Surabaya (ANTARA) - Pimpinan DPRD Kota Surabaya meminta pemerintah kota setempat merespons permintaan warga untuk percepatan pembongkaran bangunan liar di tanah milik PT Galaxy di Jalan Gebang Putih, Sulilolo, Kota Surabaya, Jatim.
"Saya mendapat laporan warga bahwa mereka mendatangi Kelurahan Gebang Putih pada Selasa (1/3) lalu guna menyampaikan keluhannya terkait bangunan liar," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Laila Mufidah di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, hasil resume dari pertemuan perwakilan warga dengan Lurah Gebang Putiih Indriyani dan Camat Sukolilo Amalia Kurniawati yakni warga terganggu dengan suara bising dari suara musik yang berasal warung kopi yang merupakan bangunan liar.
Selain itu, pemilik bangunan liar membuang kotoran di tanah kosong sehingga menimbukan bau tidak sedap dan kumuh. Begitu juga dengan air selokan di Jalan Manyar Kertoardi Gang 7-12 menjadi kecil dan buntuh karena banyak ditumpuki barang-barang pemilik bangunan liar.
"Mereka juga dinilai melanggar Perda Nomor 19 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Pohon karena melakukan penebangan pohon tanpa izin," ujarnya.
Untuk itu, lanjut Laila, warga Gebang Putih menginginkan puluhan bangunan liar tersebut segera dibongkar untuk mengembalikan lagi fungsi jalan dan saluran air. Apalagi, PT Galaxy tidak mempermasalahan bangunan liar tersebut ditertibkan.
Bahkan PT Galaxy sendiri, kata dia, sudah menyerahkan lahan yang merupakan fasilitas umum (fasum) tersebut ke Pemkot Surabaya. Hanya saja, lanjut dia, penyerahan dianggap Pemkot Surabaya belum memenuhi syarat, sehingga belum bisa diserahterimakan.
Laila mengatakan, pada saat reses di kawasan Gebang Putih beberapa waktu lalu, pihaknya juga sempat melihat sepanjang saluran air di kawasan tersebut penuh dengan bangunan liar.
Keberadaan bangunan liar yang kini jumlahnya sudah mencapai 64 bangunan permanen dan semipermanen itu meresahkan warga.
Bangunan liar ini mulai berdiri sejak tahun 2020 dan kini terus bertambah hingga mencapai 64 bangunan. Ukurannya sekitar 4x5 meter mulai dari bangunan berupa warung kopi (warkop), warung nasi, toko kelontong, kios ponsel, hingga kantor jasa pengiriman paket barang.
Saat ditanya kenapa bisa marak? Laila mendapat informasi bahwa saat ini berlaku sewa di setiap bangunan liar. Setiap penyewa dikenakan tarif Rp10 juta hingga Rp20 juta per tahunnya.
Kepala Bagian Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kota Surabaya Arief Boediarto sebelumnya membantah pihaknya melakukan pembiaran puluhan bangunan liar di dekat saluran air Jalan Raya Gebang Putih.
Ia menjelaskan, bangunan tersebut tidak berdiri tepat di atas saluran, sehingga Pemkot Surabaya tidak bisa melakukan intervensi atau penertiban.
Selain itu, lanjut dia, puluhan bangunan di kawasan Gebang Putih juga dipastikan bukan fasum milik Pemerintah Kota Surabaya. Arief menegaskan, tidak ada penyerahan lahan tersebut kepada pemkot untuk dijadikan fasum.
"Belum ada, itu mungkin rencananya dijadikan fasum. Tetapi kan belum ada penyerahan ke pemkot. Yang jelas bangunan-bangunan itu bukan berdiri di atas saluran," katanya. (*)