Madiun (Antara Jatim) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Madiun, Jawa Timur selama bulan Januari hingga awal Maret 2017 telah menangani 23 kasus demam berdarah (DB) yang terjadi di wilayah setempat.
"Sejauh ini, tercatat sudah ada 23 kasus demam berdarah. Dinkes juga telah melakukan fogging atau pengasapan sebayak 30 kali di sejumlah daerah sebaran penyakit tersebut," ujar Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Upaya Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, Agung Tri Widodo, kepada wartawan di Madiun, Senin.
Pihaknya memprediksi jumlah tersebut dapat bertambah seiring masih tingginya curah hujan pada awal tahun 2017. Meski demikian, serangan penyakit demam berdarah tetap harus diwaspadai, baik saat musim hujan maupun musim kemarau.
Menurut dia, dari temuan 23 kasus demam berdarah tersebut, paling banyak terjadi di Desa Sambirejo, Kecamatan Jiwan yang mencapai lima kasus.
Hal itu karena kondisi lingkungan setempat yang dinilai tidak sehat. Dimana banyak semak, genangan air, dan kesadaran menjaga kebersihan lingkungan oleh warganya yang masih kurang.
"Sedangkan sisa kasus lainnya hampir merata di sejumlah wilayah kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Madiun," ungkap dia.
Guna mencegah penyakit demam berdarah menular ke banyak warga, dinkes meminta warga Kabupaten Madiun untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggalnya.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah rajin melakukan kegiatan pemberatasan sarang nyamuk, di antaranya dengan 3 M, yakni menguras bak kamar mandi minimal seminggu sekali, menutup tempat penampungan air, dan mengubur benda bekas yang dapat menimbulkan genangan air sebagai media tempat berkembang biak nyamuk pembawa virus demam berdarah.
Warga juga diimbau waspada jika ada anggota keluarga yang mengalami demam tinggi hingga lebih dari tiga hari. Hendakya segera dibawa ke layanan kesehatan untuk diperiksa penyebab dari demam tersebut.
Data Dinkes setempat mencatat, selama tahun 2016, jumlah kasus sebaran penyakit demam berdarah di wilayah Kabupaten Madiun mencapai lebih dari 259 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak lima penderita di antaranya meninggal dunia karena terlambat mendapat penaganan medis. (*)