Ego sektoral di era reformasi ini masih kental, kenapa model penyaluran dan pelaksanaan Dana Desa tidak dibarengkan atau meniru model PNPM yang selama ini berjalan (era SBY) dengan tiga sasaran penggunaan (ekonomi, sosial dan lingkungan), yang semuanya dikelola dan dikerjakan oleh warga Desa bersangkutan secara mandiri dengan mendapat bimbingan dari faskel (fasilitator kelurahan), tanpa melibatkan secara langsung perangkat Desa.
Kegiatan pembangunan lingkungan (infrastruktur), ekonomi (simpan pinjam) hingga sosial bagi warga Desa kurang mampu bisa berjalan dengan baik dengan tingkat penyelewengan PNPM sangat kecil yakni 0,02 persen se-Nusantara. Model pembangunan Desa yang sudah terbukti hasilnya semestinya diikuti, dengan perbaikan dan penyempurnaan, tidak perlu bikin program baru yang segalanya dilakukan sejak awal lagi.
Dalam APBN 2016, alokasi dana desa dianggarakn sebesar Rp47 triliun dengan estimasi masing-masing desa di Indonesia mendapat sekitar Rp500 juta. Dalam postur anggaran tahun berikutnya, alokasi itu akan dinaikkan hingga Rp1 miliar per desa, sesuai dengan janji Presiden RI Joko Widodo.
Cukup besar dana itu bagi Desa yang selama tujuh dekade RI Merdeka diabaikan dalam segala hal, sehingga tidak mengherankan bila warga Desa berduyun-duyun menyerbu Kota (Urbanisasi) demi kehidupan lebih baik, mencicipi dan berpartisipasi pesatnya pembangunan demi yang namanya kesejahteraan.
Begitu jauh dan sangat timpang pembangunan antara Desa dan Kota, menyadarkan bangsa ini untuk lebih memerhatikan Desa, yang mana sebagian besar masyarakat berasal, sehingga kucuran dana triliunan rupiah "direlakan" oleh pemerintah untuk Desa.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2015, atau peraturan yang berlaku saat ini, dana desa dialokasikan dengan perhitungan alokasi dasar yang dibagi secara merata ke setiap desa dengan bobot 90 persen dari total anggaran. Sebanyak 10 persen alokasi sisanya, dibagi dengan memperhitungkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan kesulitan geografis desa.
Namun, Dana Desa itu penggunaannya "dilaksanakan" oleh perangkat desa dan lembaga masyarakatnya yang notabene selama ini sangat diragukan kredibilitas dan kejujurannya serta keiklasannya menjalankan amanah itu secara jujur, sehingga, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Marwan Jafar sampai mengingatkan kepala desa untuk tidak "mengutip" dana desa.
"Saya ingatkan kembali, jangan sama sekali mengutip sedikit pun dana desa. Ingat pak camat, kepala desa, juga aparat kabupaten, jangan dikutip ya dana desa. Itu melanggar hukum. Masyarakat desa kalau ada yang mengetahui kutipan, lapor ke saya," ujar Marwan, dalam sebuah kesempatan. (*).