Surabaya (ANTARA) - Mudik adalah aktivitas tahunan masyarakat di Tanah Air pada saat momen Lebaran tiba, rutinitas tahunan ini sebagian besar terjadi di Pulau Jawa dan merupakan dialektika khas orang-orang Jawa untuk kembali ke kampung halamannya.
Pemerintah sebagai salah satu operator dalam budaya mudik ini mengetahui jelas bahwa aktivitas tahunan ini membawa dampak pergerakan pemerataan ekonomi nasional yang cukup besar dari kota ke desa, sehingga setiap tahunnya selalu ada pembenahan dan penambahan fasilitas untuk menunjang kelancaran kegiatan ini.
Pada tahun ini, mudik memiliki wajah baru dengan rampungnya tol trans-Jawa yang menghubungkan sisi barat dan timur Pulau Jawa, dan pastinya ada perbedaan dengan tahun sebelumnya.
Tentunya, dari sisi perjalanan dan jarak tempuh antarkota di Pulau Jawa kini semakin dipercepat, sebab bentangan ruas tol mampu mempersingkat jarak.
Contoh sederhana di Jawa Timur, seperti perjalanan dari Surabaya-Malang yang sebelumnya harus ditempuh 3-4 jam, kini bisa dipersingkat hanya dengan 1,5 jam melalui ruas tol Surabaya-Pandaan-Malang.
Begitu pun Surabaya-Banyuwangi, dari awalnya pemudik harus menempuh 7-8 jam, namun dengan hadirnya tol yang kini masih berfungsi hingga Probolinggo membuat waktu tempuh bisa dipersingkat menjadi 4 jam, dan ke depan setelah tersambung dari Surabaya-Banyuwangi waktu tempuh bisa semakin dipersingkat menjadi 3 jam.
Ringkasnya jarak tempuh antarkota itu bisa dicapai dengan rata-rata kecepatan yang telah ditentukan di jalan tol yakni antara 80-120 km/jam. Bahkan, bisa dipersingkat lagi ketika kendaraan yang ditumpangi mampu menempuh kecepatan di atas rata-rata. Namun, tentunya hal ini sangat berisiko pada keselamatan pengendara.
Sebab, prinsip berkendara itu bukan kecepatan yang menjadi tolok ukur mahir tidaknya seorang sopir, melainkan keselamatan yang menjadi kunci utama suksesnya pengendara itu sampai di tujuan.
Prinsip itu sesuai dengan keberadaan jalan tol yang sebagian telah rampung dibangun, yakni jalan bebas hambatan yang mempermudah akses pengendara, dengan tetap mengontrol kecepatan agar tidak melebihi batas maksimum, bukan sirkuit tempat adu balap dan kecepatan antarpengendara.
Sebab, rangkuman kejadian kecelakaan yang selama ini terjadi di beberapa ruas tol, lebih disebabkan pengendara yang tidak mampu mengontrol batas maksimum kecepatan kendaraanya, sehingga kehilangan kendali kemudi.
Sesuai prinsip gravitasi, semakin cepat sebuah kendaraan, maka semakin diperlukan konsentrasi lebih mengendalikannya, karena sedikit saja kehilangan kendali dan hilang konsentrasi, tentu mengganggu stabilisasi kendaraan yang bisa berujung pada kecelakaan.
Oleh karena itu, wajah baru mudik nasional ini mari kita sikapi dengan bijak dengan mensyukuri dan menjadikan lebih mudah, bukan menjadikan malapetaka.
Salam senyum, senang, selamat selama mudik.