Bojonegoro (Antaranews Jatim) - Lokasi kawasan "Red Angels" Kampung Tumo di Desa Hargomulyo, Kecamatan Kedewan, Bojonegoro, Jawa Timur, di tengah sawah.
Tidak hanya itu, di sekeliling Kampung Tumo yang mulai dikembangkan Priyo Martono (36), sebagai kawasan objek wisata edukasi dipenuhi dengan pohon jati yang daunnya rontok disebabkan kemarau.
"Lokasi kawasan Kampung Tumo dengan The Litlle Teksas Wonocolo jika ditempuh dengan kendaraan bermotor hanya sekitar 10 menit," kata pemilik Kampung Tumo di Desa Hargomulyo, Kecamatan Kedewan, Bojonegoro Priyo Martono (36) dalam perbincangan dengan Antara, Kamis (12/7).
Meski lokasinya jauh dari pemukiman warga, tapi kawasan setempat masuk kawasan objek wisata "The Little" Teksas Wonocolo di Kecamatan Kedewan, yang masuk Geopark Nasional hamparan minyak bumi. Dengan lokasi yang indah dikelilingi bukit dan berhawa sejuk, meskipun kemarau.
Apabila ditempuh dari Kota Bojonegoro, lanjut dia, membutuhkan waktu sekitar 1 jam, sedangkan dari Cepu, Jawa Tengah, hanya sekitar 30 menit.
Sebagaimana disampaikan Priyo, yang sehari-hari bekerja sebagai Pramugara di Air Asia itu, gagasan membangun lokasi wisata desa Kampug Tumo, dilakukan semata-mata keingginannya untuk membangun dan memajukan desa kelahirannya.
Dinamakan Kampung Tumo, karena lokasi kawasan yang dimanfaatkan sebagai kawasan objek wisata desa itu di Dusun Tumo, Desa Hargomulyo.
"Saya kurang tahu kisah Dusun Tumo. Tapi nama Tumo kami jadikan brand untuk pengembangan objek wisata edukasi," ucapnya, menegaskan.
Kemudian ia menceriterakan bahwa keberadaan lokasi Kampung Tumo berawal dari seorang warga di desa setempat yang menjual tanahnya dengan luas 2.998 meter persegi untuk membiayai keluarganya yang sakit.
"Tanah saya beli begitu saja karena berniat menolong keluarga itu," ucapnya.
Suatu hari, menurut dia, dua keponakannya yang masih menjalani pendidikan SDN akan melaksanakan ujian Bahasa Inggris, tapi selama belajar mengikuti pendidikan di SDN itu tidak pernah ada guru bidang Bahasa Inggris.
Berawal dari hal itu, Priyo yang memiliki lembaga kursus Bahasa Inggris dan sekolah kepribadian di Pare, Kediri, kemudian mulai membangun berbagai bangunan di atas tanah yang dibeli di desa setempat untuk lembaga pendidikan kursus Bahasa Inggris.
"Saya merintis mulai membangun bangunan sejak September 2017. Baru Januari 2018 saya manfatkan untuk kursus Bahasa Inggris kepada siswa SDN, SLTP dan SLTA di Kecamatan Kedewan, Purwosari, juga kecamatan lainnya," kata dia menjelaskan.
Di Kampung Tumo ada dua instruktur Bahasa Inggris yang didatangkan dari Pare Kediri, yaitu Eddy F dan Devi Kamalia.
Pada awal kursus yang diberikan secara gratis, lanjut dia, peserta kursus berkisar 400-500 pelajar per harinya. Namun, lambat laut jumlah itu menyusut drastis, karena orang tua yang mengantarkan ke lokasi kurus terkendala waktu bekerja dan jarak.
"Sekarang yang kursus Bahasa Inggris gratis hanya tinggal beberapa pelajar," katanya.
Ia berpendapat kalau saja ada dukungan kendaraan umum di setiap kecamatan kemungkinan kursus Bahasa Inggris gratis kepada para pelajar di sejumlah kecamatan bisa berjalan dengan baik.
Peserta Pelatihan
Meskipun demikian, sekarang di Kampung Tumo ada 25 peserta pelatihan siap bekerja di bidang pelayanan baik menjadi pramugari atau di perhotelan sejak dua pekan lalu.
Peserta yang mengikuti pelatihan yang akan berjalan tiga bulan hanya empat peserta lokal, lainnya dari berbagai daerah di Tanah Air, mulai dari Maluku, Makassar, Toraja, Jakarta, Bandung, Kupang, juga kota lainnya."Peserta lokal yang diundang mengikuti pelatihan gratis justru tidak ada yang mau datang," ujarnya.
Menurut dia, peserta pelatihan di Kampung Tumo memperoleh materi pelajaran Bahasa Inggris, kepribadian, dan penampilan, untuk dipersiapkan bekerja di bidang pelayanan, mulai menjadi pramugrari juga bekerja di perhotelan.
Dengan adanya peserta dari luar daerah, lanjut dia, di Kampung Tumo sudah ada tiga warga yang memperbaiki rumahnya untuk dimanfaatkan menginap para peserta pelatihan.
"Tiga warga yang memperbaiki rumahnya terpaksa menjual sapi," katanya.
Dalam membangun Kampung Tumo, Priyo mengaku berasal dari keuntungannya memiliki lembaga pendidikan di Pare Kediri, selain juga hasil patungan dari teman-temannya.
"Saat ini anggaran yang sudah saya manfaatkan membangun lokasi ini berkisar Rp400 juta-Rp500 juta," ujarnya.
Di atas tanah Kampung Tumo, sekarang sudah berdiri sebuah gedung yang dimanfaatkan kursus, bangunan lokasi belajar di tempat terbuka, kafe, juga berbagai asesoris lainnya untuk swafoto yang menambah keindahan Kampung Tumo.
Ia mengaku konsep yang dikembangkan itu juga sama dengan tagline yang digulirkan pemerintah kabupaten (pemkab) yaitu "Desa Rasa Kota".'
Meskipun lokasinya di desa, sebagaimana dijelaskan Priyo, peserta pelatihan memperoleh pendidikan yang setara dengan pendidikan serupa di perkotaan seperti Surabaya atau Jakarta.
Sebab, lanjut dia, sebanyak 12 instruktur yang mengajar para peserta yang datang dari berbagai daerah di Tanah Air itu, selain dari Pare Kediri, memilih keilmuan di berbagai bidang mulai Bahasa Inggris, kepribadian, kecantikan dan perhotelan.
Yang jelas, ia bertekad terus mengembangkan lokasi Kampung Tumo, dengan mengadopsi Kampug Inggris di Pare Kediri, dengan membangun lokasi perkemahan juga membuka kuliner, bekerja sama dengan warga di kampung setempat.
Rencananya, bekerja sama dengan warga di areal tanah seluas 2 hektare akan dibangun lokasi perkemahan yang bisa dimanfaatkan pengunjung untuk menginap.
"Harapan kami wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Teksas Wonocolo juga datang ke Kampung Tumo, bisa untuk beristirahat makan, menginap, atau kursus Bahasa Inggris kilat," tuturnya.
Dalam merintis lokasi Kampung Tumo, sebagaimana diutarakan Priyo, masih ada hambatan yang cukup berat, sebab lokasi setempat belum memperoleh aliran listrik PLN. Lokasi setempat, dengan jarak tiang listrik PLN di tepi jalan sekitar 500 meter.
"Kami sudah mengajukan pengajuan untuk memperoleh aliran listrik kepada PLN, tapi belum ada kejelasan. Tapi kalau air bersih tidak ada masalah kita membuat sumur bor," ucapnya, menambahkan. (*)
Video Oleh Slamet Agus Sudarmojo