"Tahun lalu kami mengekspor beberapa komoditas hortikultura, seperti kangkung, kacang panjang, terong, dan mentimun. Negara tujuan ekspor tersebut, di antaranya ke Myanmar, India, Thailand, Filipina, Vietnam, dan China," kata Ketua Umum Hortindo, Afrizal Gindow di sela workshop kedua Hortindo di Malang, Jawa Timur, Kamis.
Meski bisa memenuhi kebutuhan ekspor, pihaknya tetap memprioritaskan kebutuhan benih dalam negeri, apalagi tahun ini diperkirakan akan terjadi peningkatan kebutuhan benih tanaman hortikultura.
Hanya saja, peningkatan kebutuhan tersebut harus diupayakan dengan kerja keras dari para pelaku usaha pembenihan.
Sebab, lanjutnya, kondisi cuaca dan iklim ekstrem yang masih melanda Indonesia, bahkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi terjadinya curah hujan yang tinggi di daerah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan sampai Maret 2018.
Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu proses produksi pertanian khususnya permintaan dan produksi benih.
Kondisi iklim tahun lalu, katanya, cukup berdampak pada sektor industri perbenihan hortikultura sehingga memengaruhi tingkat produksi benih beberapa komoditas seperti kacang panjang, tomat dan cabai.
Hujan yang turun sepanjang musim memengaruhi proses produksi benih.
Ia memperkirakan produksi benih anggota Hortindo pada 2018 akan mencapai sekitar 5.000 ton, sementara kebutuhan benih di Tanah Air diperkirakan mencapai 16.000 ton.
"Kami tidak mungkin memproduksi benih sebanyak itu dengan kemampuan sendiri dan harus bermitra dengan petani atau produsen benih," ujarnya.
Karena kebutuhan cukup tinggi dan ada beberapa jenis benih unggulan yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri, swasta boleh impor, terutama untuk jenis kobis-kobisan.
Selain itu, katanya, pemerintah, petani maupun pelaku usaha pertanian juga jangan sampai "tutup mata" dengan perkembangan teknologi dari luar, sebab ada beberapa varietas tanaman hortikultura yang bisa ditelusuri hibrida mana yang sesuai (cocok) dengan indukannya dari laboratorium, sehingga tidak perlu lagi ditanam di media tertentu.
Ia menerangkan sebagai wadah asosiasi produsen benih yang beranggotakan 15 perusahaan, Hortindo telah melakukan sejumlah langkah guna menjaga kualitas dan volume pasokan benih, antara lain dengan membantu petani di Jatim untuk memasang shelter atau pelindung tanaman dari hujan.
Penggunaan pelindung tanaman dapat mengurangi kegagalan produksi benih akibat curah hujan tinggi. Selain itu, Hortindo juga berencana memperluas lahan produksi benih hibrida melalui kerja sama dengan petani produksi benih hortikultura.
Saat ini ada sekitar 24 ribu petani yang telah dibina dan menjadi mitra untuk memproduksi benih unggul.
"Kami juga terus meningkatkan riset dan pengembangan untuk menemukan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap curah hujan tinggi, serta serangan hama dan penyakit pada musim hujan. Hingga sekarang kami telah menemukan dan memproduksi sekitar 170 varietas sayuran," ucapnya.
Selain itu, Hortindo terus melakukan pembinaan kepada petani, seperti mengajarkan teknik dasar pertanian (pengolahan tanah, pemupukan, dll), teknik penyilangan, panen serta pascapanen untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal.
"Kami juga mendorong peningkatan jumlah petani Indonesia khususnya di kalangan anak muda, sebab minat generasi muda untuk terjun di bidang pertanian terus menurun," tuturnya.
Berdasarkan data BPS 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia tercatat 26,14 juta rumah tangga atau terjadi penurunan drastis selama 10 tahun terakhir, yakni sekitar 16,32 persen.
Jika dilihat dari sisi usia, dari 26,14 juta petani yang terdata, 60,8 persen petani di Indonesia sudah melewati masa usia produktif (45 -65 tahun ke atas) yang mencapai 15,88 juta orang.
Sementara, untuk petani muda dengan rentang usia 19 - 44 tahun hanya 10,24 juta orang atau hanya mencapai 39,2 persen saja. Jumlah ini terus menyusut hingga 5 juta orang dalam kurun 2003-2013.
"Melihat kondisi itu, perlu dilakukan aksi nyata guna membina petani muda," ucapnya.(*)
Video Oleh Endang Sukarelawati