Surabaya (ANTARA) - Akses pemasaran dan permodalan menjadi kendala para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) baik pedagang toko kelontong maupun usaha kuliner di Kota Surabaya, Jatim, di masa pandemi.
"Kendala dari UMKM itu kami dapati dari hasil webiner "UKM Go Digital" beberapa hari lalu," kata anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Surabaya dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Alfian Limardi di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, hasil webinar dengan mengundang berbagai narasumber dari pemangku kebijakan seperti Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, akademisi, dan para praktisi UKM digital itu, diketahui bahwa sektor UMKM di Surabaya pada masa pandemi COVID-19 terkontraksi cukup dalam. Sementara,90 persen ekonomi Kota Surabaya ditopang oleh UMKM.
"Lagi-lagi, kendala yang paling banyak dihadapi pelaku usaha mikro kecil adalah pemasaran dan akses permodalan, kata Alfian.
Beberapa poin yang menjadi catatan dari webinar antara lain akses pemasaran yang menjadi kendala UMKM baik pedagang kelontong maupun usaha kuliner khususnya pada masa pandemi.
"Kami menyoroti bahwa hanya UKM yang beradaptasi menggunakan aplikasi digital yang mampu bertahan," kata Sekretaris Fraksi PSI ini.
Hal ini, lanjut dia, nampak pada masa PPKM 2021, dimana pendapatan pedagang di Sentra Wisata Kuliner (SWK) dan pedagang kelontong yang sudah terhubung dengan platform digital meningkat dibanding pada awal pandemi tahun 2020.
Ia juga menambahkan saat ini pelaku usaha sulit mendapatkan akses permodalan karena dianggap unbankable atau nasabah yang memenuhi persyaratan bank.
Menurutnya, kehadiran platform digital pencatatan keuangan dapat menjadi solusi. Platform ini mampu mengilustrasikan performa usaha yang menjadi dasar pemberian modal. Kuncinya adalah disiplin dalam pencatatan keuangan.
"Bagi yang ingin punya usaha kuliner tapi belum punya tempat yang luas, usaha cloud kitchen bisa menjadi alternatif usaha kuliner. Ini semua ada di platform digital. Tidak hanya itu, digitalisasi dapat menekan biaya operasional yang nantinya pasti berpengaruh pada harga," kata Alfian.
Untuk itu, Alfian meminta para pelaku UMKM untuk terus berinovasi baik pada produk maupun dalam pemasaran. Selain itu, kata dia, media sosial yang ada perlu dimaksimalkan untuk memproduksi konten sekreatif mungkin agar konsumen tertarik membeli.
"Hasil webinar ini akan menjadi dasar perumusan platform kebijakan PSI Surabaya, terutama yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi dan penguatan UMKM," katanya.
Sementara itu, Pemerintah Kota Surabaya telah menyiapkan aplikasi Pemberdayaan dan Ketahanan Ekonomi Nang Suroboyo atau "Peken". Aplikasi tersebut berfungsi mempermudah pemasaran toko kelontong dan UMKM di Kota Surabaya.
"Aplikasi belanja daring ini, sudah bisa diakses oleh masyarakat untuk memilih produk-produk berkualitas karya UMKM di Surabaya," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Surabaya M. Fikser.
Menurut dia, aplikasi tersebut dapat diinstal di ponsel berbasis android dan memiliki beberapa fitur di dalamnya. Fitur yang pertama adalah Toko Kelontong, dimana masyarakat dapat memilih berbagai kebutuhan pokok mulai beras, gula, minyak dan lain sebagainya.
Sedangkan fitur kedua adalah UMKM, di dalam fitur ini ada beberapa pilihan produk, antara lain berupa kraf, fashion dan kuliner.
"Jadi masyarakat tinggal pilih saja. Karena ini kan seperti market place pada umumnya, tinggal pilih sesuai kebutuhan, klik masukkan ke keranjang, konfirmasi ke penjual, setelah itu pembeli transfer," kata Fikser. (*)