Surabaya (ANTARA) - Yayasan Arek Lintang (ALIT) yang bergerak di bidang Perlindungan Anak menyoroti tingginya perokok anak di Indonesia, atau konsumsi rokok yang dilakukan mereka di bawah usia 18 tahun, sebab setiap tahun datanya terus mengalami peningkatan.
Direktur Eksekutif ALIT Indonesia, Yuliati Umrah , Minggu , mengatakan, berdasarkan data nasional, jumlah perokok usia muda (10-18 tahun) di Indonesia mencapai 7,8 juta anak, atau 9,1 persen, jumlah itu diprediksi terus bertambah menjadi 15,8 juta anak atau 15,91 persen pada 2030.
"Berdasarkan kasus perokok anak di Indonesia, terdapat berbagai alasan anak dan remaja memulai merokok, di antaranya sekedar coba-coba lalu ketagihan, terbiasa melihat anggota keluarga merokok, diajak teman, ingin dianggap seperti orang dewasa, menganggap merokok adalah kegiatan yang keren, tidak ada yang menegur, kurangnya edukasi terhadap bahaya rokok, dan masih terjangkaunya harga rokok leh anak-anak," katanya.
Yayasan ALIT yang berkantor di Ketintang Surabaya itu tidak mempermasalahkan produksi tembakau yang telah dibudidayakan sejak ratusan tahun di Indonesia, dan menjadi salah satu penghasil tembakau terbesar dunia.
"Jutaan orang juga menggantungkan hidup mereka pada industri hasil tembakau, dan memberi pemasukan untuk negara dari tahun ke tahun," kata Yuliati dalam diskusi virtual bersama wartawan di Surabaya.
Namun, kata dia, konteks tembakau tidak serta merta diterima masyarakat, manakala berbicara terkait produk turunannya, yakni rokok yang memunculkan penyalahgunaan, seperti konsumsi rokok yang dilakukan oleh mereka yang dibawah usia 18 tahun.
"Meski pemerintah telah mengatur peredaran dan konsumsi rokok, seperti terkait batasan minimum umur, promosi, distribusi, dan harga serta cukai telah juga dikeluarkan untuk membatasi konsumsi. Namun, aturan tersebut belum cukup ampuh mengatasi persoalan rokok dan anak, faktanya, jumlah perokok anak tiap tahunnya terus mengalami peningkatan," kata Yuliati, menegaskan.
Ia mengakui, satu hal yang juga menjadi faktor pendorong anak dan remaja merokok adalah fenomena mengenai rokok murah, sehingga anak-anak dapat menjangkau rokok dengan mudah.
Oleh karena itu, kata dia, terdapat tiga hal yang harus segera dilakukan agar anak-anak tidak terpapar penyalahgunaan konsumsi rokok.
Pertama, konsistensi pelaksanaan regulasi dan kaidah distribusi. Kedua, pengaturan harga rokok dan mekanisme penjualan yang aman dari jangkauan anak-anak, dan ketiga, edukasi manfaat dan bahaya produk turunan tembakau.
"Hal ini tidak kalah penting dari sekadar penertiban aturan konsumsi, distribusi, dan harga karena anak-anak harus tahu apa sesungguhnya manfaat dan bahaya produk tembakau, khususnya rokok," katanya.
Ia berharap, pemerintah serius dalam penegakkan peraturan, utamanya terkait pengawasan penjualan serta mengawasi harga rokok di pasar. (*)