Hari berangsur siang. Mendung mulai menggelayuti kaki Gunung Merapi, di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Kendati mendung dan gerimis, ternyata hal itu hanya sebentar, sehingga rencana melintasi kaki Gunung Merapi dengan mobil "Off road" pun menjadi leluasa. Naik mobil, pengunjung start di halaman Museum Gunung Merapi.
"Off road" tersebut sangat menantang. Pengunjung diajak berkeliling dengan beragam rute. Mobil melaju dengan santai melewati kawasan Merapi yang terkena erupsi serta awan panas pada 2010.
Mobil melewati kawasan wisata Kaliurang dilanjutkan menuju Kali Kuning. Perjalanan dilanjutkan menuju Desa Petung, secara langsung melihat kondisi desa yang terkena erupsi. Disini pengunjung bisa melihat museum "Sisa Hartaku". Museum ini berisi benda dan foto kedahsyatan erupsi Gunung Merapi.
Perjalanan dilanjutkan ke Batu Alien. Di tempat ini, terdapat batu sisa material erupsi Gunung Merapi. Disebut Batu Alien, sebab di batu itu terdapat lekukan mirip dengan alien.
Puas menikmati panorama di Batu Alien, mobil kembali melaju ke Kaliadem. Di tempat ini terdapat bungker. Tempat ini dulu dimanfaatkan sebagai lokasi persembunyian, menghindari awan panas saat erupsi Gunung Merapi. Tapi, di tempat ini juga menelan korban. Bungker menjadi panas karena terpaan awan panas, sehingga warga yang berlindung di Bungker Kaliadem itu meninggal.
Terlepas dari sisi yang memilukan itu, pemandangan di tempat itu sangat eksotik. Pengunjung bisa berfoto "Selfie" maupun bersama-sama dengan "Background" Gunung Merapi. Hal itu memang lumrah, mengingat jarak antara bungker dengan puncak Merapi hanya sekitar 4 kilometer.
Di tempat ini, pengunjung dengan bebas memilih objek foto. Terdapat tiang pancang dengan bendera merah putih di atas. Pun terdapat gazebo dari bambu. Pengunjung bisa bersantai sambil menikmati pemandangan alam serta menonton atraksi pecinta motorcross yang berlenggak lenggok menghindari terjalnya batu gunung.
Dinginnya suasana rupanya tidak menyurutkan pengunjung dalam menikmati indahnya pemandangan alam di puncak Gunung Merapi ini. Itu terlihat dari pengunjung yang tetap datang, seakan enggan pulang.
Untuk menghalau hawa dingin, pengunjung bisa menikmati seduhan jahe dengan gula, minuman khas di tempat ini. Ditemani dengan pisang rebus yang hangat, rasa dingin hilang sudah. Minuman dan makanan ini banyak disajikan di warung yang berjejer di sepanjang tempat wisata itu.
Puas menikmati eksotika Gunung Merapi, perjalanan dilanjutkan ke Kali Kuning. Di tempat ini, sangat seru. Pengunjung bermain di sungai, sejumlah genangan air menjadi tempat yang sangat favorit.
Sejumlah sopir nampak sengaja adu kecepatan dengan sopir lainnya. Ini membuat sensasi tersendiri, saat air genangan di sungai itu terciprat ke mobil lainnya. Otomatis seluruh isi kendaraan baik penumpang maupun sopir basah terciprat angin.
"Ini seru sekali, apalagi bermain air. Tapi sopir yang membawa kami pintar, kami harus berlomba agar tidak terkena cipratan air, dan kami pun tidak basah," ucap Elsa, salah seorang pengunjung.
Dwi Wahyudi, salah seorang sopir Jeep mengaku wisata ini memang menjadi daya tarik tersendiri, selain Museum Gunung Merapi. Jalur ini mulai dibuka sekitar tiga tahun lalu, tapi rupanya sangat menarik pengunjung. Saat ini, setidaknya 600 mobil jeep.
"Biasanya, yang ramai itu akhir pekan. Dalam sehari, biasanya sampai 2-3 kali mengangkut pengunjung dengan track beragam," tutur Dwi.
Ia menyebut ada tiga rute yang ditawarkan, yakni "Short Trip" (1 – 1,5 jam), "Medium Trip" (2 – 2,5 jam), "Long Trip" (3 – 3,5 jam), serta paket "Sunrise". Untuk paket "Medium trip", biasanya tarif yang ditawarkan sekitar Rp400 ribu sekali jalan.
Ia merasa beruntung dengan semakin ramainya wisata ini, sebab dengan profesi ini ada tambahan pemasukan. Namun, mengendarai mobil ini bukan tanpa risiko. Ia mengaku, penumpang yang dibawanya pernah jatuh, karena tidak berpegangan dengan kuat saat mobil melaju. Beruntung, penumpang yang masih remaja itu tidak terluka.
Bahkan, ia pernah membawa penumpang yang sedang hamil. Mengendarai mobil jeep dengan medan penuh berbatu, membuatya harus ekstra hati-hati. Risiko ibu itu sakit juga besar, mengingat medan yang penuh dengan batu.
"Perjalanan dua jam saya tempuh dalam waktu tujuh jam. Nyonya itu tetap memaksa ingin berpetualang. Saat itu suaminya sudah melarang tapi tetap memaksa dan akhirnya saya mengendarai dengan sangat pelan-pelan," timpalnya.
Bagi Dwi, keselamatan penumpang selalu menjadi nomor satu. Ia tidak ingin terulang, adanya penumpang yang terjatuh saat mobil melaju. Untuk itu, ia selalu meminta penumpang berpegangan kuat di pegangan, guna menghindari terjatuh. (*)