Surabaya (ANTARA) - Pemberitaan terkait virus corona yang menghiasi berbagai media nasional dan daerah dalam beberapa bulan terakhir, ternyata tidak malah membuat masyarakat cerdas dan semakin tahu mengenai penyakit itu, melainkan menjadi virus baru yang dinamakan "virus ketakutan".
Efek pemberitaan yang gencar ditambahi bumbu-bumbu dalam redaksional serta cara penyampaian presenter TV yang " wah" membuat masyarakat takut, seolah-olah corona itu adalah bangsa Tar-Tar yang cukup kejam dan siap menyerang suatu negara.
Saya menyadari secara subyektif memang tidak semua masyarakat Indonesia berfikir demikian, yakni takut dengan virus yang kali pertama ditemukan dokter mata di rumah sakit Wuhan, China, Li Wenliang.
Namun, setidaknya beberapa status seorang teman di pesan sosial WhatsApp (WA) dan media sosial Instagram (IG) menunjukkan hal itu, yakni ketika seseorang "gebres" (istilah jawa) atau "hacih" (istilah umum) yakni bersin-bersin, maka cara pandang teman di dekatnya sudah berbeda, sebelum adanya pemberitaan mengenai virus tersebut.
Diakui atau tidak, secara rumus dasar sebuah informasi atau berita memang mampu menimbulkan berbagai makna, dan dengan penyampaian yang dibumbui kepentingan tertentu, informasi itu bisa sangat efektif dalam menyampaikan pesan kepada massa.
Hingga detik ini, Indonesia secara umum masih aman dari virus tersebut, hal itu langsung ditegaskan langsung oleh Kepala Negara, Presiden Joko Widodo.
Namun meski sudah ditegaskan aman, masih saja ada masyarakat mencoba menyebarkan beberapa pemberitaan sifatnya menakut-nakuti, baik melalui pesan berantai ke sejumlah grup WA atau di jejaring sosial seperti halnya Facebook, instragram atau twitter.
Tentunya, corona virus yang kini menjadi trending topik di beberapa media belahan dunia, tidak lagi menyerang secara fisik, melainkan psikologi massa melalui pemberitaan.
Saya jadi teringat dengan pesan Kepala Negara Joko Widodo dalam pidato di acara Hari Pers Nasional (HPN) 2020 di Banjarmasin, yakni "Masyarakat yang sehat adalah masyarakat yang mendapatkan informasi sehat, dan informasi yang sehat berasal dari wartawan yang berkualitas serta ekosistem yang sehat" .
Oleh karena itu, mari kita hentikan untuk menyebarkan informasi yang tidak sehat dan perlu kiranya lebih mengedukasi masyarakat dengan informasi yang mendidik, salah satunya dengan informasi yang menumbuhkan semangat positifisme.