Jakarta (ANTARA) - Aktris dan produser pertunjukan teater Happy Salma mengenang peran sosok ibunda, Iis Rohaeni, yang telah berpulang pada September 2016 jelang momentum Hari Ibu besok.
Happy mengatakan sejak ia kecil keluarganya tidak selalu memiliki tradisi seremonial terkait peringatan hari khusus, termasuk hari ulang tahun dan Hari Ibu. Namun ketika tumbuh dewasa, ia bersama kelima saudara kandungnya, mulai menyadari momen penting tersebut dan sempat merayakannya beberapa tahun terakhir.
“Itu juga baru beberapa tahun ini dan kebetulan ibu saya sudah enggak ada. Jadi ketika kami mulai menyadari Hari Ibu, seperti ingin mengucapkan atau menelpon dia secara khusus, kesempatan dan kesadaran itu baru terjadi di mana sudah tidak bisa banyak saya lakukan,” ujar Happy kepada ANTARA pada Selasa.
Happy mengaku banyak mendapatkan pelajaran berharga dari mendiang ibunya, termasuk bagaimana menyeimbangkan antara tugas mengasuh anak dan tetap melakukan pekerjaan di luar rumah.
“Ibu saya itu bisa semuanya. Sampai sekarang saya masih kayak, ‘kok bisa sih?’ Masakannya tetap yang terbaik, lalu aktifnya dia (di luar rumah) tetap yang terbaik,” kenangnya.
Becermin dari sosok ibunda, Happy setidaknya mendapat dua pelajaran penting bagi kehidupannya yang menjalankan peran sebagai ibu sekaligus istri yang bekerja.
Di tengah kesibukan menjalankan peran, menurut Happy, perempuan juga harus memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Selain itu, perempuan juga membutuhkan support system yang mendukung inklusivitas dan kesetaraan di dalam keluarga.
“Ibu saya juga pekerja keras. Dia dan ayah saya itu bekerja sama. Ketika ayah saya tidak sedang bekerja sementara ibu saya harus bekerja, maka ayah saya yang melakukan pekerjaan rumah tangga. Begitu juga sebaliknya,” katanya.
Menurutnya, mengemban tugas menjadi seorang ibu akan selalu menghadapi tantangan berat, terutama dalam mendidik anak. Jika semakin banyak ibu cerdas yang mau memupuk diri untuk bergerak maju, Happy percaya upaya tersebut akan menumbuhkan anak-anak yang cerdas di Indonesia.
“Sebelum kita memberikan sesuatu, kita harus benar-benar mempelajari dulu apa yang akan kita beri untuk anak-anak kita,” tuturnya.
Sebagai seorang yang aktif di dalam kesenian, ia juga mengaku banyak mendapatkan pelajaran dari berbagai kisah tokoh perempuan, mulai dari tokoh sejarah seperti Inggit Ganarsih, Rohana Kudus, Emiria Soenassa, Sin Nio, hingga tokoh fiktif yang pernah ia perankan dalam pentas teater "Bunga Penutup Abad", yakni Nyai Ontosoroh.
“Saya juga membayangkan seorang ibu yang menjadi milik banyak orang, seperti politikus atau pejabat. Saya nggak kebayang bagaimana dia bisa seimbang karena saya membayangkan itu sangat sulit sekali,” ujarnya.
Sebagai seorang yang mendirikan Titimangsa Foundation yang bergerak di bidang kebudayaan, Happy berharap dirinya bisa konsisten menampilkan suara-suara perempuan di dalam karya-karyanya.
Bagi Happy, suara perempuan menempati posisi istimewa sebagai penyeimbang di dalam setiap lini kehidupan, mulai dari ranah domestik hingga publik.
“Saya ingin bisa konsisten membuat pertunjukan, baik itu alih wahana dari karya sastra atau yang baru, yang terus ada kesetaraan dan bicara tentang perempuan,” pungkasnya. (*)