Tulungagung (Antaranews Jatim) - Suasana riuh masih memadati area GOR Lembu Peteng, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Puluhan perempuan sorak sorai begitu para emak-emak masuk ke area pertandingan.
Dengan seragam khasnya, mereka percaya diri dan siap bertanding. Soal usia, jangan tanya. Sudah tidak muda lagi. Bahkan, ada yang sudah punya cucu. Namun, semangat mereka laiknya anak 17 tahun.
Berlima, para emak-emak bersiap di posisi. Ada yang di bagian depan menghadang tim, tengah dan belakang. Mereka menempati garis-garis persegi panjang yang telah dibentuk.
Di sisi lain, ada emak-emak yang mengatur strategi untuk bisa lolos dalam hadangan tim lawan. Ada yang mencuri-curi kesempatan, di pojok kiri ada juga yang di pojok kanan. Begitu ada peluang, langsung melesak lari hingga keluar dari garis dan kembali lagi. Begitu seterusnya.
Para emak-emak ini memang asyik dengan permainan mereka. Bukan sekedar permainan, tapi mereka berolahraga. Orang-orang menyebutnya dengan hadang.
Mendengar nama hadang, mungkin masih asing di telinga. Namun, jika gobak sodor, yang terngiang adalah sebuah permainan tradisional melibatkan lima orang pemain inti dan tiga cadangan untuk bermain.
Ya, permainan ini memang lumrah disebut gobak sodor. Istilah ini populer di Jawa. Di kota lain, namanya beda. Di Kepulauan Natuna dikenal dengan nama Galah, sementara di Riau dikenal dengan nama Galah Panjang. di daerah Riau Daratan dikenal dengan nama Cak Bur atau Main Belon. Sedangkan di Jawa Barat, nama permainan ini adalah Galah Asin, di Makasar disebut Asing dan di daerah Batak Toba disebut Margala.
Permainan ini bukan hanya seru diikuti anak-anak melainkan juga orang dewasa. Usia nyatanya tidak menjadi pengaruh. Terbukti dalam gelaran Pekan Olahraga Nasional (POP) 2018 yang digelar oleh Pengurus Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama di GPR Lembu Peteng, Kabupaten Tulungagung.
Acara yang berlangsung 20-24 Juli 2018 hasil kerjasama antara Fatayat NU dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga itu terbukti menyita banyak perhatian. Permainan tradisional hadang berhasil menyedot mata para penonton, membiusnya dengan suguhan pertandingan yang seru.
Kendati peserta perempuan dan tidak lagi muda, para pemain tetap menyuguhkan permainan yang asyik. Tak jarang karena saking semangatnya, hingga terjatuh berguling. Luka tentunya. Di tangan, kaki. Tapi, itu terbukti tidak jadi soal, mereka tetap semangat bertanding.
Ketua PP Fatayat NU Anggia Ermarini menyebut, hadang menjadi salah satu olahraga yang favorit di masyarakat. Terlebih lagi, usia dan jenis kelamin tak jadi soal. Hal itulah yang menjadi salah satu pemilihan olahraga tradisional ini dalam ajang POP 2018.
Di permainan hadang, ada banyak hal yang bisa diambil, misalnya kekompakan, mempertahankan tanah, hingga beragam strategi lain. Strategi jitu kudu diambil, agar bisa mengecoh lawan dan mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya.
"Gobak sodor adalah permainan tradisional yang kami pilih mewakili olahraga lainnya. Dan, ini juga permainan favorit sejak zaman dulu, tanpa memandang usia," kata dia, Senin.
Dirinya tidak muluk-muluk mengadakan kegiatan ini, melainkan ingin mengajak untuk menciptakan budaya olahraga. Zaman dulu, permainan menjadi kegiatan yang menyenangkan, tapi sekarang dengan kecanggihan teknologi, anak-anak lebih suka bermain gawai.
Padahal, dengan gawai justru mengurangi interaksi dengan teman-teman. Padahal, dengan bermain sekaligus bisa mengasah strategi, olah tubuh. Interaksi juga menjadikan tubuh lebih sehat, sebab badan selalu gerak.
Perempuan, kata Anggi, adalah tiang penyangga keluarga. Sudah menjadi kebiasaan perempua, ibu mengingatkan pada seluruh anggota keluarga terutama anak-anaknya. Perempuan mengajarkan shalat, mengarkan mandi yang bersih dan beragam kegiatan lainnya.
Olah tubuh dianjurkan untuk selalu menjadi kebiasaan. Hal itu lumrah, sebab tanpa badan yang sehat bagaimana bisa membuat keluarga juga menjadi lebih sehat.
Anggita menyebut, di fatayat sebenarnya selalu diajarkan gerakan masyarakat sehat, yakni makan buah serta sayur, tes kesehatan secara teratur, dan gerak fisik. POP 2108 juga menjadi ajang untuk melakukan gerakan masyarakat sehat.
"Kami punya visi membudayakan olahraga. Bukan orientasi sebagai atlet, tapi kami olahraga jadi kebutuhan. Jika ini sudah jadi gaya hidup, tentunya prestasi untuk diri sendiri dan keluarga," ujar Anggia.
Hadang memang bukan satu-satunya olahraga yang dipertandingkan dalam POP 2018. Ada bola voli serta bulu tangkis. Dua olahraga itu juga besar peminatnya. Bahkan, animo peserta luar biasa.
Peserta adalah organisasi perempuan se-Jatim. Mereka berasal dari berbagai daerah. Setiap cabang olahraga dibatasi hanya 16 klub, sehingga sesuai dengan jadwal.
Dukungan Pemerintah
Kementerian Pemuda dan Olahraga memang menggandeng Fatayat Nahdlatul Ulama sebagai organisasi perempuan menyelenggarakan kegiatan POP Regional Jatim di Kabupaten Tulungagung tersebut. Kendati diselenggarakan fatayat, nyatanya peserta juga beragam latar belakang.
Ada dari fatayat, persatuan wanita olahraga seluruh Indonesia (Perwosi), tim Bhayangkara Polrestabes Surabaya, PKK, hingga Muslimat NU.
Deputi Pembudayaan Olahraga Kemenpora Raden Isnanta yang hadir dalam acara pembukaan pada Jumat (20/7) mengungkapkan program ini memang baru. Kemenpora bekerjasama dengan fatayat dalam kegiatan itu. Kegiatan POP tersebut masih uji coba dan berlangsung di Pulau Jawa.
"Tahun depan akan diperluas ke Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Bali dan sebagainya," kata Isnanta.
Dirinya mengapresiasi animo peserta cukup bagus. Dengan itu, program sesuai dengan targetan pemerintah yang ingin meningkatkan derajat kebugaran jasmani dengan olahraga. Peran perempuan penting di keluarga.
Di Indonesia, tingkat kebugaran jasmani, termasuk perempuan masih rendah sekitar 18 persen. Sedangkan, sisanya 82 persen masih perlu ditingkatkan.
"Jika manusia sehat, bugar, maka anggaran kesehatan juga semakin berkurang karena kita mengadakan pencegahan, preventif dengan olahraga," tambah dia.
Ketua Umum Komunitas Olahraga Tradisional Indonesia (KOTI) Suherman sangat mendukung kegiatan POP yang digelar oleh Fatayat NU bekerjasama dengan Kemenpora tersebut. Kendati olahraga tradisional, nyatanya masyarakat sangat antusias ikut.
Ia mengakui, di Kemenpora untuk olahraga tradisional memang masih belum ada cabang secara resmi di bawah KONI, namun diangankan ke depan olahraga ini bisa mempunyai kepengurusan resmi.
KOTI mengajak masyarakat untuk memainkan beragam permainan tradisional sekaligus berolahraga. Tak hanya melestarikan permainan tradisional, KOTI juga ingin mengembangkannya sampai ke tingkat nasional dan internasional dan membentuk UKM untuk masing-masing olahraga.
"Kami berharap nanti menjadi olahraga resmi di bawah KONI. Mulai dari anak SD hingga orangtua bisa," kata dia.
Permainan tradisional yang menjadi olahraga itu antara lain tarik tambang, hadang (gobak sodor, galasin), dagongan (semacam tarik tambang tapi dengan bambu dan saling dorong), egrang, dan terompah panjang (bakiak).
KOTI berharap "event" olahraga seperti ini berlanjut secara konsisten agar olahraga tradisional asli Indonesia dapat dilestarikan.
Acara POP 2018 itu berlangsung pada 20-24 Juli 2018 dengan melombakan tiga cabang olahraga, yakni bola voli, bulu tangkis, dan gobak sodor. Acara ini diikuti seluruh organisasi perempuan se-Jatim dan memperebutkan piala Menpora dengan total hadiah Rp500 juta.
Selain Regional Jawa Timur, acara serupa juga berlangsung di Regional DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat pada 29 September - 2 Oktober 2018 dan grand final 2-5 November 2018. (*)