Surabaya (ANTARA) - Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Surabaya mengevaluasi pemberlakuan sanksi denda sebesar Rp250 ribu bagi para pelanggar protokol kesehatan di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Anggota Komisi A DPRD Surabaya Arif Fathoni di Surabaya, Jumat, mengatakan situasi ekonomi di Kota Surabaya masa pandemi COVID-19 sedang tidak bagus sehingga pihaknya meminta Pemkot Surabaya agar merevisi Perwali 33/2020 terkait sanksi denda sebesar Rp250 ribu tidak dicantumkan.
"Rakyat sudah susah dan harus dibebani denda sanksi administrasi Rp250 ribu merupakan kebijakan tidak elok," katanya.
Ketua DPD Partai Golkar Surabaya ini mengatakan kebijakan denda sanksi ini belum ada di Perwali 33/2020 tentang peraturan protokol kesehatan COVID-19, sehingga ada tahapan revisi perwali setelah diterbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang baru.
"Saya berharap di perwali yang baru tidak dicantumkan sanksi denda kepada masyarakat," katanya.
Menurut dia, sejak awal DPRD Kota Surabaya mendukung bahwa masyarakat yang melanggar protokol kesehatan diberikan sanksi sosial.
"Misalkan, warga yang melanggar diberi sanksi suka relawan untuk menjadi tenaga kebersihan di rumah sakit rujukan COVID-19. Sehingga mereka tahu bagaimana perjuangan para tenaga kesehatan menyelamatkan warga Surabaya dan dirinya sendiri dari potensi terinfeksi COVID-19," katanya.
Ketika warga yang kena sanksi sosial itu tahu bahayanya COVID-19, lanjut dia, paling tidak yang bersangkutan menjadi duta bagi dirinya, keluarga dan orang lain.
"Denda sanksi sosial ini merupakan kebijakan komperhensif dibandingkan dengan memberikan denda Rp250 ribu kepada rakyat. Apalagi ditambah situasi sekarang rakyat lagi susah perekonomiannya," katanya.
Menurut Fathoni, sebaliknya kalau pelaku usaha berbadan hukum kalau tidak menerapkan protokol kesehatan secara ketat wajib di berikan denda. "Jika ditemukan pelaku usaha melanggar maka saya setuju mereka wajib diberikan denda sebesar-besarnya, jangan hanya Rp250 ribu," katanya.
Lebih jauh, kata Fathoni, kalau alasannya Pemkot Surabaya mengacu pada Pergub membunyikan sanksi denda di dalam pasal tersebut. Sebaliknya, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menyampaikan bahwa denda ini diterapkan tergantung kearifan lokal masing-masing.
"Artinya kalau Surabaya di dalam perwalinya tidak menerapkan sanksi denda uang itu tidak bertentangan dengan Pergub. Jadi saya berharap denda uang itu ditiadakan," katanya. (*)
Komisi A evaluasi pemberlakuan sanksi pelanggar protokol di Kota Surabaya
Jumat, 2 Oktober 2020 15:40 WIB
Rakyat sudah susah dan harus dibebani denda sanksi administrasi Rp250 ribu merupakan kebijakan tidak elok