Surabaya (Antara Jatim) - Pasien HIV asal Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, Banyuwangi yang sedang hamil delapan bulan, Sug alias Ya (28), mengalami kesulitan mengakses persalinan melalui layanan jaminan kesehatan (jamkes) gratis dari pemerintah.
"Awalnya, saya minta bantuan Puskesmas Sempu untuk mendapatkan layanan persalinan dengan PMT-CT, karena saya positif HIV dan ingin layanan gratis, tapi ditolak, karena KTP saya mati," kata Sug didampingi suaminya di Sekretariat LSM EJA di Surabaya, Senin.
Akhirnya, ia ke RS Blambangan di Kota Banyuwangi yang dirinya biasa menjalani pengobatan HIV dengan ARV, namun RS Blambangan juga tidak sanggup melayani persalinan PMT-CT dengan layanan jamkes, kecuali ada surat keterangan dari kelurahan.
Namun, pihak kelurahan juga tidak bisa memberikan surat keterangan domisili atau KTP dan surat keterangan tidak mampu (miskin), karena KK miliknya masih bergabung dengan orang tua dan KK itu juga tidak terdaftar di Dispendukcapil Banyuwangi.
Ia pun kembali memohon bantuan kepada kader Puskesmas yang menanganinya, namun kader Puskesmas tetap memintanya mengurus Surat Domisili dan Surat Keterangan tidak mampu, namun ia pun bingung.
"Saya sudah lima kali bolak-balik dari kecamatan ke kota, tapi masalahnya sama, padahal saya sudah melaporkan kalau kehamilan saya dengan infeksi HIV, namun laporan kepada dokter manajer kasus HIV di klinik VCT RSUD Blambangan pada bulan Januari 2016 itu juga tidak direspons," katanya.
Selain itu, dirinya juga berusaha meminta persalinan dengan Program Keluarga Harapan (PKH) Kemensos, namun tetap tidak bisa, karena kendala yang sama.
Pada 15 Mei 2016, staf KPA Sidoarjo menyatakan adanya layanan yang responsif di Sidoarjo, namun ternyata tidak bisa, lalu dirinya diajak suami dari rekan-rekan LSM EJA Surabaya untuk langsung ke RSUD dr Soetomo Surabaya.
Pada layanan di RSUD dr Soetomo, semuanya dijalani melalui tanggung jawab individu dan pendampingan teman¿teman dekat, sehingga semuanya menghabiskan dana sekitar Rp15 juta hingga Rp20 juta dari gotong royong.
Dengan cara itu, maka dirinya pun melakukan konsultasi awal kehamilannya, bahkan manajer kasus HIV di RSUD dr Soetomo yang langsung berkoordinasi dengan pihak RS Blambangan untuk mengakses "register nasional" ARV-nya.
Sementara itu, pimpinan jaringan korban Napza dan HIV/AIDS di Jawa Timur "East Java Action (EJA)" Rudhy Wedhasmara menyatakan pihaknya siap melakukan pendampingan korban melalui jaringan LSM terkait HIV/AIDS di Surabaya, diantaranya Yayasan Pondok Kasih (YPK) Surabaya.
"Kita tidak langsung ke pendampingan hukum, karena masalahnya menyangkut administrasi kependudukan dan status sebagai ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Kami berharap Pemprov Jatim dan Pemkab Banyuwangi membantu Sugik," katanya.
Didampingi relawan YPK Surabaya, Maria Sulastri, ia mengatakan langkah awal untuk Sugik adalah YPK akan mengantarkan Sugik ke Puskesmas Manyar untuk periksa kehamilan dan Kelurahan Manyar.
"Di Kelurahan Manyar itu untuk mendapat surat penduduk T4 (tempat tinggal tidak tetap). Dengan keterangan T4 itulah, kami akan menguruskan surat ke Dinas Sosial agar Sugik mendapatkan layanan di RSUD dr Soetomo secara gratis. Kami sering berhasil dengan cara itu," kata Maria Sulastri menambahkan. (*)