Magetan (Antara Jatim) - Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Magetan,
Jawa Timur mencatat sebanyak 180.000 anak usia 0-17 tahun di wilayahnya
belum memiliki kartu identitas anak (KIA) sesuai dengan peraturan
kependudukan yang baru di tahun 2016.
Kepala Dispendukcapil Magetan Hermawan di Magetan, Rabu mengatakan, belum dimilikinya KIA oleh sebanyak 180.000 anak sasaran di wilayahnya itu karena Pemkab Magetan memang belum melakukan pencetakan atas kartu tersebut.
"Hal itu (belum dicetaknya) karena Dispendukcapil Magetan masih menunggu keputusan dari pusat," kata Hermawan kepada wartawan.
Keputusan dari pusat itu terkait tentang ketersediaan dana, blangko, sarana, dan prasarana pembuatan KIA dari pemerintah pusat di daerah.
Pemberlakuan KIA telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 2 tahun 2016. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa setiap anak wajib memiliki kartu identitas anak.
Permendagri Nomor 2 tahun 2016 menyebutkan, nantinya terdapat dua jenis KIA. Yakni KIA untuk anak yang berusia nol sampai dengan lima tahun dan KIA untuk anak yang berusia lima sampai dengan 17 tahun.
Ia menjelaskan, program KIA sebenarnya bukan program baru, sebab telah diujicobakan di 50 kabupaten/kota di Indonesia. Baru kemudian tahun 2016 program ini diberlakukan menyeluruh secara nasional.
Meski begitu, Magetan bukan merupakan salah satu dari 50 daerah yang menjadi uji coba pelaksanaan program KIA tersebut. Selain itu, pelaksanaan serentak KIA di tahun 2016 juga masih menunggu petunjuk teknisnya dari pusat hingga jelang akhir tahun ini.
Alhasil hingga kini daerah seperti Magetan, belum melaksanakan program tersebut sama sekali di wilayahnya terhadap 180.000 anak yang menjadi sasaran.
Meski belum memiliki KIA, Dispendukapil Magetan menjamin tidak akan mempengaruhi status kependudukan dari anak-anak tersebut. Sebab, ratusan ribu anak Magetan tersebut masih memiliki akta kelahiran dan tercantum dalam kartu keluarga di keluarganya masing-masing.
Ia menambahkan, pembuatan KIA memang tidak harus dibiayai oleh pusat melalui APBN. Pemerintah pusat juga memperbolehkan kabupaten/kota untuk menganggarkan pembuatan KIA dari APBD setempat.
KIA sendiri bertujuan untuk meningkatkan pendataan, perlindungan, dan pelayanan publik, serta sebagai upaya memberikan perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional sebagai warga negara. (*)
Kepala Dispendukcapil Magetan Hermawan di Magetan, Rabu mengatakan, belum dimilikinya KIA oleh sebanyak 180.000 anak sasaran di wilayahnya itu karena Pemkab Magetan memang belum melakukan pencetakan atas kartu tersebut.
"Hal itu (belum dicetaknya) karena Dispendukcapil Magetan masih menunggu keputusan dari pusat," kata Hermawan kepada wartawan.
Keputusan dari pusat itu terkait tentang ketersediaan dana, blangko, sarana, dan prasarana pembuatan KIA dari pemerintah pusat di daerah.
Pemberlakuan KIA telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 2 tahun 2016. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa setiap anak wajib memiliki kartu identitas anak.
Permendagri Nomor 2 tahun 2016 menyebutkan, nantinya terdapat dua jenis KIA. Yakni KIA untuk anak yang berusia nol sampai dengan lima tahun dan KIA untuk anak yang berusia lima sampai dengan 17 tahun.
Ia menjelaskan, program KIA sebenarnya bukan program baru, sebab telah diujicobakan di 50 kabupaten/kota di Indonesia. Baru kemudian tahun 2016 program ini diberlakukan menyeluruh secara nasional.
Meski begitu, Magetan bukan merupakan salah satu dari 50 daerah yang menjadi uji coba pelaksanaan program KIA tersebut. Selain itu, pelaksanaan serentak KIA di tahun 2016 juga masih menunggu petunjuk teknisnya dari pusat hingga jelang akhir tahun ini.
Alhasil hingga kini daerah seperti Magetan, belum melaksanakan program tersebut sama sekali di wilayahnya terhadap 180.000 anak yang menjadi sasaran.
Meski belum memiliki KIA, Dispendukapil Magetan menjamin tidak akan mempengaruhi status kependudukan dari anak-anak tersebut. Sebab, ratusan ribu anak Magetan tersebut masih memiliki akta kelahiran dan tercantum dalam kartu keluarga di keluarganya masing-masing.
Ia menambahkan, pembuatan KIA memang tidak harus dibiayai oleh pusat melalui APBN. Pemerintah pusat juga memperbolehkan kabupaten/kota untuk menganggarkan pembuatan KIA dari APBD setempat.
KIA sendiri bertujuan untuk meningkatkan pendataan, perlindungan, dan pelayanan publik, serta sebagai upaya memberikan perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional sebagai warga negara. (*)