Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota Surabaya menjamin adanya kesetaraan dan membuka peluang yang sama bagi warga asli maupun pendatang yang ingin berhasil di ibu Kota Provinsi Jawa Timur ini.
"Peluang untuk sama-sama belajar dan berkembang di sini sangat terbuka lebar. Pemkot telah memfasilitasi semua yang punya keinginan untuk maju dan hidup lebih baik. Melalui berbagai pelatihan yang disediakan," kata Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Surabaya, M. Fikser di Surabaya, Kamis.
Menurut pejabat asal Serui, Papua ini, selain menyandang predikat sebagai Kota Pahlawan yang sarat nuansa historis, Surabaya juga dikenal sebagai kota multi-kultural. Beragam etnis hidup berdampingan dengan harmoni.
Keragaman itulah yang membentuk karakter Surabaya sebagai kota yang tolerans dan menjadikan wilayah ini sebagai rumah bersama, rumah untuk semua.
Sejak era kerajaan, lanjut dia, masa kolonial hingga pascakemerdekaan, Surabaya selalu memegang peranan sebagai kota pelabuhan. Tak heran banyak pendatang dari daerah atau negara lain yang singgah, bahkan kemudian menetap.
"Sejak zaman dahulu hingga sekarang, warga Surabaya memang sudah terbiasa dengan keberagaman penduduk," katanya.
Fikser mengatakan di Kota Surabaya ini, segala macam etnis, suku atau ras bisa dijumpai, mulai dari suku Jawa, Batak, Karo, Papua, Madura, Dayak, Bugis, dan seterusnya. Juga ada komunitas masyarakat Tionghoa, Arab, India, hingga Korea.
Setiap tahunnya, mereka selalu diberikan ruang untuk ikut menyemarakan agenda Parade Surabaya Vaganza dalam rangka Hari Jadi Kota Surabaya. Sebab, Pemkot Surabaya menyadari bahwa keberagaman merupakan fondasi yang kuat bagi kota ini untuk terus bergerak maju.
Bahkan, kata dia, Pemkot Surabaya acapkali memberikan kesempatan berbagai budaya untuk tampil di event-event besar. Sebut saja Cross Culture Festival alias Festival Seni Lintas Budaya yang digelar setiap tahun. Acara tersebut merupakan ajang memperkenalkan tampilan budaya dari dalam dan luar negeri.
"Agenda welcome dinner juga menjadi ajang unjuk budaya. Dalam beberapa kesempatan, pemkot menampilkan ragam tarian khas Surabaya hingga tarian asal Papua. Ini merupakan bukti bahwa Surabaya menghargai keberagaman dan kesetaraan," ujar Fikser.
Selain itu, Surabaya juga terbuka di bidang ekonomi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tercatat beberapa kali Surabaya kedatangan rombongan tamu dari Papua. Tujuannya, untuk mengikuti ragam pelatihan yang disediakan pemkot, di antaranya pelatihan kuliner, sepatu, kerajinan tangan, dan sebagainya.
Ada pula Co-Working Space KORIDOR yang selalu terbuka bagi siapa saja. Para pemuda Papua juga pernah menimba ilmu cara berbisnis dengan memanfaatkan media sosial di tempat ini.
Ketua Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya (IKBPS) Peter Frans Rumaseb mengatakan Surabaya adalah tempat yang nyaman ditinggali oleh siapa pun, baik warga asli maupun pendatang.
"Itu sangat terlihat sekali dalam kehidupan sehari-hari. Kota ini memberikan peluang yang sama bagi semua orang yang punya tekad untuk sukses," katanya.
Hal sama juga dikatakan Ketua Komunitas Tionghoa Surabaya, Chandra Wurianto Woo. Ia mengatakan semua warga yang tinggal di Surabaya saling menghormati.
"Kita buktikan di acara-acara seperti Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) kita bersatu terus, semoga kerukunan ini bisa jalan terus sampai akhir," katanya.
Anggota Perkumpulan Suku Karo di Surabaya, Murphin Josua Sembiring mengatakan Kota Surabaya sudah menjadi tempat berkumpulnya seluruh marga Suku Karo yang tinggal di beberapa kabupaten/kota di sekitar Surabaya.
"Kami merasa nyaman di sini sehingga rutin setiap beberapa bulan kami mengadakan pertemuan untuk mengenang desa kami," katanya.
Anggota Komunitas Arab di Ampel, Surabaya, Abdullah Muhammad Al Batati mengatakan di kawasan Ampel terdapat tiga komunitas besar, yakni Arab, Jawa dan Madura. Selama ini, belum pernah ada benturan antar komunal dari berbagai suku bangsa yang berbeda itu.
"Walaupun berbeda suku bangsa dan agama, tapi semua saling menghormati satu sama lain," katanya.
Ketua Umum Kerukunan Keluarga Kawanua Surabaya, Noufry Rondonuwu, mengatakan toleransi yang ada di Surabaya sangat tinggi. "Sebagaimana kami di Minahasa, Sulawesi Utara. Persaudaraan yang kami bangun tidak melihat budaya, suku atau agama dari setiap orang," katanya. (ADV)
