Tidak semua orang mempunyai kesempatan berlayar dengan kapal perang, apalagi pelayaran itu bersejarah bagi suatu bangsa karena mengikuti pelayaran ekspor alat utama sistem persenjataan (alutsista) bangsa Indonesia jenis kapal perang.
Kesempatan itu diperoleh wartawan Antara ketika mengikuti eskpor kedua kapal perang buatan PT Penataran Angkatan Laut (PAL) Indonesia ke Manila, Filipina.
Rabu (3/5) pagi pukul 09.00 WIB dari Dermaga Ujung Surabaya, Jawa Timur pelayaran antarnegara menggunakan kapal perang itu pun dimulai.
Sehari sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacud melepas secara seremonial keberangkatan kapal perang pesanan kementerian Pertahanan Filipina tersebut.
Perjalanan bertajuk "Voyage to Manila SSV#2" itu menjadi tantangan tersendiri, karena menyeberang lautan menggunakan kapal perang ke Filipina membutuhkan waktu tempuh agak lama sekitar lima hari, dibanding menggunakan pesawat terbang yang hanya butuh sekitar tiga jam dari Jakarta ke Manila.
Lima hari perjalanan tentunya harus dilalui dengan menerobos gelombang, hanya hamparan lautan yang bisa dipandang, meski kadang ada sedikit hiburan kapal-kapal niaga yang berlalu-lalang, menghiasi hamparan biru luas lautan.
Pandangan mata sedikit beruntung bisa menjumpai lumba-lumba dan ikan terbang yang berlari mengejar kapal, seolah ingin mengajak bermain dan memberikan sedikit hiburan pada penumpang, hal itu terjadi ketika melewati perbatasan Laut Jawa dan Selat Makasar.
Sepi dan bosan pastinya, gelap dan pekat ketika malam datang, dan tersadar jika kami para penumpang merasa sendiri di tengah lautan luas, karena kiri dan kanan sudah tidak ada lagi keramaian dan gedung yang mencakar langit seperti layaknya di perkotaan, hanya ada hamparan hitam ketika malam.
Pemandangan sepi dan gelap itu dijumpai ketika penumpang berada di atas deck kapal saat senja mulai menutup diri diganti gelapnya malam.
Sinyal yang selama di daratan menjadi barang mudah didapat, tak terkecuali di sini. Membuat gawai tak bisa perkasa berkuasa atas diri manusia, hanya teknologi GPS yang aktif dan berfungsi memantau posisi kapal.
Selain itu, para penumpang dan sejumlah krew lainnya hanya mampu menghibur diri dengan membuka memori atau folder gawai untuk melihat gambar-gambar keluarga, serta memainkan "game" atau permainan secara luar jaringan (offline).
Berbeda dengan menaiki kapal pesiar, meski gelap dan pekat di tengah laut saat malam hari, penumpang masih bisa terhibur dengan keramaian buatan dalam kapal, namun disitulah seni perbedaan antara berlayar dengan kapal perang dan pesiar.
Melintasi batas khatulistiwa di atas kapal perang menjadi pengalaman yang tak terlupakan, karena bisa melihat langsung ritual "shellback", yakni ritual khusus Angkatan Laut Filipina saat melintasi batas khatulistiwa, atau dalam istilah Angkatan Laut Indonesia dinamakan "Mandi Khatulistiwa".
Pada ritual ini pimpinan tertinggi angkatan laut yang ada dalam kapal memerankan Sang Penguasa laut Dewa Neptunus, dan meminta setiap kader dibawahnya untuk menutup erat kedua mata.
Di sisi lain, telah disiapkan terpal panjang sekitar 6 meter yang dilumuri campuran bekas makanan krew dan sisa minyak pelumas, ditambah sedikit air membentuk kolam kecil.
Kader yang matanya telah tertutup dengan kain warna hitam itu diajak beberapa senior mereka untuk berputar berjalan dan mengelilingi kapal berbobot maksimal 7.200 ton tersebut.
Setelah berkeliling, kader yang baru lulus pendidikan angkatan laut itu diarahkan ke deck kapal dekat dengan lautan, seolah-olah ingin diceburkan ke lautan, kader tersebut malah diceburkan ke kolam kecil yang terbuat dari terpal dan berisi campuran minyak pelumas serta sisa makanan, mereka pun mandi dengan air keruh.
Dalam literasi KRI Dewaruci, ritual mandi air keruh yang dicampur minyak pelumas hitam pekat itu disebut Mandi Khatulistiwa, yang biasa dilakukan diatas kapal perang milik TNI Angkatan Laut saat melintas tepat digaris khatulistiwa, atau biasanya tepat di tengah laut antara pulau Kalimantan dan Sulawesi ( Selat Makasar).
Misi Ekspor
Kapal sepanjang 123 meter dan lebar 21 meter ini terus melaju membawa sebanyak 112 krew dari PT PAL Indonesia, 22 Anak Buah Kapal (ABK), lima petugas katering dan 115 krew dari Angkatan Laut Filipina.
Meski tidak terisi penuh sesuai okupansi 621 penumpang, kapal yang memiliki kecepatan 16 knots dengan mesin pendorong 2 X 2,920 kW itu melaju tanpa hambatan, dengan membawa misi sampai tempat tujuan tepat waktu.
General Manager Divisi Kapal Niaga PT PAL Indonesia Satriyo Bintoro di sela perjalanan menuju Manila mengatakan, salah satu misi yang dibawa adalah ketepatan waktu pengiriman ekspor kapal perang.
"Salah satu misi yang kami tawarkan dalam pengiriman eskpor kedua ini adalah ketepatan waktu, dan kami harap dengan misi itu bisa mendatangkan pesanan-pesanan lagi dari negara lainnya," katanya.
Diakui pria yang akrab dipanggil Pak Bin ini, ketepatan waktu pengiriman ekspor kapal selalu menjadi masalah utama sejumlah galangan kapal nasional, sehingga pembeli atau konsumen luar negeri menjadi kurang berminat memesan kapal ke Indonesia.
Namun permasalahan itu perlahan mampu diatasi PT PAL Indonesia, buktinya pada ekspor kapal perang pertama bangsa Indonesia mampu menunjukkan kepada dunia bahwa selain kualitas, juga mampu mengerjakan secara tepat waktu.
Ekspor kapal pertama jenis yang sama "Landing Platform Dock" (LPD) "Strategic Sealift Vessel" buatan PT PAL Indonesia tiba secara tepat waktu pada Jumat 13 Mei 2016 pukul 22.30 waktu Manila.
Pada eskpor kedua kali ini, kata Bintoro, PT PAL Indonesia masih mempunyai tenggat waktu yang cukup lama, atau lebih cepat dari batas waktu yang ditentukan, yakni akhir Mei 2017.
"Alhamdulillah pada eskpor kedua ini, kami mempunyai banyak waktu untuk finishing sejumlah interior, sehingga keberangkatan tidak terlalu terburu-buru seperti ekspor perdana yang diselingi perbaikan saat perjalanan menuju Manila," katanya.
Ia berharap, ketepatan waktu pengiriman yang sudah terbukti bisa membangkitkan kembali industri galangan kapal nasional, sehingga bisa bersaing di dunia internasional, sebab secara kualitas SDM Indonesia tidak kalah dengan negara pesaing seperti Korea Selatan, Jerman dan Belanda.(*)