Surabaya (ANTARA) - Jika Kementerian Pariwisata memiliki program "Visit Indonesia”, maka Bojonegoro, salah satu kabupaten di Jawa Timur, ini memiliki program serupa, yakni "Pinarak Bojonegoro". Visit Indonesia dalam bahasa Inggris berarti "Kunjungi Indonesia", sedangkan "Pinarak Bojonegoro" yang menggunakan bahasa Jawa berarti "silahkan berkunjung ke Bojonegoro".
Bojonegoro merupakan satu dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Bojonegoro berbatasan langsung dengan lima Kabupaten, yaitu Kabupaten Tuban di bagian utara, Kabupaten Lamongan di bagian timur, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ngawi di bagian selatan, serta Kabupaten Blora di bagian barat.
Bojonegoro dalam beberapa waktu terakhir mencuat namanya seiring dengan aktivitas pengeboran minyak dan gas (migas) di kawasan itu, utamanya Blok Cepu. Daerah ini berada di perbatasan Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro, sedangkan Cepu sendiri sebenarnya adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Kawasan Bojonegoro, Blora dan sekitarnya, konon merupakan kawasan yang memiliki kandungan minyak dan gas (migas) cukup besar. Proses pengeboran masih berlangsung hingga saat ini.
Oleh karena itu, jika menyusuri daerah-daerah di Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Blora dan sekitarnya akan mudah menemui pegunungan kapur ditumbuhi tanaman jati, dan terdapat sumur-sumur pengeboran migas di dalamnya.
Meski pembangunan daerah di Kabupaten Bojonegoro belakangan ini cukup terbantu dengan bagi hasil migas, tapi daerah ini tampaknya tidak ingin berdiam diri. Bojonegoro berupaya mengembangkan pula potensi-potensi lain yang dimiliki, khususnya pariwisata.
Bupati Bojonegoro Anna Muawanah dan Wakilnya Budi Irawanto, bahkan dalam peringatan setahun memimpin "Kota Tayub" pada 24 September lalu menegaskan bahwa Bojonegoro tidak boleh terlena dengan potensi migas yang dimilikinya.
Bojonegoro harus terus berbenah. Bojonegoro kini terus berhias diri. Taman-taman kota dipercantik, layanan publik dipermudah, infrastruktur jalan diperbaiki, sarana kesehatan dilengkapi dan bahkan sektor pertanian difasilitasi untuk bisa berkembang, kata Anna Muawanah ketika berdialog dengan para pimpinan media di Jatim beberapa waktu lalu.
Langkah tersebut tentu sangat wajar karena migas merupakan tambang dari fosil dan tidak bisa diperbarui. Cepat atau lambat, suatu saat kandungan tambang tersebut akan habis. Padahal, pembangunan harus terus berlanjut.
Di sektor pariwisata, Bojonegoro telah melabeli program kepariwisataannya dengan nama "Pinarak Bojonegoro". “Pinarak” berasal dari bahasa Jawa “monggo pinarak”, yang artinya silahkan singgah atau mampir. Monggo pinarak merupakan Bahasa Jawa halus yang lazim digunakan sebagian masyarakat untuk sesorang singgah ke rumahnya.
Potensi Besar
Bojonegoro, kata Anna Muawanah, memiliki potensi wisata dan budaya yang sangat besar. Namun, potensi itu tidak akan memberikan manfaat apa-apa jika tidak dilakukan langkah- langkah nyata yang mengarah pada pengembangan dan pemberdayaan masyarakatnya.
Oleh karena itu, Anna Muawanah, berpikir jauh ke depan. Demi kehidupan dan kesejahteraan masyarakatnya, pembangunan Bojonegoro harus terus berjalan pascatambang. Masyarakat Bojonegoro tidak boleh tercerabut dari akar kehidupan sehari-harinya. Bojonegoro harus terus mengembangkan potensi yang dimiliki demi keberlanjutan pembangunan.
Ia menyadari Bojonegoro membutuhkan jaringan kerja sama yang lebih luas baik regional, nasional maupun internasional untuk mengembangkan pariwisatanya. Sementara itu, secara internal, jajaran kepariwisataan Bojonegoro juga harus terus berbenah.
Dengan upaya yang simultan, ia optimistis sektor pariwisata akan mampu menjadi pengungkit bagi perputaran roda perekonomian masyarakat.Apalagi, jika dilihat dari kontribusi sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) cenderung terus meningkat.
Kontribusi PAD dari obyek wsiata Dander Water Park, Waduk Pacal dan Kayangan Api saja pada 2016 tercapai Rp1,5 miliar dari target Rp1,1 miliar, pada 2017 tercapai Rp1,3 miliar dari target Rp1,0 miliar, pada 2018 dari target Rp1,2 miliar teralisasi 1,23 miliar. Sedangkan kontribusi pada 2019 ditargetkan sebesar Rp2,0 miliar.
Padahal, Bojonegoro memiliki banyak potensi wisata yang diharapkan mampu menjadi pundi-pundi bagi peningkatan PAD setempat. "Jumlah kunjungan wisata pada tahun 2017 sebanyak 693.611 orang, meningkat menjadi 1.184.426 pengunjung di tahun 2018. Atau terjadi
kenaikan sebesar 70,76 persen,” kata Bupati Bojonenegoro, Anna Muawanah, memberikan gambaran semakin meningkatnya kunjungan wisatawan ke daerahnya.
Bojonegoro memiliki potensi wisata alam, wisata seni budaya, serta wisata agro. Objek wisata itu diantaranya wisata alam Kayangan Api di Sendangharjo, Waduk Pacal di Kedungsumber, Wana Wisata Dander di Dander, Little Teksas Wonocolo di Kedewan, dan Wisata alam Alam Atas Angin di Sekar.
Objek wisata lainnya, wisata agro Salak Wedi yang rasanya manis, masir, renyah, segar dan besar di setiap pekarangan penduduk di Desa Wedi dan sekitarnya, Desa Wisata Agro Belimbing Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu, serta wisata agro penghasil pepaya manis Kalifornia di Desa Bakalan, Kecamatan Kapas, Bojonegoro.
Selain itu, Bojonegoro yang juga dikenal sebagaui "Kota Jati" memiliki sentra kerajinan mebel kayu jati kualitas ekspor, kerajinan bubut cukit, kerajinan limbah kayu, kerajinan batu onix, produsen jajanan ledre, maupun rengginang singkong.
Kerajinan bubut cukit yakni cinderamata berbahan kayu jati khas Bojonegoro seperti miniatur mobil, sepeda motor, becak, kereta api, jam dinding atau guci, dan hiasan interior rumah.
Bojonegoro juga memiliki tambang batu onix yang cukup melimpah sehingga berbagai produk kerajinan onix dapat dihasilkan dengan kualitas sangat memuaskan. Pusat kerajinan batu onix terdapat di Kecamatan Bubulan.
Sementara itu, ledre adalah makanan khas Bojonegoro seperti emping gulung dengan aroma khas pisang raja yang manis. Sedangkan rengginang singkong merupakan oleh-oleh yang bisa didapatkan di Bojonegoro. Rengginang yang biasanya berbahan baku ketan, di daerah ini
dikembangkan dengan bahan baku ketela pohon.
Selain atraksi wisata tersebut, Bojonegoro yang konon juga menyimpan sejarah Kerajaan Malawapati dengan rajanya Anglingdarma itu juga memiliki khazanah seni budaya yang menarik yakni wayang dan tari Thengul, serta tradisi masyarakat Samin di Desa Margomulyo.
Bupati Bojonegoro Anna Muawanah, yang pada awal 2019 telah meluncurkan "Calender Event 2019" guna mengenalkan lebih dekat mengenai atraksi pariwisata yang bisa dinikmati di Bojonegoro selama setahun, juga bertekad membedah akses dari dan menuju Bojonegoro.
"Kita akan perlebar jalan dari sisi timur, dari arah Surabaya, sehingga arus kendaraan bermotor lebih lancar lagi. Selain itu, kita berharap akses keluar masuk jalan tol melalui Sekar bisa diperlebar," katanya. Akses lainnya, Pemkab Bojonegoro kini juga menjajaki kerja sama dengan PT INKA dan PT KAI untuk penyediaan moda transportasi kereta api.
Dengan upaya serius, tidak menutup kemungkinan sektor pariwisata Bojonegoro akan menjadi pengungkit perekonomian masyarakatnya selain migas. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bojonegoro bahkan menargetkan kunjungan wisatawan ke sejumlah objek wisata di "Kota Ledre" pada 2019 mencapai 1,5 juta orang. (*)
Pengungkit ekonomi itu adalah "Pinarak Bojonegoro"
Senin, 7 Oktober 2019 15:49 WIB