Madiun (Antara Jatim) - Pemerintah Kota Madiun, Jawa Timur, memanfaatkan gas "metan" produksi
dari pengolahan sampah organik di tempat pembuangan akhir (TPA) Winongo
untuk menjadi energi panas dan listrik alternatif bagi warga sekitar
lokasi pembuangan sampah itu.
Kepala Bidang Kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Madiun Heri Martono, di Madiun, Sabtu mengatakan ada sekitar 200 kepala keluarga di sekitar TPA memperoleh manfaat penyaluran gas metan sampah untuk energi panas atau bahan bakar kompor pengganti elpiji.
"Di antaranya, warga di Dusun Gembel, Kelurahan Winongo, Kecamatan Mangharjo. Sejak dua tahun terakhir, mereka memasak dengan menggunakan kompor dari bahan bakar gas metan. Sehingga menghemat pembelian elpiji," ujar Heri kepada wartawan.
Ia menjelaskan untuk menghasilkan gas metan, sampah organik yang telah dipilah ditata dengan metode "control landfill terasering", yakni penataan sampah dengan model berlapis antara sampah-tanah-sampah-tanah dengan terasering (miring) berbentuk piramida hingga batas ketinggian tertentu.
Kemudian, melalui proses fermentasi secara alami selama enam bulan hingga satu tahun, timbunan sampah organik dan tanah tersebut mampu menghasilkan gas metan yang menjadi sumber energi alternatif.
Untuk dapat dimanfaatkan, gas, limbah padat, dan limbah cair yang muncul dari sampah tersebut ditangkap dengan instalasi pipa paralon berukuran besar yang sebelumnya telah ditanam dalam timbunan sampah yang ditata dengan metode "control landfill terasering". Pipa tersebut diberi lubang-lubang dengan jarak tertentu.
"Gas metan yang mendominasi komposisi gas dalam timbunan sampah tersebut kemudian dimurnikan dengan menggunakan tabung pemilah hingga gas yang dihasilkan tersebut mencapai 90 persen gas metan dan dipisahkan dari limbah cair dan padat," kata Heri.
Hasil gas metan yang telah dimurnikan tersebut disalurkan ke tungku warga untuk menghasilkan energi panas atau bahan bakar pengganti elpiji.
Selain itu juga dimanfaatkan untuk menggerakan generator set bahan bakar gas inovatif guna menghasilkan energi listrik.
"Energi listriknya kami gunakan untuk menyalakan lampu-lampu di kawasan TPA Winongo. Selain itu juga menggerakan mesin pengolah limbah plastik untuk mengubah plastik menjadi minyak tanah alternatif," kata dia.
Heri menambahkan dari tujuh zona yang ada di TPA Winongo, sementara ini telah terdapat tiga zona tangkapan gas metan. Dimana di zona tersebut telah dipasangi pipa instalasi penangkap gas metan.
"Ketiga zona yang sudah dipasangi pipa instalasi penangkap gas metan adalah zona I, V, dan VII. Ke depan semua zona akan dipasangi instalasi penangkap gas metan," kata dia.
Salah satu warga Dusun Gembel pengguna gas metan, Suparmin mengaku sangat terbantu dengan penyaluran gas metan sampah organik dari pengelola TPA Winongo secara gratis tersebut. Keberadaan gas tersebut mampu mengurangi ketergantungan warga akan kebutuhan elpiji dan minyak tanah.
"Jika sebelumnya satu bulan rata-rata warga bisa menghabiskan lebih dari dua tabung elpiji ukuran tiga kilogram untuk bahan bakar, saat ini satu tabung bisa bertahan hingga dua bulan. Kami sangat terbantu, lebih hemat, dan murah," katanya. (*)
Kepala Bidang Kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Madiun Heri Martono, di Madiun, Sabtu mengatakan ada sekitar 200 kepala keluarga di sekitar TPA memperoleh manfaat penyaluran gas metan sampah untuk energi panas atau bahan bakar kompor pengganti elpiji.
"Di antaranya, warga di Dusun Gembel, Kelurahan Winongo, Kecamatan Mangharjo. Sejak dua tahun terakhir, mereka memasak dengan menggunakan kompor dari bahan bakar gas metan. Sehingga menghemat pembelian elpiji," ujar Heri kepada wartawan.
Ia menjelaskan untuk menghasilkan gas metan, sampah organik yang telah dipilah ditata dengan metode "control landfill terasering", yakni penataan sampah dengan model berlapis antara sampah-tanah-sampah-tanah dengan terasering (miring) berbentuk piramida hingga batas ketinggian tertentu.
Kemudian, melalui proses fermentasi secara alami selama enam bulan hingga satu tahun, timbunan sampah organik dan tanah tersebut mampu menghasilkan gas metan yang menjadi sumber energi alternatif.
Untuk dapat dimanfaatkan, gas, limbah padat, dan limbah cair yang muncul dari sampah tersebut ditangkap dengan instalasi pipa paralon berukuran besar yang sebelumnya telah ditanam dalam timbunan sampah yang ditata dengan metode "control landfill terasering". Pipa tersebut diberi lubang-lubang dengan jarak tertentu.
"Gas metan yang mendominasi komposisi gas dalam timbunan sampah tersebut kemudian dimurnikan dengan menggunakan tabung pemilah hingga gas yang dihasilkan tersebut mencapai 90 persen gas metan dan dipisahkan dari limbah cair dan padat," kata Heri.
Hasil gas metan yang telah dimurnikan tersebut disalurkan ke tungku warga untuk menghasilkan energi panas atau bahan bakar pengganti elpiji.
Selain itu juga dimanfaatkan untuk menggerakan generator set bahan bakar gas inovatif guna menghasilkan energi listrik.
"Energi listriknya kami gunakan untuk menyalakan lampu-lampu di kawasan TPA Winongo. Selain itu juga menggerakan mesin pengolah limbah plastik untuk mengubah plastik menjadi minyak tanah alternatif," kata dia.
Heri menambahkan dari tujuh zona yang ada di TPA Winongo, sementara ini telah terdapat tiga zona tangkapan gas metan. Dimana di zona tersebut telah dipasangi pipa instalasi penangkap gas metan.
"Ketiga zona yang sudah dipasangi pipa instalasi penangkap gas metan adalah zona I, V, dan VII. Ke depan semua zona akan dipasangi instalasi penangkap gas metan," kata dia.
Salah satu warga Dusun Gembel pengguna gas metan, Suparmin mengaku sangat terbantu dengan penyaluran gas metan sampah organik dari pengelola TPA Winongo secara gratis tersebut. Keberadaan gas tersebut mampu mengurangi ketergantungan warga akan kebutuhan elpiji dan minyak tanah.
"Jika sebelumnya satu bulan rata-rata warga bisa menghabiskan lebih dari dua tabung elpiji ukuran tiga kilogram untuk bahan bakar, saat ini satu tabung bisa bertahan hingga dua bulan. Kami sangat terbantu, lebih hemat, dan murah," katanya. (*)