Tulungagung (Antara Jatim) - Industri pengolahan gula tebu rumahan di Kabupaten Tulungagung, Jawa
Timur mayoritas masih menggunakan teknik konvensional atau tradisional
yang kurang memperhatikan higienitas (kebersihan) nira hasil perasan
batang tebu.
Pantauan koresponden Antara di sejumlah unit usaha pengolahan gula
tebu di Tulungagung, Jumat, jaringan distribusi air sulingan atau hasil
penggilingan tebu dibangun dengan konsep terbuka dan hampir sepadan
dengan permukaan lantai tanah sehingga rentan terkontaminasi kotoran.
Pekerja maupun pengunjung bahkan bisa mengakses titik penampungan
air tebu hasil peinggilingan maupun tiga bak penampungan yang ada persis
di bawah tungku besar tempat memasak nira tebu untuk diolah menjadi
gula merah tersebut.
Menurut Hariadi, pemilik usaha gula tebu di Sumbergempol itu,
pembuatan beberapa tandon penampungan air hasil penggilingan tebu
tersebut justru dilakukan untuk menyaring agar nira atau air tebu bersih
sebelum masuk ketel.
"Warna air tebu yang disedot ke tandon pertama lalu masuk ke tandon
kedua dan terakhir masuk ke bak di bawah tungku semua berbeda. Pertama
keruh, kedua lebih bersih dan ketiga hijau bening," ujarnya sembari
berdiri persis di atas bak-bak penampungan yang dibiarkan terbuka tanpa
penutup tersebut.
Hariadi mengakui, proses pengolahan nira tebu menjadi gula merah di
tempat usahanya masih konvensional, sama halnya seperti industri gula
tebu rumahan lain di Tulungagung yang jumlahnya ratusan.
Kendati volume produksi yang diolah besar (sehari rata-rata 2 ton),
modernisasi usaha sulit mereka lakukan karena tidak pernah ada
pengawasan atau pembinaan dari dinas industri dan perdagangan daerah
maupun Pemprov Jatim.
"Dulu pernah ada undangan (pertemuan) namun juga tidak ada realisasi
ataupun program pembinaan untuk pengembangan usaha kami," ujarnya.
Pola pengolahan yang sama juga terlihat di sejumlah industri gula
tebu di sejumlah tempat di wilayah Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung,
Ngunut, maupun Boyolangu.
Semua serba manual dan sederhana kecuali proses penggilingan tebu
yang menggunakan mesin diesel serta pendistribusian air sulingan menuju
dua ketel besar yang ada di atas tungku.
"Meski sederhana, kotoran yang mungkin tercampur selama proses
penyulingan akan terbuang atau mati saat pengolahan nira di atas tungku
yang dilakukan bertahap di lima ketel," kata Suprayitno, pengusaha gula
tebu di Boyolangu, Tulungagung. (*)
Industri Pengolahan Gula Tebu Tulungagung Masih Tradisional
Jumat, 22 Juli 2016 18:00 WIB
"Dulu pernah ada undangan (pertemuan) namun juga tidak ada realisasi ataupun program pembinaan untuk pengembangan usaha kami," ujarnya.