Bondowoso (ANTARA) - Sekitar 1.400 santri Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur, asal Kabupaten Bondowoso mulai kembali ke pondok untuk mengikuti aktivitas belajar dengan penerapan protokol kesehatan untuk pencegan COVID-19 secara ketat, termasuk sebelumnya melakukan isolasi mandiri selama 14 hari.
"Dalam dua hari ini ada sekitar 1.400 santri Nurul Jadid asal Bondowoso yang kembali ke pondok. Nanti, akhir Agustus akan menyusul 500 lebih santri lama dan santri baru yang juga akan berangkat ke pondok," kata Ketua Satgas Pengembalian Santri Nurul Jadid dari Bondowoso H. Tohari di sela melepas keberangkatan santri di Bondowoso, Jawa Timur, Kamis.
Anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa DPRD Kabupaten Bondowoso itu menjelaskan bahwa proses pengembalian santri dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, seperti kewajiban santri melakukan isolasi mandiri selama 14 hari mulai 21 Juli 2020 dan rapid test di masing-masing kecamatan.
"Alhamdulillah, hasil rapid test santri yang akan kembali ke pondok ini semuanya bagus. Mungkin karena mereka sebelumnya sudah melakukan isolasi mandiri," kata pria yang juga alumni Ponpes Nurul Jadid ini.
Ia menjelaskan bahwa pemberangkatan santri asal Bondowoso ini menggunakan dua cara, yakni berangkat secara berombongan dan menggunakan kendaraan pribadi masing-masing wali santri. Selain itu, keberangkatan santri putera dan puteri juga dipisah.
"Hari ini yang berangkat santri putera, kemarin santri puteri. Selain melengkapi diri dengan hasil rapid test dan kewajiban mengenakan masker, saat tiba di pesantren, para santri juga menjalani prosedur protokol kesehatan, misalnya disepmprot disinfektan dan lainnya. Jadi kami sebagai orang tua juga lebih senang anak-anak saat ini kembali ke pondok, dari pada mereka tetap tinggal di rumah," katanya.
Saat memberi sambutan pemberangkatan santri, Tohari banyak memberikan motivasi kepada para santri agar mereka tekun dan konsentrasi belajar.
"Kalian mondok itu ibarat sedang menanam. Saat di pondok ini adalah musim tanam, nanti 20 atau 30 tahun yang akan datang akan masuk pada masa panen. Yang namanya masa tanam itu tentu perlu perjuangan. Dulu saat kami masih berada di masa tanam itu tersiksa, makan tidak sama dengan di rumah, mandi harus antre, tapi kami sekarang sudah menikmati musim panen," kata anggota DPRD beberapa periode itu.
Ia menyebut contoh alumni Ponpes Nurul Jadid yang kini menikmati sukses setelah mengamalkan ilmu dari lembaga pendidikan keagamaan itu. Salah satunya adalah H Araf Sudarman yang juga Ketua Pengurus Pembantu Ponpes Nurul Jadid (P4NJ) di Bondowoso dan kini sudah pensiun dari Kantor Kementerian Agama.
"Beliau ini sudah bolak balik ke Mekkah karena memang merupakan pejabat yang mengurusi haji dan umroh di Kemenag. Ada juga Dr Saiful Bahar, dosen UINSA (Univesitas Islam Negeri Surabaya), yang juga Ketua Dewan Pendidikan Bondowoso. Dulu kami semua di pondok hanya makan tempe dan tahu, itu pun kalau ada," katanya sambil tertawa.
Tohari mengingatkan para santri agar betul-betul memanfaat kehidupan "masa tanam" di pondok agar serius belajar dan mematuhi semua aturan dari pesantren dan para pengasuh.
"Kalian sudah tidak perlu memikirkan biaya, biar lah orang tua yang berusaha. Kalau sekarang kalian tidak mamanfaatkan masa tanam dengan sebaik-baiknya, jangan harap nanti kalian akan menikmati masa panen. Saya tunggu kiprah kalian nanti di Bondowoso untuk menggantikan kami ini," katanya.
Sementara itu, salah seorang wali santri, Imam Fatholla mengatakan sangat senang anaknya sudah kembali ke pondok, sehingga mereka bisa konsentrasi belajar dan aktivitasnya tidak kemana-kamana.
"Kalau di rumah, anak-anak kan masih main kemana-mana. Kami orang tua juga khawatir, apalagi jumlah pasien positif di Bondowoso saat ini sedang naik. Tapi dengan di pondok, kami lega, anak-anak tidak kemana-mana," kata pendidik yang juga alumni Ponpes Nurul Jadid ini. (*)