Kediri (Antara Jatim) - Pemerintah Kota Kediri, Jawa Timur, masih mengkaji terkait dengan adanya peraturan daerah (Perda) tentang cagar budaya, mengingat dengan temuan sejumlah situs di Kota Kediri.
"Perda itu diperlukan untuk menerjemahkan UU. Perda cagar budaya itu tidak soal patung, tapi juga menyangtu bangunan bersejarah yang usianya berdasarkan UU lebih dari 50 tahun," kata Kepala Dinas Kebudayaan Parwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kota Kediri Nur Muhyar ditemui dalam kegiatan workshop pelestarian cagar budaya dan warisan budaya tak benda di Museum Airlangga, Kota Kediri, Sabtu.
Ia mengatakan, di Kota Kediri memang belum ada perda terkait dengan cagar budaya. Namun, dalam melindungi peninggalan cagar budaya, pemkot merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Untuk membuat perda, kata dia, harus benar-benar dibahas dengan matang. Ia tidak ingin, dengan adanya perda cagar budaya, justru terjadi ketidakpastian di masyarakat.
Untuk cagar budaya, lanjut dia, bukan hanya membahas soal situs melainkan peninggalan kebendaan yang mempunyai nilai sejarah, misalnya bangunan bersejarah. Di Kediri, terdapat bangunan yang cukup bersejarah yaitu bekas rumah pembantu Gubernur yang berada di Jalan Sudanco Supriyadi, Kota Kediri.
Untuk penetapan, tambah dia, sebenarnya bisa dengan Peraturan Wali Kota dan bukan hanya dengan harus membuat perda terlebih dahulu. Ia tidak ingin, dengan membuat perda justru menjadi salah dalam penerjamahan UU perlindungan cagar budaya tersebut.
"Harus dilakukan kajian serta landasan hukum supaya masyarakat tidak bingung, misalnya apa usia bangunan di atas 50 tahun, bagaimana arsitektur, bahan material bangunan, nilai sejarah bangunan," paparnya.
Untuk saat ini, Pemkot Kediri juga mulai melakukan pengkajian serta pendataan bangunan bersejarah, termasuk situs. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk penertiban barang bersejarah di Kediri.
Namun, untuk perawatan, Nur mengatakan juga berharap keterlibatan masyarakat. Untuk situs, masih ada beberapa yang berada di lingkunga warga misalnya di daerah Sitinggil, Kelurahan Lirboyo, maupun Kelurahan Gayam, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.
Situs yang ditemukan di daerah itu berada di lingkungan masyarakat dan mereka pun sudah memastikan diri untuk membantu menjaga situs tersebut. Selain itu, situs yang ditemukan melekat dengan fondasinya.
Namun, Nur mengatakan jika situs berada di tempatnya ke depan akan lebih memudahkan penelusuran sejarah serta bisa memengaruhi penelitian berikutnya.
"Jika di tempat asal jauh lebih baik, sebab akan memengaruhi penelitian berikutnya," katanya.
Di Kediri, banyak situs maupun temuan benda purbakala. Untuk yang bisa dibawa, akan diamankan di Museum Airlangga, Kota Kediri, sementara ada juga yang masih di tempat ditemukan. (*)