Jakarta (ANTARA) - PT Telekomunikasi Seluler atau Telkomsel pada Senin (13/1) resmi memiliki Direktur Utama baru yakni Setyanto Hantoro, menggantikan Emma Sri Martini.
Berdasarkan penelusuran Antara dari berbagai sumber, sosok yang menginjak usia 45 tahun pada 2020 tersebut merupakan lulusan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom pada 1995 dengan gelar Sarjana Teknik Industri.
Dia kemudian meneruskan pendidikan ke jenjang Magister di Sekolah Tinggi Manajemen Bandung pada 2003 dan lulus dengan menyandang predikat Magister Manajemen.
Setyanto Hantoro merupakan sosok lama dan berpengalaman yang malang melintang dengan menempati berbagai posisi di BUMN Telkom.
Dia pernah menjabat sebagai Assistant Vice President Business and Financial Analysis Telkom periode 2009 sampai 2010, kemudian Assistant Vice President Business Portfolio and Financial Planning periode 2010 sampai dengan 2012, lalu VP Strategic Investment Execution periode 2013-2016, dan EVP Strategic Investment periode 2016-2019.
Sebelum menjabat sebagai Direktur Utama Telkomsel, Setyanto merupakan Direktur Utama PT. Multimedia Nusantara (TelkomMetra), subsidiari PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) yang bergerak di bidang Informasi, Media dan Edutainment, sejak November 2019.
Ia juga merupakan Komisaris PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), Komisaris PT Jalin Pembayaran Nusantara (JALIN), dan Komite Investasi PT Metra Digital Investama (MDI).
Pada Senin (13/1), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom Indonesia) dan Singapore Telecommunications Ltd (SingTel) selaku pemegang saham mengangkat Setyanto Hantoro sebagai Direktur Utama Telkomsel.
Pengangkatan Setyanto Hantoro sebagai Direktur Utama Telkomsel mengisi posisi tersebut yang sebelumnya vakum, setelah ditinggalkan Emma Sri Martini.
Emma Sri Martini sebelumnya menjabat Direktur Utama PT Telkomsel sejak Mei 2019.
Emma kemudian ditunjuk sebagai Direktur Keuangan Pertamina bersama Basuki Tjahaja Purnama menjadi komisaris utama, Budi Gunadi Sadikin sebagai wakil komisaris utama dan Condro Kirono sebagai komisaris pada bulan November 2019.
Selain mengangkat Setyanto Hantoro sebagai Dirut baru Telkomsel, Telkom dan SingTel juga menunjuk Venusiana Papasi sebagai Direktur Network Telkomsel.
Tinggalkan 2G
Sebagai Dirut baru Telkomsel, Setyanto Hantoro perlu menuntaskan sejumlah tugas dan tantangan yang dihadapi oleh anak perusahaan Telkom dan SingTel tersebut.
Salah satunya memenuhi permintaan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate untuk secara perlahan mengalihkan jaringan 2G dan 3G ke 4G bagi daerah terluar, terdepan dan tertinggal atau 3T.
Menkominfo Johnny mengatakan bahwa migrasi jaringan 4G bertujuan untuk bersiap ke peralihan jaringan 5G di masa mendatang. Johnny juga melihat perpindahan ke jaringan 4G sebagai usaha untuk mendorong kecepatan data transmisi di daerah terpencil.
Sementara itu VP Network Operation Quality Management Telkomsel Jabodetabek Jabar, Awal R Chalik menyampaikan bahwa Telkomsel telah banyak mengurangi site 3G, di mana Base transceiver station (BTS) 3G existing kini telah banyak di-upgrade ke 4G.
Jaringan 4G Telkomsel saat ini telah mencakup lebih dari 90 persen wilayah di Indonesia, dengan lebih tepatnya telah menjangkau 97 persen wilayah Jakarta.
Wilayah di luar pulau Jawa, menurut Awal, menjadi tantangan tersendiri dalam menghadirkan 4G karena sebagian besar wilayah tersebut masih menggunakan radio dan satelit.
Meski begitu, layanan 4G di wilayah 3T sangat memungkinkan untuk digelar dengan memanfaatkan Palapa Ring.
Hingga saat ini, Telkomsel telah menggelar lebih dari 209.000 unit BTS di seluruh Indonesia, termasuk di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) dan kawasan perbatasan. Dari jumlah tersebut, lebih dari 77.000 di antaranya merupakan BTS 4G.
Lebih lanjut, untuk mengakselerasikan jangkauan serta kualitas jaringan 4G di Indonesia, Telkomsel mengimplementasikan teknologi 4G LTE ini di seluruh BTS yang menggunakan frekuensi 900Mhz.
Menuju 5G
Tidak hanya harus memenuhi permintaan Menkominfo untuk perlahan-lahan mengalihkan jaringan 2G dan 3G ke 4G, Dirut baru Telkomsel juga perlu menuntaskan upaya mencapai jaringan 5G.
General Manager Network Strategic Roadmap Telkomsel, Christian Guna Gustiana menjelaskan bahwa sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia saat memasuki era jaringan telekomunikasi generasi kelima (5G), salah satunya adalah menyiapkan seluruh ekosistem sebelum 5G benar-benar diimplementasikan.
Tantangan pertama, menurut Christian adalah spektrum. Saat ini spektrum yang paling banyak dipakai oleh operator global adalah 3,5GHz, 2,6GHz dan 26GHz. Namun, 3,5GHz dan 2,6GHz saat ini sedang digunakan, sementara frekuensi yang kosong 26GHz secara coverage tidak terlalu baik.
Selain dari segi spektrum, yang berpengaruh pada regulasi, membangun ekosistem 5G juga menjadi tantangan tersendiri, yakni migrasi penggunaan perangkat 4G ke 5G.
Meski begitu, Christian melihat sinyal positif dari manufaktur ponsel. Jika dibandingkan saat peralihan 3G dan 4G yang membutuhkan waktu dua hingga tiga tahun, implementasi 5G pada perangkat mobile jauh lebih cepat.
Tidak hanya dari segi adopsi, dari segi teknis, Christian menjelaskan untuk coverage yang sama 5G membutuhkan jumlah BTS empat kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan 4G.
Sementara itu, soal keamanan siber, 4G tidak jauh berbeda dengan 5G dari segi akses coverage. Namun, 5G memungkinkan jaringan private, sehingga dari segi keamanan 5G dimungkinkan untuk jauh lebih aman.
Begitu pula dari segi power. Teknologi 5G membutuhkan power tiga kali lipat lebih besar dibanding 4G. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa investasi yang dibutuhkan sangat besar. Namun, Christian mengatakan Telkomsel dapat menggunakan BTS yang ada dengan meng-upgrade sejumlah modul.
Oleh sebab itu, strategi yang dilakukan Telkomsel dalam menjalankan teknologi 5G untuk industri akan berbeda dari saat peralihan 3G ke 4G, yakni dengan pendekatan berdasarkan kebutuhan. Mengenai kondisi geografis, menurut Christian, tidak menjadi masalah dalam upaya penerapan jaringan 5G. (*)