Surabaya (ANTARA) - Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Prof dr. Chairul Anwar Nidom memastikan kandungan dalam cairan disinfektan baik yang disemprot maupun yang terdapat dalam bilik sterilisasi yang dipasangan di sejumlah titik di Kota Surabaya, Jawa Timur, aman bagi manusia.
"Insya Allah aman untuk manusia, intinya aman asal campurannya benar," kata Prof Nidom yang juga Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Professor Nidom Foundation (PNF) di Surabaya, Minggu.
Menurut dia, benzalkonium chloride yang terkandung dalam disinfektan itu masuk dalam golongan ammonium quartener, dan itu aman untuk manusia karena levelnya tingkat rendah.
Meski benzalkonium chloride ini juga dimanfaatkan untuk penyemprotan kandang binatang, namun Guru Besar Unair Surabaya ini memastikan, bahwa di dalam aturan umum disinfektan itu tidak ada masalah jika digunakan untuk manusia.
"Tapi, yang terpenting adalah tujuannya untuk membunuh mikroorganisme. Nah, kebetulan mungkin banyak dipasarkan di wilayah peternakan, tapi itu tidak ada masalah. Insya Allah aman," katanya.
Hal sama juga dikatakan Ketua Departemen Farmasetika Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga Surabaya (Unair), Retno Sari. Menurut dia, selama ini yang digunakan untuk penyemprotan di bilik sterilisasi atau bilik disinfeksi, sebenarnya itu adalah benzalkonium chloride.
"Prinsipnya dia merupakan kelompok senyawa ammonium quarterner yang bersifat surfaktan," kata Retno Sari.
Menurut dia, surfaktan artinya dia akan mempengaruhi permukaan. Biasanya kalau sabun itu termasuk surfaktan. Bahan aktif sabun itu termasuk surfaktan.
"Artinya kalau kita mencuci tangan dengan sabun, itu bahan-bahan yang lemak protein itu akan berikatan kemudian dia akan terjadi menggumpal kemudian akan merusak," kata Retno Sari.
Dalam hal ini, Retno Sari menjelaskan, bahwa virus merupakan makhluk hidup atau not living organism yang tidak ada dinding selnya namun ada lapisan proteinnya, sehingga kalau protein itu terkena bahan yang sifatnya mempengaruhi sifat permukaannya, maka dia akan menggumpal dan rusak.
"Jadi bahan yang digunakan selama ini untuk bilik itu tentu saja dengan kadar yang aman. Kalau ada yang menyampaikan ada efek samping dan sebagainya semua bahan akan digunakan tidak sesuai dengan kadarnya itu pasti ada efek sampingnya," ujar Retno Sari.
Untuk itu, Retno Sari kembali memastikan, bahwa kandungan yang ada di dalam cairan disinfektan, baik yang disemprot maupun yang terdapat di dalam bilik sterilisasi itu aman. Soal kekhawatiran masyarakat sekarang terkait hal itu, sudah tidak perlu diragukan lagi.
"Bahwa cairan desinfeksi yang dipakai bilik chamber itu cukup aman dan sesuai dengan takarannya," katanya.
Namun demikian, ia juga memaparkan, bahwa proses disinfeksi berbeda dengan sterilisasi. Kalau sterilisasi, maka harus benar-benar steril dan mikrobanya harus 0. Sedangkan disinfeksi, hanya menurunkan jumlah bakteri virus sampai dia tidak membahayakan kesehatan.
Meski bahan yang digunakan sama, baik yang di bilik sterilisasi maupun yang disemprot, namun ia juga tetap menganjurkan masyarakat untuk mandi dan cuci tangan jika sampai di rumah.
"Dalam situasi seperti ini kan semua upaya dilakukan untuk meminimalisir risiko. Jadi pengendaliannya sudah ketat ya," katanya.
Menurutnya, dalam peraturan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terdapat pedoman yang menyebutkan terkait panduan kegiatan menjaga kebersihan lingkungan dan langkah-langkah disinfeksi dalam pencegahan COVID-19. Selain itu juga berdasarkan pedoman dari WHO pada tahun 2020.
"Kemudian bahan-bahan tadi itu juga membunuh virus bakteri dan jamur," katanya. (*)