Surabaya (ANTARA) - Pakar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr. dr. Meity Ardiana SpJP(K)., FIHA., FICA., FAsCC., mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada bukti ilmiah bahwa kombinasi obat pada pasien COVID-19 menyebabkan asidosis laktat yang berujung pada kematian.
"Penyebab asidosis laktat itu sendiri bermacam-macam dan kita harus memahami patofisiologi terjadinya asidosis laktat sebelum serta-merta menyimpulkan penyebab asidosis laktat pada pasien COVID-19 adalah karena interaksi obat," kata Dr. Meity di Surabaya, Senin.
Dr. Meity menuturkan, ketika seseorang terinfeksi COVID-19, kekurangan oksigen yang terjadi pada derajat sedang hingga berat dapat menyebabkan timbulnya asidosis laktat.
Di sisi lain, asidosis laktat yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan keasaman darah yang juga dapat memperberat kondisi pasien seperti sesak nafas atau penurunan kesadaran. Sehingga, dapat disimpulkan jika kondisi COVID-19 dan asidosis laktat saling memperberat satu sama lain
Terkait interaksi obat, Dr. Meity menjelaskan bahwa setiap dokter yang memberi peresepan obat pada pasien tentu sudah menimbang manfaat maupun risiko interaksi obat yang dapat terjadi.
Dokter, lanjutnya, akan memilih golongan obat dengan risiko interaksi paling minimal bagi pasien. Dr. Meity juga mengatakan bahwa obat yang perlu dikonsumsi antara satu pasien COVID-19 dengan pasien lainnya tentu berbeda.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni terkait apakah seseorang tergolong pasien dengan gejala ringan, sedang atau berat dan apakah pasien tersebut sedang menjalani opname atau isolasi mandiri.
"Disarankan untuk mengonsumsi vitamin dan suplemen yang memang sudah terbukti secara ilmiah dapat mencegah atau mempercepat kesembuhan COVID-19 sesuai rekomendasi yang ada," katanya.
Lebih lanjut, rekomendasi untuk pencegahan saat ini adalah dengan memberikan multivitamin yang mengandung vitamin C, B, E, Zinc, dan vitamin D. Fitofarmaka, sambung Dr. Meity, juga dapat diberikan karena telah teregistrasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Perlu diingat bahwa vitamin adalah suplemen, dimana fungsinya hanya untuk menambah nutrisi dari makanan sehari-hari," ujarnya
Dr. Meity berpesan agar masyarakat tidak perlu melakukan panic buying terhadap obat-obatan dan vitamin yang dipercaya dapat menyembuhkan COVID-19.
Dia mengungkapkan apabila pola makan sehat dapat dijaga, maka kebutuhan mikro dan makronutrien yang dapat mencegah infeksi COVID-19 maupun virus dan penyakit lain akan dapat terpenuhi.
Terakhir, dia juga mengingatkan kepada masyarakat untuk lebih bijak dalam memilah dan memilih informasi yang didapatkan.
"Masyarakat harus bisa membedakan antara opini dan temuan ilmiah, suatu hal yang bukan merupakan fokus dalam pendidikan dan gaya hidup kita," tuturnya.(*)