Surabaya (Antara Jatim) - DPRD Kota Surabaya menyarankan Pemkot agar melakukan perubahan atau revisi atas Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Surabaya yang dinilai sudah cukup lama dan butuh penyesuaian.
Ketua DPRD Surabaya Armuji, di Surabaya, Selasa, mengatakan RTRW yang ada saat ini belum rinci sehingga belum jelas kapan pelaksanaannya. Hal inilah yang menurutnya, bisa merugikan warga dan investor.
"Ketika ada lahan yang terkena perencanaan kota dan dibutuhkan oleh pemkot, seyogyanya ada kepastian kapan pelaksanaan pembangunan akan dilakukan," katanya.
Bukan kemudian, lanjut dia, melarang pembangunan karena ada rencana dijadikan jalan, tapi tidak diberi kepastian kapan akan dilakukan pembangunan dan pembebasan.
"Hal itu akhirnya menggantungkan pihak lain. Dibangun tidak boleh, tapi tidak diberi kejelasan kapan akan dibebaskan," katanya.
Ia mencontohkan kasus lahan yang ada di daerah Semolowaru, yang mana ada pengembang yang punya lahan di kawasan tersebut, namun digantung nasibnya bertahun-tahun lantaran status tanahnya yang juga digantung pemkot.
Rencananya, pengembang itu menggunakan lahannya sebagai bangunan properti. Tapi ternyata pemkot tidak membolehkan ada pembangunan di lahan tersebut, karena terkena rencana jalan.
"Saya mengetahui persoalan tersebut setelah si pengembang mengadukan ke DPRD Surabaya," ujarnya.
Saat di dewan, lanjut dia, pengembang mengaku tidak memasalahkan jika akhirnya lahan miliknya tersebut digunakan sebagai fasum atau jalan. Hanya, yang mereka perlukan adanya kejelasan, kapan akan dibebaskan.
"Jangan digantung, pengurusan izin tidak bisa dilakukan, sedangkan lahan juga tidak kunjung dibebaskan. Kondisi itu menurut mereka sangat merugikan. Padahal kalau ada pembangunan di sana, yang untung juga Surabaya. Ekonominya juga akan berjalan dan tumbuh," ujar Armuji.
Tidak hanya di Semolowaru, tambah Armuji, kasus serupa juga terjadi di sejumlah kawasan, seperti Gunung Anyar dan juga di kawasan Bukit Mas.
Terkait masalah ini, Armuji berharap pemkot tidak bersikap semena-mena. Terlebih status Surabaya sebagai kota perdagangan dan jasa, seharusnya tidak mempersulit pengusaha, atau bahkan malah merugikan pengusaha yang justru ingin membangun Surabaya.
"Kami minta agar ada perubahan atau revisi atas Perda RTRW Surabaya," katanya. (*)