bertahap dari waktu ke waktu dan dialihkan untuk sektor lain yang lebih produktif.