Lumajang (ANTARA) - Suara Irus, wanita asal Desa Sumberwuluh Kabupaten Lumajang, bergetar saat bercerita mengingatkan momen pertemuan terakhirnya dengan sang adik, Ali, hanya beberapa jam sebelum kejadian awan panas guguran Gunung Semeru.
Peristiwa meningkatnya Gunung Semeru terjadi Sabtu, 4 November 2021, beberapa menit menjelang pukul 15.00 WIB. Sedangkan, pertemuan antara kakak dengan sang adik terjadi sekitar pukul 08.00 WIB atau hanya berselang tujuh jam.
Pagi itu, di rumah Irus yang berada persis di pinggir Jalan Raya Candipuro, Ali pamit hendak berangkat kerja seperti hari-hari biasanya. Ali adalah pekerja serabutan yang setiap harinya sebagai kuli (nguli) pasir. Di area pertambangan kawasan di Kampung Renteng yang jaraknya hanya sekitar satu kilometer dari rumah sang kakak. Ia bertugas memindahkan pasir dari bawah ke atas truk.
"Tapi ada yang tidak biasa pagi itu. Saat saya ajak bicara, dia seperti ndak nyambung, lalu diam dan tiba-tiba pergi sambil menyalakan motor ke tempat kerja," ujar Irus.
Irus, ibu rumah tangga yang membuka toko peracangan di depan rumahnya itu berhenti bercerita sejenak. Ia menghela napas dan memejamkan mata sebentar.
"Saya teringat saat dia berdiri di halaman, di dekat pintu, persis sebelum berangkat. Tanpa ngomong apa-apa, dia langsung pergi. Waktu kejadian, seharusnya mau pulang karena sudah sore," ucapnya.
Irus juga teringat betul bagaimana ucapan Ali saat dilarang nguli ke tambang pagi itu. Ia juga mengaku heran karena sebelum berangkat, adiknya tak mau disuguhi segelas kopi.
"Kalau saya tidak bekerja, besok yang digunakan untuk masak nasi apa?," kata dia menirukan suara Ali lirih.
Setelah adiknya bekerja ke area pertambangan, tak ada firasat apa-apa lagi dari sang kakak. Hingga akhirnya kabar meningkatnya aktivitas Gunung Semeru, ditambah awan panas guguran.
Suasana yang semula tenang saat itu mendadak berubah menjadi kacau. Banyak terdengar teriakan-teriakan yang meminta untuk segera pergi meninggalkan rumah.
Semua mencoba menyelamatkan diri dan pergi ke tempat yang dirasa aman. Ia tidak berpikir apa-apa waktu itu, hingga terdengar kabar ada abu material yang menerjang Kampung Renteng.
"Sampai ada kabar adik saya masih di sana dan sampai besoknya belum ditemukan. Sampai sekarang juga tidak ada kabar sama sekali," tuturnya.
Kejadian pada Sabtu (4/12) sore terjadi peningkatan aktivitas Gunung Semeru yang mengeluarkan awan panas guguran dan berdampak pada daerah di sekitar gunung setinggi 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl) itu.
Ratusan warga terpaksa mengungsi ke berbagai tempat aman untuk menghindari awan panas dari gunung api tertinggi di Pulau Jawa tersebut.
Ali meninggalkan seorang istri bernama Sula dan tiga orang anak. Pasca-kejadian, mereka yang selama ini tinggal di Desa Penanggal harus mengungsi di posko setempat.
"Dia (Sula-red) masih tak berdaya karena sering menangis, lalu pingsan mengingat suaminya. Kami berharap dia ditemukan," katanya.
Tak hanya kehilangan adik kandung, Irus juga harus merelakan keponakan beserta istri turut menjadi korban Semeru. Namanya Mulyanto dan Rani, warga Sumberwuluh.
Keduanya bekerja di satu perusahaan pertambangan di Kampung Renteng. Mereka juga diduga menjadi korban terdampak karena hingga kini belum ada kabar mengenai keberadaan keduanya.
Upaya pencarian
Selain Ali, Mulyanto dan Rani yang diduga menjadi korban awan panas guguran Gunung Semeru hingga membuat mereka tertimbun, masih banyak lagi warga yang juga belum ditemukan.
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah, termasuk mengerahkan personel gabungan, baik dari TNI, Polri, SAR, BNPB, BPBD hingga relawan-relawan terlatih.
Setiap harinya, puluhan personel bekerja dan berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan korban tertimbun. Salah satunya di Kampung Renteng, Desa Sumberwuluh.
Di sana, sejak pagi terlihat Tim SAR sudah menggali titik-titik yang diduga terdapat korban. Mereka bergantian berjibaku dengan abu vulkanik bercampur bebatuan.
Tim lainnya, seperti dari Kementerian dan Dinas Sosial, fokus membantu menangani warga terdampak yang terpaksa harus mengungsi.
Tim SAR gabungan terus melakukan pencarian terhadap 16 dari 43 korban yang hilang dan saat ini masih dalam proses pencarian dan sekarang masih diidentifikasi tim evakuasi.
Bupati Lumajang Thoriqul Haq menjelaskan proses pencarian pada kedalaman satu meter dari awan panas guguran dan apabila proses pencarian dilakukan lebih dari 10 meter, maka hal itu masih berisiko tinggi bagi tim evakuasi.
Bupati yang biasa dipanggil Cak Thoriq itu mengatakan saat ini total korban yang mengalami luka-luka tercatat sebanyak 120 orang, di antaranya 82 korban mengalami luka ringan atau rawat jalan dan 38 orang mengalami luka berat, kemudian 35 orang dikabarkan meninggal dunia.
"Dari sekian korban baik yang mengalami luka ringan maupun berat masih dilakukan perawatan di rumah sakit Lumajang maupun beberapa rumah sakit rujukan," katanya.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga telah memerintahkan BPBD Jatim dan Dinas Sosial mengirim bantuan tenaga, peralatan hingga logistik untuk penanganan warga terdampak erupsi, termasuk pengungsi.
Ratusan paket bantuan untuk masyarakat Kabupaten Lumajang yang terdampak erupsi Gunung Semeru, telah dikirim ke Lumajang sejak Sabtu (4/12) malam.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan BPBD Lumajang, perangkat desa setempat dan PPGA (Pos Pengamatan Gunung Api).
"Kami mengimbau warga agar tidak melakukan aktivitas di aliran daerah aliran sungai (DAS) Mujur, Curah Koboan dan yang dimungkinkan dialiri guguran awan panas," tutur orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut.
Khofifah juga menyampaikan, dirinya juga telah meminta kepada bupati dan wali kota di Jatim diminta untuk saling bergotong royong membantu Kabupaten Lumajang yang tengah dilanda guguran awan panas Gunung Semeru.
Guguran awan panas Semeru menyisakan duka bagi penduduk dan masyarakat Di Kabupaten Lumajang. Dampak bencana alam menyadarkan manusia untuk siap berdampingan hidup dengan kondisi alam yang tidak dapat diprediksi. (*)
"Nguli" pasir demi menanak nasi, Ali hingga kini belum kembali
Kamis, 9 Desember 2021 11:30 WIB