Surabaya (ANTARA) - Lukisan langit yang menghiasi Athletic Stadium Clark City, Filipina pada penutupan SEA Games 2019 menandai berakhirnya pelaksanaan olahraga terbesar dua tahunan di Asia Tenggara malam itu.
Usai antraksi lukisan dari sorot lampu, kemudian disusul kemeriahan kembang api yang berlangsung selama kurang lebih 10 menit. Dar..der..dor.. suara kembang api itu bersahutan dan membuat masyarakat histeris senang.
SEA Games 2019 telah berakhir, namun bagi sebagian pengurus kontingen Indonesia, termasuk saya pribadi ada hal yang "nyesek" atau mengganggu dada, karena posisi Indonesia yang jauh dari harapan awal, yakni hanya finish di posisi keempat
Mengapa "nyesek"?, karena Indonesia sempat berada di peringkat kedua dalam beberapa hari, dan optimistis tidak akan terkejar perolehan medali, sebab SEA Games segera berakhir hanya dalam hitungan jam saja.
Namun set..set..wet..wet tiba-tiba dua negara dengan mudahnya melangkahi Indonesia, yakni Vietnam dan Thailand. Ibu Pertiwi pun harus melorot ke peringkat keempat hingga finish.
Beberapa pengurus kontingen pun hanya bisa melongo melihat melorotnya secara drastis posisi Indonesia di klasemen.
Apa gerangan yang terjadi?, semua mencari-cari penyebabnya, hingga menemukan jawaban yakni kurang siapnya beberapa cabang olahraga mengikuti SEA Games 2019 hingga akhirnya tidak bisa berpartisipasi di event tersebut.
Ketidaksiapan itu bukan karena tidak adanya atlet atau pembinaan, namun lebih karena dualisme kepengurusan di cabang olahraga hingga mengorbankan keikutsertaan di SEA Games 2019.
Atlet pun harus meradang dan merana, karena tidak bisa tampil, sebab tidak ada wadah yang membawahinya untuk mendaftarkan ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) agar diikutsertakan di SEA Games 2019.
Salah satunya adalah hoki indoor. Akibat dualisme kepengurusan, hoki dilarang tampil di SEA Games 2019 Filipina karena tim yang berangkat tidak diakui Federasi Hoki Asia (AHF), padahal cabang ini mempunyai potensi yang bisa menambah pundi emas untuk mempertahankan posisi Indonesia di peringkat kedua kala itu.
Berikutnya adalah gulat, yang hingga kini tidak jelas arah pembinaanya, akibatnya atlet gulat nasional tidak bisa tampil di SEA Games 2019, padahal juga mempunyai potensi medali emas yang mempertahankan Indonesia di posisi kedua.
Tentunya, masih ada masalah-masalah lain yang juga turut membuat hasil SEA Games 2019 begitu "nyesek" di dada, sehingga tidak bisa mempertahankan posisi kedua yang menjadi harapan Presiden Joko Widodo.
Apa pun alasannya, kini SEA Games 2019 telah berakhir dan patut disyukuri secara umum. Karena sebagian atlet juga telah berjuang keras merebut medali atas nama bangsa dan negara.
Tentunya, atas nama bangsa dan negara pula ego diri masing-masing pengurus cabang olahraga yang masih terpecah harus dibenamkan dalam-dalam, dan menumbuhkan satu kepentingan, yakni kepentingan nasional untuk menuju "We Win As One" yang sejati. (*)
Menuju "We Win As One" sejati
Minggu, 15 Desember 2019 16:55 WIB
Atlet pun harus meradang dan merana, karena tidak bisa tampil, sebab tidak ada wadah yang membawahinya untuk mendaftarkan ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) agar diikutsertakan di SEA Games 2019