"Mohon ditindaklanjuti oleh para pihak terkait di pemerintah daerah. Masih banyak infrastruktur yang perlu dibenahi ketika dikaitkan dengan pengembangan pariwisata di Sumenep," kata pengelola biro perjalanan wisata di Sumenep, Fadel Abu Aufa pada akhir Oktober 2016.
Ketika itu, Fadel hadir dan bicara dalam dialog pariwisata yang digagas pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumenep, Jawa Timur.
Ia menceritakan pengalaman kurang mengenakkan ketika beberapa kali mengantarkan rombongan wisatawan dari luar Pulau Madura ke sejumlah objek wisata di daerahnya sendiri, Sumenep.
Perjalanan bus yang mengangkut kliennya harus beberapa kali terhenti maupun melambat akibat jalan sempit maupun rusak.
Fadel beberapa kali turun dari bus akibat adanya gangguan lain, yakni dahan dan ranting dari pohon di pinggir jalan yang menghalangi perjalanan busnya.
Selain itu, dirinya pun harus merangkap dan terpaksa jadi pemandu lokal ketika berada di salah satu objek wisata tertentu, akibat tak ada pengurus kelompok sadar wisata (pokdarwis) di lokasi tersebut.
"Semoga saja beberapa hal kurang mengenakkan itu tidak terjadi lagi. Ini harus dijadikan sebagai sarana introspeksi bagi semua pemangku kepentingan pariwisata, termasuk kami, menjelang Tahun Kunjungan Wisata Sumenep 2018," kata Fadel, menambahkan.
Sebelumnya, pada awal dan pertengahan Oktober 2016, sejumlah objek wisata di Sumenep, yakni Museum dan Keraton Sumenep di Kecamatan Kota, dikunjungi oleh rombongan wisatawan mancanegara (wisman).
Rombongan wisman itu naik kapal pesiar dan ke Sumenep atas fasilitasi perwakilan salah satu biro perjalanan wisata internasional yang ada di Jakarta.
Kapal pesiar yang mengangkut rombongan wisman itu lego jangkar di Perairan Talango atau di sebelah selatan Pelabuhan Kalianget, karena kapal tersebut tidak bisa merapat ke dermaga di Pelabuhan Kalianget.
Pada tahun ini, tepatnya 7 Maret dan 25 Maret, sudah ada dua rombongan wisman ke Sumenep dengan tujuan sama, yakni Museum dan Keraton Sumenep.
Kapal pesiar yang membawa mereka ke Sumenep pun belum bisa sandar di Pelabuhan Kalianget alias lego jangkar di Perairan Talango.
"Namun, keterbatasan infrastruktur itu tidak akan pernah bisa menutupi fakta tentang objek wisata di Sumenep yang memang layak dikunjungi oleh wisatawan, baik nusantara maupun asing," kata Fadel, menambahkan.
Objek wisata di Sumenep yang punya nilai jual tinggi itu pula yang membuat Fadel dan pengelola biro perjalanan wisata lainnya tetap optimistis wisatawan akan berdatangan ke ujung timur Pulau Madura tersebut.
Sejak akhir 2016, Pemkab Sumenep mencanangkan 2018 sebagai tahun kunjungan wisata setempat.
Pemerintah daerah pun menyadari adanya keterbatasan infrastruktur guna pengembangan pariwisata sekaligus sadar butuh waktu sekaligus dana besar untuk membenahinya.
Wakil Bupati Sumenep Achmad Fauzi menyatakan tahun kunjungan wisata 2018 merupakan program bersama yang harus disukseskan oleh warga setempat dan para pemangku kepentingan lainnya.
"Tanpa keterlibatan atau sinergi warga dan pelaku usaha wisata tentunya realisasi program tersebut akan berat bagi pemerintah daerah," ujarnya.
APBD Sumenep memiliki keterbatasan dan tidak mungkin mengalokasikan semua dananya untuk membenahi dan melengkapi infrastruktur guna mengembangkan pariwisata.
Pemkab Sumenep akan memberikan kesempatan kepada kalangan swasta untuk berpartisipasi dalam memajukan pariwisata setempat, dengan catatan tidak merugikan kepentingan daerah dan warga.
"Tidak ada yang sempurna. Namun, optimistis itu tetap bisa dibangun dari sebuah keterbatasan. Sinergi semua pemangku kepentingan akan dan bisa membuat pariwisata di Sumenep makin berkembang," kata Fauzi, menerangkan.
Rekomendasi
Sejak beberapa waktu lalu, sejumlah instansi terkait di pemerintah daerah yang dimotori oleh dinas pariwisata, kebudayaan, pemuda, dan olahraga (disparbudpora) bersinergi untuk menyiapkan dan menyukseskan program tahun kunjungan wisata tersebut.
Disparbudpora Sumenep pun menginisiasi terbentuknya tim yang terdiri atas enam kelompok kerja (pokja) untuk menyiapkan dan merumuskan secara teknis rencana program tahun kunjungan wisata 2018.
Pada pertengahan Maret 2017, Disparbudpora Sumenep memprogramkan bimbingan teknis (bimtek) pariwisata bagi puluhan wartawan dan pelaku usaha wisata setempat.
Bimbingan teknis yang merupakan salah satu rangkaian kegiatan persiapan Tahun Kunjungan Wisata Sumenep 2018 itu berupa kegiatan ke Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Para peserta bimbingan teknis tersebut menjalani dua kegiatan inti, yakni diskusi bersama pimpinan dan staf Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Barat tentang pengembangan objek wisata setempat dan studi lapang ke sejumlah objek wisata.
"Setiap wisatawan yang ke Lombok, pasti dipandu oleh pemandu berlisensi asal Lombok dan di objek wisatanya dipandu langsung oleh pemandu lokal. Mereka selalu siaga menyambut kedatangan wisatawan," kata Ketua Asidewi Sumenep, Syaiful Anwar.
Anwar adalah salah seorang pelaku usaha wisata di Sumenep yang menjadi peserta bimtek ke Lombok.
Setelah dari Lombok, Anwar bersama peserta lainnya dari unsur pelaku usaha wisata pun berdiskusi tentang hasil bimtek, menyimpulkannya, dan selanjutnya merekomendasikan beberapa hal ke Disparbudpora Sumenep.
"Hingga sekarang, infrastruktur masih menjadi hal yang sering dikeluhkan wisatawan. Padahal, siapa pun pun orangnya termasuk wisatawan, pasti ingin keamanan dan kenyamanan ketika dalam perjalanan," ujarnya.
Saat ini, sebagian jalan raya ke objek wisata di Sumenep, termasuk di wilayah daratan, masih sempit dan mengalami kerusakan.
Sementara di jalur angkutan laut, belum ada dermaga dan armada (kapal) ke objek wisata yang representatif dalam konteks standar nasional.
Selain itu, para pelaku usaha wisata itu meminta disparbudpora segera memperbanyak pelatihan pemandu wisata, merumuskan peta dan kalender wisata, dan melakukan edukasi kepada warga di sekitar objek wisata.
Pelatihan pemandu wisata itu perlu dilakukan secepatnya supaya Sumenep memiliki pemandu wisata berlisensi dan selanjutnya wajib digunakan oleh biro perjalanan wisata luar daerah yang ke Sumenep.
"Kami tidak bisa membayangkan jika pada 2018 yang dicanangkan sebagai tahun kunjungan wisata ternyata Sumenep tidak memiliki pemandu berlisensi dan pemandu yang mengantarkan wisatawan ke Sumenep justru dari luar Sumenep," kata Anwar, menambahkan.
Sejumlah wartawan di Sumenep yang menjadi peserta bimtek pun melakukan hal serupa dan juga akan menyampaikan beberapa hal ke disparbudpora demi suksesnya tahun kujungan wisata 2018.
"Ada tiga poin prinsip yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah, yakni pencitraan objek wisata, sinergi dengan semua pemangku kepentingan, dan penyiapan sumber daya manusia (SDM) bidang pariwisata," kata salah seorang peserta bimtek dari unsur wartawan, Moh Rifai.
Pencitraan objek wisata bisa dilakukan dengan membentuk tim khusus media centre wisata dan membangun sinergi dengan melakukan forum diskusi yang melibatkan semua elemen masyarakat, termasuk kalangan ulama dan pengasuh pondok pesantren, secara berkala dan berkesinambungan.
Sementara untuk penyiapan SDM bidang pariwisata, perlu dibentuk atau didirikan sekolah pariwisata.
"Keberadaan sekolah pariwisata merupakan hal vital, jika pemerintah daerah benar-benar serius akan mengembangkan Sumenep sebagai daerah wisata yang diperhitungkan di tingkat nasional hingga internasional," kata Rifai.
Ia yang Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumenep itu meminta disparbudpora sebagai instansi terkait di pemerintah daerah menginisiasi terbentuknya sekolah pariwisata.
Sejumlah pemerintah daerah yang fokus mengembangkan objek wisatanya telah memiliki sekolah pariwisata maupun minimal menjalin kerja sama dengan pengelola sekolah pariwisata dalam rangka penyiapan SDM bidang pariwisata.
Keberadaan sekolah pariwisata dan alumninya bisa menjadi katalisator tumbuh dan berkembangnya pola pikir dan budaya wisata di kalangan warga.
"Pengembangan pariwisata di Sumenep harus diimbangi dengan kesiapan SDM. Pariwisata itu proses yang berkelanjutan dan ketersediaan SDM merupakan hal wajib," kata Rifai, menambahkan.
Rifai berharap pemerintah daerah menjadikan Tahun Kunjungan Wisata Sumenep 2018 sebagai momentum untuk mengembangkan pariwisata yang lebih baik dan selanjutnya mampu menjadi bagian dari peningkatan kesejahteraan warga.
Dalam diskusi dengan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, Ispan Junaidi terungkap Lombok mulai menata dan mendeklarasikan keinginan sebagai daerah wisata pada 1986 yang berarti sudah sejak puluhan tahun lalu.
Bagaimana dengan Sumenep? Keterbatasan tentunya tidak boleh menjadi penghalang untuk mengembangkan Sumenep sebagai daerah wisata.
Satu hal lagi, Kementerian Pariwisata RI telah mengirimkan utusan khusus ke Sumenep untuk menginventarisasi dan menggali data tentang kesiapan pemerintah daerah setempat guna melaksanakan program tahun kunjungan wisata 2018.
Optimistis tentunya wajib dimiliki oleh semua pemangku kepentingan di Sumenep dalam upaya mengembangkan pariwisata setempat, dengan tetap senantiasa introspeksi dan terbuka atas masukan pihak lain. Semoga! (*)