Tulungagung (ANTARA) - Sejumlah peternak mengeluhkan minimnya jumlah tenaga kesehatan hewan yang ditugaskan di desa-desa dan kelurahan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, sehingga pelayanan menjadi tidak optimal.
"Musim (wabah) PMK begini seharusnya mantri (petugas kesehatan) hewan ditambah," ucap Oni, salah satu peternak sapi perah di Kecamatan Pagerwojo, Rabu.
Keterbatasan SDM mengakibatkan kinerja para petugas lapangan sering terkendala jarak, sementara banyak ternak yang terjangkit PMK.
Akibatnya, banyak ternak warga yang mati. Petugas pun tak bisa berbuat banyak lantaran kondisi ternak yang sudah terlanjur buruk.
Untuk menghindari kerugian lebih, beberapa peternak menjual sapinya jauh dari harga pasaran. Nominalnya antara Rp1 juta hingga Rp2 juta per ekor.
"Satu ekor sapi cuma dihargai Rp1 juta hingga Rp2 juta," ujarnya.
.
Padahal normalnya harga sapi dewasa berkisar sekitar Rp20 jutaan.
Banyak dari peternak yang membeli sapi dengan uang piijaman dari bank. Saat terjadi PMK, sapi itu dijual dengan harga murah.
Sementara itu, Kabid Kesehatan Hewan pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Tulungagung Titis Sumariyani mengakui jika dokter hewan dari dinas yang ada sangat terbatas.
Untuk Kecamatan Pagerwojo dan Sendang hanya ada satu tenaga dokter. Padahal jumlah populasi sapi pada dua kecamatan itu mencapai ribuan ekor.
"Kalau Sendang-Pagerwojo dokter hewan dari dinas cuma. Sementara sapi yang 'terkena' milik satu orang," ujarnya.