Surabaya, (Antara Jatim) - Anggota tim advokat Kadin Jatim Amir Burhannudin meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim Maruli Hutagalung untuk tertib pada tupoksinya sebagai aparat hukum yakni hanya berbicara hukum terkait dengan kasus dugaan korupsi dana hibah Ketua Kadin Jatim La Nyalla Matalitti.
"Seharusnya aparat hukum bicara fakta hukum saja. Tidak perlu spekulasi dan menyatakan sesuatu praduga yang mengaburkan persoalan. Karena masyarakat sekarang sudah mengerti hukum. Termasuk mengerti mengapa permohonan pra peradilan yang kami jalani dikabulkan hakim," katanya dalam siaran pers, Jumat.
Ia mengemukakan, kalau jaksa jujur dan berbicara fakta hukum, maka dari dua kali pra peradilan terkait perkara dana hibah Kadin Jatim sudah jelas secara hukum perkara tersebut tidak bisa disidik kembali.
"Mengapa, setidaknya ada tiga prinsip dasar yang penting yang harus diungkapkan dengan jujur kepada masyarakat," katanya.
Pertama, kata dia, dalam persidangan tindak pidana korupsi dana hibah Kadin Jatim, yang telah inkrah pada Desember 2015 lalu, dengan terpidana Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, sama sekali tidak ada unsur penyertaan (delneming) dalam Pasal 55 KUHP terhadap pihak lain.
"Termasuk Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti. Sehingga hakim memutuskan perkara tersebut tidak bisa menjerat orang lain," katanya.
Ia mengatakan, dakwaan jaksa sendiri saat itu tidak menyertakan KUHP Pasal 55 terhadap selain dua terdakwa dalam perkara itu, yakni saudara Diar dan Nelson.
"Lalu bagaimana sekarang jaksa yang sama, penyidik yang sama, menerapkan unsur yang kemarin tidak mereka sertakan. Apa karena tiba-tiba ada pesanan khusus. Itu kan yang menjadi pertanyaan para ahli hukum, sehingga pakar hukum Universitas Indonesia dan Universitas Kristen Indonesia menduga ada kepentingan di luar hukum untuk menjerat La Nyalla," katanya.
Kedua, terhadap dalil adanya perbedaan antara tanggal kuitansi dan materai, telah jelas dinyatakan bahwa kuitansi adalah alat kelengkapan administrasi.
"Karena subtansi sesungguhnya adalah pengakuan dari si penerima uang yang telah dinyatakan dalam kuitansi dan telah menjadi fakta persidangan di sidang Tipikor dana hibah Kadin Jatim dengan terdakwa saudara Diar dan Nelson," katanya.
Diar dan Nelson, tambah Amir, mengakui telah menerima pengembalian dana hibah Kadin Jatim yang sempat digunakan oleh terdakwa Diar sebagai dana talangan pembelian IPO Bank Jatim.
"Dan pengembalian itu telah terjadi pada tahun 2012, sebelum perkara dana hibah Kadin Jatim dilakukan penyelidikan oleh Kejati Jatim pada Desember 2014," katanya.
Menurutnya, masyarakat perlu mendengar pendapat pakar hukum UGM Prof. Edward Omar Sharief, yang mengatakan bahwa pada intinya menerangkan bilamana pengembalian uang negara dilakukan sebelum penyelidikan dan penyidikan, maka tidak masuk kategori merugikan keuangan negara.
"Sehingga tidak merupakan tindak pidana kecuali pada saat penyelidikan dan penyidikan kerugian negara baru dikembalikan," katanya.
Sedangkan prinsip yang ketiga, masyarakat harus diberi fakta dan informasi hukum yang jujur, bahwa putusan pengadilan bersifat Res Judikata Pro Veritate Habitur, yang artinya putusan hakim harus dianggap benar dan dijalankan.
"Dan selanjutnya bersifat berlaku dan mengikat untuk umum. Jadi, Kajati harus jujur kalau bicara hukum, supaya sekaligus mendidik dan memberi contoh kepada masyarakat agar taat hukum," katanya.(*)