"Birokrasi ini kunci program pembangunan. Tidak bisa kita one man show. Tidak butuh superman, tapi superteam. Jika kita one man show, pasti akan 'dehidrasi' di tengah jalan. Ini karena pekerjaan membenahi daerah, bukan seperti lari sprint alias adu cepat, tapi lari marathon alias adu ketahanan. Sehingga butuh kerja sama banyak pihak, butuh perubahan birokrasi, bukan sekadar aksi kepala daerah seorang diri," ujar Anas di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin.
Menurut dia, inovasi harus terlembagakan agar siapa pun pimpinannya atau siapa pun kepala daerahnya, inovasi itu terus berlangsung. Salah satu strategi yang ditempuh Anas adalah melibatkan seluruh jajaran di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau dinas-dinas untuk membahas program dan target secara bersama-sama.
Dia mencontohkan, pada 4-6 Januari lalu, dia mengumpulkan aparat birokrasi berdasarkan kluster penugasan untuk mengikuti rapat koordinasi. Misalnya, rapat koordinasi bidang kesehatan melibatkan Dinas Kesehatan, RSUD, Puskesmas, dan Dinas Sosial. Tidak hanya kepala dinas atau direktur RSUD, jajaran kepala bidang dan kepala seksi pun dilibatkan, tentu dengan menyesuaikan waktu pelayanan kepada publik.
Anas mengatakan, pelibatan semua jajaran hingga level staf di bawah dilakukan sebagai bagian dari pembudayaan inovasi. Setelah rapat koordinasi, semua target ditandatangani bersama dengan waktu yang terukur. Langkah itu dilakukan untuk menyelaraskan gelombang menghadapi tantangan yang semakin dinamis.
"Semua kepala seksi dan kepala bidang ikut presentasi, artinya dia memahami programnya. Jadi inovasi tidak bergantung siapa kepala dinasnya atau siapa bupatinya, tapi inovasi memang sudah jadi kewajiban untuk meningkatkan kinerja birokrasi," ujar Anas.
Dengan memberi ruang inovasi hingga ke level staf di bawah, Anas berharap reformasi birokrasi bisa berjalan berkelanjutan. Tidak hanya sesaat berdasarkan siapa yang jadi pimpinan atau kepala daerah.
"Dan terbukti ini efektif. Staf di bawah senang sekali bisa membahas program dan target bersama kepala daerah. Ini memacu semangat mereka. Mereka berlomba-lomba berinovasi," kata Anas.
Ia mencontohkan efektivitas dari pelibatan semua jajaran birokrasi. Dalam dua tahun terakhir, jajaran SKPD, kecamatan, hingga desa seakan berkompetisi dalam inovasi. Ia mengaku WhatsApp-nya tiap hari dikirimi laporan program inovasi yang dijalankan. berbagai instansi.
"Semua jajaran bersaing, tapi bersaing dalam konteks yang bagus, yaitu inovasi. Sebagai contoh, hasil rakor kesehatan kemarin menekankan inovasi puskesmas membikin gerakan jemput bola ke orang tua untuk dipantau kesehatannya, hari ini sudah dijalankan. Beberapa puskesmas langsung kirim foto, misalnya Puskesmas Pembantu di Kecamatan Genteng," ujar Anas.
Contoh lainnya, sambung Anas, adalah puskesmas yang berlomba-lomba membikin inovasi, bahkan di antaranya sudah diakui hingga level pemerintah pusat. "Ada Puskesmas Singotrunan yang bikin inovasi peningkatan gizi, Puskesmas Sempu bikin gerakan hingga berhasil mewujudkan zero kematian ibu/bayi, Puskesmas Tampo membuat inovasi peningkatan kualitas sanitasi, dan sebagainya. Demikian pula Dinas PU Bina Marga membentuk Satgas Jalan Berlubang, Dinas Pertanian inovasi irigasi hemat air untuk cabai, dan sebagainya. Ini iklim budaya inovasi yang baik," kata Anas. (*)
Anas mengatakan, pelibatan semua jajaran hingga level staf di bawah dilakukan sebagai bagian dari pembudayaan inovasi. Setelah rapat koordinasi, semua target ditandatangani bersama dengan waktu yang terukur. Langkah itu dilakukan untuk menyelaraskan gelombang menghadapi tantangan yang semakin dinamis.
"Semua kepala seksi dan kepala bidang ikut presentasi, artinya dia memahami programnya. Jadi inovasi tidak bergantung siapa kepala dinasnya atau siapa bupatinya, tapi inovasi memang sudah jadi kewajiban untuk meningkatkan kinerja birokrasi," ujar Anas.
Dengan memberi ruang inovasi hingga ke level staf di bawah, Anas berharap reformasi birokrasi bisa berjalan berkelanjutan. Tidak hanya sesaat berdasarkan siapa yang jadi pimpinan atau kepala daerah.
"Dan terbukti ini efektif. Staf di bawah senang sekali bisa membahas program dan target bersama kepala daerah. Ini memacu semangat mereka. Mereka berlomba-lomba berinovasi," kata Anas.
Ia mencontohkan efektivitas dari pelibatan semua jajaran birokrasi. Dalam dua tahun terakhir, jajaran SKPD, kecamatan, hingga desa seakan berkompetisi dalam inovasi. Ia mengaku WhatsApp-nya tiap hari dikirimi laporan program inovasi yang dijalankan. berbagai instansi.
"Semua jajaran bersaing, tapi bersaing dalam konteks yang bagus, yaitu inovasi. Sebagai contoh, hasil rakor kesehatan kemarin menekankan inovasi puskesmas membikin gerakan jemput bola ke orang tua untuk dipantau kesehatannya, hari ini sudah dijalankan. Beberapa puskesmas langsung kirim foto, misalnya Puskesmas Pembantu di Kecamatan Genteng," ujar Anas.
Contoh lainnya, sambung Anas, adalah puskesmas yang berlomba-lomba membikin inovasi, bahkan di antaranya sudah diakui hingga level pemerintah pusat. "Ada Puskesmas Singotrunan yang bikin inovasi peningkatan gizi, Puskesmas Sempu bikin gerakan hingga berhasil mewujudkan zero kematian ibu/bayi, Puskesmas Tampo membuat inovasi peningkatan kualitas sanitasi, dan sebagainya. Demikian pula Dinas PU Bina Marga membentuk Satgas Jalan Berlubang, Dinas Pertanian inovasi irigasi hemat air untuk cabai, dan sebagainya. Ini iklim budaya inovasi yang baik," kata Anas. (*)