Surabaya (ANTARA) - Minat masyarakat Indonesia Timur terhadap lasik mata atau upaya bedah rawat jalan untuk mengobati rabun jauh, rabun dekat dan astigmatisme cukup tinggi, terbukti dari total pasien mata yang memeriksakan diri ke klinik kesehatan mata Ciputra SMG Eye Clinik di Jakarta, sekitar 50-60 persen berasal dari Indonesia Timur.
Direktur Ciputra SMG Eye Clinic, drg Ferra J Papilaya MM, Mars ditemui di Surabaya, Kamis mengatakan, tingginya minat itu membuat dirinya membuka klinik serupa di Surabaya, tepatnya di Skyloft SOHO lantai 8 Ciputra World Surabaya, tujuannya untuk menangkap pasar di Indonesia Timur, khususnya Surabaya dan Jawa Timur.
"Selama ini, mereka kebanyakan ke Jakarta. Dengan hadirnya di Surabaya kami harap bisa menangkap market tersebut di sini, karena selain lebih murah dan dekat otomatis lebih efisien," kata Ferra kepada wartawan.
Ia mengatakan, klinik dengan alat tekonologi modern dari Jerman yang berada di Surabaya itu adalah kali kedua di Indonesia, setelah sebelumnya di Jakarta.
"Biasanya, masyarakat Indonesia memeriksakan mata dengan teknologi serupa di Singapura. Oleh karena itu, kami membidik market di Indonesia, khususnya Indonesia Timur yang cukup tinggi permintaanya," kata Ferra kepada wartawan.
Sementara itu, Penanggung jawab klinik dari Ciputra SMG Lasik Center Dr Syenny Budi Handoko, SpM menjelaskan metode lasik teknologi jerman yakni ReLExQ SMILE tidak membuat flap pada komea seperti yang dilakukan pada metode lasik generasi sebelumnya, melainkan hanya membuat insisi kecil.
"Jadi, proses penyembuhannya jauh lebih cepat dan tindakan laser hanya membutuhkan beberapa detik. Pengerjaan satu mata kira-kira 10 menit saja. Setelah selesai operasi, penglihatan akan mencapai 80 hingga 100 persen, dan da|am beberapa hari jadi betuI-betul bisa bebas dari gangguan mata minus dan silinder," katanya.
Ia menjelaskan, sebelum pelaksanaan lasik, pasien akan melakukan pemeriksaan mata atau yang biasa disebut dengan screening, dimana dari hasil pemeriksaan tersebut dapat diketahui apakah pasien merupakan kandidat yang cocok untuk lasik atau tidak,.
Syenny menegaskan, tidak semua pasien dapat di-lasik, hasil pemeriksaan tersebutlah yang dapat menentukan apakah pasien kelak setelah lasik dapat memiliki penglihatan yang maksimal atau mengurangi mata minus dan silinder mereka, atau memang tidak bisa di-lasik.
"Proses Lasik dapat dikatakan aman karena sebelum di-Lasik calon pasien mengetahui terlebih dahulu apakah mereka adalah kandidat yang tepat untuk di-Lasik atau bukan. Seluruh proses yang dilakukan mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh dokter yang berpengalaman di bidangnya," katanya.
Sementara itu Direktur Ciputra Healthcare, Veimeirawaty Kusnadi mengatakan, hadirnya lasik di Surabaya menjadi solusi bagi masyarakat Surabaya, bahkan masyarakat Jawa Timur yang ingin terbebas dari alat bantu penglihatan tanpa harus ke Singapura atau Jakarta.
"Alat yang ada di sini sama dengan yang ada di Singapura atau Jakarta, jadi tidak perlu jauh-jauh," katanya. (*)