Banyuwangi (ANTARA) - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengemukakan bahwa dalam menyongsong tatanan kehidupan normal baru atau new normal di sektor pariwisata perlu paradigma baru.
"Ada perbedaan strategis era sebelum COVID-19 dan era normal baru. Ini harus kita pahami agar bisa menang persaingan pariwisata dengan daerah alternatif destinasi lainnya," kata Bupati Anas, saat musyawarah secara virtual bersama dengan pelaku wisata Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa.
Azwar Anas bersama dengan pelaku wisata di Banyuwangi melakukan musyawarah secara dalam jaringan (daring) yang bertujuan membangun kesepahaman paradigma baru dunia pariwisata dalam menghadapi era normal baru.
"Pandemi COVID-19 belum diketahui kapan selesai. Namun, kita tidak bisa berdiam diri. Roda sosial dan ekonomi harus kembali digerakkan, termasuk juga pariwisata, tentu secara bertahap," ujarnya.
Bupati Anas pun menyampaikan enam paradigma baru dunia pariwisata di era normal baru, pertama soal sumber daya manusia (SDM) pariwisata. Katanya, era sebelum COVID-19, nilai yang diunggulkan sebagai jualan adalah keramahan dan kompetensi.
Kompetensi tersebut, lanjut dia, meliputi penguasaan daerah destinasi hingga kemampuan berbahasa asing. Namun, di era normal baru, itu saja tidak cukup, harus ditambah kesehatan.
"Misalnya, jualannya ke depan, ini lho di destinasi kami, hotel kami, para driver kami, sebelum memulai normal baru sudah tes cepat COVID-19. Ini lho kami beri vitamin ke petugas. Secara berkala kami juga kerja sama dengan puskesmas cek kesehatan staf. Itu nanti jadi jualan pikat wisatawan," katanya.
Kedua, pengaturan jam pelayanan, era sebelum COVID-19, dan pelayanan tujuh hari sepekan, dan sebagian bisnis akomodasi pariwisata malah 24 jam sehari, di era normal baru, harus ada waktu libur.
"Perlu libur memberi waktu 'bernafas' untuk kesehatan dan kebersihan. Kafe-resto wajib tutup sehari dalam seminggu untuk pastikan sampah bersih, untuk atur limbah makanan dan sebagainya. Juga destinasi, dalam sepekan libur dua hari misalnya, evaluasi kesehatan dan kebersihannya," ujarnya.
Ketiga, sertifikasi kebersihan dan kesehatan. Dulu, aspek ini belum prioritas. Tapi kini wajib, karena itu menjadi "jualan" ke wisatawan.
"Sehingga Banyuwangi berinisiatif menerapkan stiker tanda normal baru bisnis kuliner dan berlanjut ke hotel, rental mobil, destinasi, dan sebagainya. Ini semacam legitimasi karena berdasarkan disupervisi Dinas Kesehatan, maka sebuah tempat layak disematkan lolos standar normal baru," kata Anas.
Keempat, preferensi wisatawan, yaitu dorongan untuk memilih destinasi tertentu, dan tidak memilih destinasi lainnya. Era sebelum COVID-19 preferensi dipengaruhi viralitas di media sosial yang didorong atraksi ramai dan gegap gempita.
"Namun, di era normal baru, virality akan didorong aktivitas wisata yang membantu menyehatkan wisatawan, seperti outdoor activity, dan juga private tour. Itu karena orang memilih destinasi dan layanan yang aman dari potensi penyebaran virus," ujarnya.
"Dalam hal ini, Banyuwangi punya kelebihan, karena sejak awal mendorong pariwisata berbasis desa dengan keindahan alam dan budaya," tuturnya.
Kelima, aspek akomodasi. Era sebelum COVID-19 wisatawan memilih akomodasi berharga kompetitif. Namun, di era normal baru, wisatawan lebih memilih akomodasi yang menawarkan kebersihan kesehatan, dan keamanan.
Dan keenam aspek atraksi wisata. Jika sebelumnya berlomba menyajikan wisata gebyar dan kolosal, ke depan harus memperhatikan jarak penonton. "Artinya, kapasitas destinasi dan atraksi harus diatur," kata Azwar Anas. (*)