Sumatera Selatan (ANTARA) -
Heriyanti selaku anak perempuan almarhum Akidi Tio dan Prof. dr. Hardi Darmawan sebagai dokter pribadi keluarga almarhum yang berhubungan langsung dalam rencana pemberian dana itu, saat ini diperiksa secara intensif di Mapolda Sumsel, Palembang, Senin.
"Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Polisi Daerah Sumatera Selatan, saya minta untuk ditindak tegas apabila terbukti ada unsur kebohongan, sebab telah menimbulkan kegaduhan," kata Herman Deru.
Baca juga: Polda Sumsel tangkap anak Akidi Tio pemberi dana hibah Rp2 triliun
Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan, sebab uang yang dijanjikan dari pihak keluarga almarhum Akidi Tio senilai Rp2 triliun tersebut belum cair, padahal sudah jatuh tempo sepekan setelah penyerahan secara simbolis.
"Dana tersebut semestinya sudah masuk dalam rekening bilyet giro Bank Mandiri mereka, tapi saat polisi memeriksa dan menemukan belum ada sama sekali dana tersebut," kata dia.
Menurutnya, dengan begitu polisi harus mengusut tuntas kasus tersebut, sebab gara-gara perbuatan yang belum ada kepastian ini telah menimbulkan kegaduhan di kalangan masyarakat.
"Saya sebagai pemimpin minta kepada polisi untuk menindak tegas siapa pun yang membuat polemik kegaduhan, sehingga suasana saat kita menangani pandemi COVID-19 menjadi terusik," katanya pula.
Baca juga: Pengusaha Aceh donasikan Rp2 triliun untuk penanganan COVID-19
Ia hadir memenuhi undangan sebagai saksi bersama unsur Forkopimda Sumsel dalam acara seremonial penyerahan dana hibah sebesar Rp2 triliun di Gedung Promoter Mapolda Sumsel, Senin (26/7).
Dari perwakilan keluarga almarhum Akidi Tio yang hadir, yaitu anak perempuannya Heriyanti dan dokter pribadi keluarga bernama Prof. dr. Hardi Darmawan lantas memberikan secara simbolis plakat bertuliskan dana hibah senilai Rp2 triliun kepada Kapolda Sumsel.
Adapun setelah prosesi serah terima secara simbolis tersebut, sejumlah dana akan dicairkan melalui bilyet giro Bank Mandiri dengan rentang waktu sepekan.
Gubernur menambahkan bahwa polisi harus menindak secara tegas jangan sampai berlarut-larut karena masyarakat butuh kepastian.
"Tidak tahu keinginannya apa, sehingga melakukan hal di luar batas kemampuan berpikir kita. Tapi, saat ini polisi harus menindak secara tegas jangan larut sebab bisa mempermalukan institusi," ujarnya.
Direktur Intelkam Polda Sumsel Komisaris Besar Polisi Ratno Kuncoro mengatakan saat ini polisi sudah mengamankan kedua orang tersebut untuk dimintai keterangan.
Apabila keduanya terbukti bersalah akan dikenakan Pasal 15 dan 16 UU Nomor 1 Tahun 1946 dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara, dengan alasan dianggap menghina negara.