Banjarmasin (ANTARA) - Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Muthia Elma, Ph.D mengemukakan bahwa pembukaan sekolah tetap sangat tidak aman meskipun banyak daerah sudah memasuki zona hijau.
"Keamanan sekolah memang sangat bergantung pada tingkat penularan di masyarakat. Artinya, ketika penularan di masyarakat masih tinggi, risiko penyebaran di tengah-tengah murid sekolah juga tinggi," kata Muthia di Banjarmasin, Jumat.
Baca juga: Mendikbud: Sekolah tatap muka harus dengan persetujuan orang tua
Baca juga: Kemendikbud tegaskan siswa terinfeksi COVID-19 tidak terkait pembukaan sekolah
Menurut dia, sekolah dapat saja dibuka jika daerah sudah mencapai low community transmission rates atau tingkat penularan di komunitas sudah rendah. Parameternya adalah kurang dari satu kasus baru COVID-19 per 100.000 orang per hari.
"Untuk Indonesia belum terpenuhi. Kita masih harus fokus dalam menjaga pengendalian infeksi tingkat populasi," ucap Muthia Elma.
Baca juga: 19 SMA/SMK di Tulungagung siap uji coba pembelajaran tatap muka
Oleh karena itu, lanjut Muthia, rencana pembukaan kembali sekolah di daerah zona hijau dan kuning COVID-19 perlu dikaji ulang. Apalagi, setelah ada peningkatan kasus di sejumlah negara setelah sekolah dibuka.
Sangat disarankan sekolah tetap memberlakukan pembelajaran secara daring atau jarak jauh hingga penularan COVID-19 di masyarakat sudah terkendali.
"Para pemangku kebijakan harus berembuk dengan para ahli pendidikan dan kesehatan masyarakat untuk betul-betul memastikan saat yang aman untuk membuka sekolah tatap muka," tuturnya.
Baca juga: Daerah diminta tutup kembali sekolah jika penularan corona meningkat
Ia menyarankan untuk menghadirkan kurikulum darurat sehingga proses belajar mengajar jarak jauh dapat berlangsung aman, tetapi tidak memberatkan guru, peserta didik dan keluarganya.
Saat ini ada sekitar 276 kabupaten dan kota di Indonesia yang termasuk dalam kategori zona kuning dan hijau, namun di balik rencana pembukaan kembali sekolah tatap muka, ada kekhawatiran potensi besarnya penularan COVID-19 pada anak-anak.
Muthia mengungkapkan dari data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sekitar tiga kali lipat orang berusia muda terdeteksi positif dalam lima bulan terakhir.
Sedangkan di Inggris, dalam dua pekan terakhir, kasus positif di sekolah melonjak sekitar 4,5 persen sampai 15 persen. WHO juga mengingatkan anak dan kelompok usia muda rentan terjangkit COVID-19 dan dapat menimbulkan resiko kematian.
"Ada juga studi yang menyebutkan bahwa kasus kematian anak di Indonesia akibat COVID-19 lebih tinggi jika dibandingkan dengan kasus pada anak secara global," kata dosen Fakultas Teknik ULM itu.