Mazlan Mansyur, di Surabaya, Senin, mengatakan pihaknya menyayangkan Pemkot Surabaya yang tidak segera menindaklanjuti Perda PKL dengan membuat peraturan wali kota (perwali) tentang penataan pedagang kaki lima (PKL) di pusat perbelanjaan dan perkantoran.
"Perda Nomor 9/2014 tidak bisa diterapkan. Sebab, perwali yang mengatur teknis pelaksanaan dari perda tersebut belum ada," katanya.
Meskipun perda tersebut dibuat untuk memberikan perhatian khusus kepada PKL, lanjut dia, kenyataannya sudah dua tahun tidak berguna. "Ya ini PR (perkerjaan rumah) besar bagi pemkot, pemerintah harus serius menangani PKL. Karena kalau dibiarkan bisa jadi boomerang," ujarnya.
Ia mengungkapkan jauh sebelum itu, Pemkot Surabaya sudah membuat Perda Nomor 17 tahun 2003 tentang penataan PKL. Sayangnya, sampai saat ini perda tersebut juga tidak ada perwalinya. Sempat dibuatkan perwali, dengan alasan yang tidak jelas, Pemkot menghapus perwali itu.
Menurutnya, Pemkot Surabaya perlu mendata keberadaan PKL di Surabaya. Penataan PKL tidak berbasis data akan sia-sia. "Pemkot tidak punya data riil PKL se-Surabaya, mau membenahin ya omong kosong," tegasnya.
Ia menegaskan penataan PKL selama ini terkesan asal-asalan atau ditata tanpa memiliki tahapan-tahapan perencanaan yang berbasis data. "Kalau punya data berapa jumlah keberadaan PKL enak. Jadi misalnya, tahap pertama yang akan ditata berapa, selanjutnya berapa, dan ditempatkan dimana juga sudah terencana dengan baik. Kalau begini (asal ditata) ya sampai kapanpun masalah PKL akan terus berlanjut," ujarnya.
Untuk itu, Mazlan mendorong Pemkot Surabaya segera membuat perwali tentang penataan PKL. Menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), hampir pasti banyak perusahaan yang melakukan pemberhentian hubungan kerja (PHK) dan lebih memilih mempekerjakaan tenaga-tenaga yang lebih terampil.
Ketika di-PHK, lanjutnya, yang paling gampang dilakukan oleh masyarakat menengah ke bawah adalah menjadi PKL. Keberadaan sentra PKL tidak akan menjadi solusi sebab PKL selalu muncul di beberapa sudut kota di Surabaya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya Edi Rachmat mengatakan perkantoran dan pusat perbelanjaan penting menyediakan ruang kosong untuk ditempati para PKL. Selain menjadi tempat berjualan bagi PKL, pegawai atau karyawan setempat sangat diuntungkan ketika butuh untuk membeli makanan.
"Teknisnya kan diatur di perwali, kalau tidak ada perwali perda itu tidak bisa diterapkan. Kantor dan pusat belanja sama-sama untung ketika menyediakan ruang bagi PKL," katanya. (*)
"Perda Nomor 9/2014 tidak bisa diterapkan. Sebab, perwali yang mengatur teknis pelaksanaan dari perda tersebut belum ada," katanya.
Meskipun perda tersebut dibuat untuk memberikan perhatian khusus kepada PKL, lanjut dia, kenyataannya sudah dua tahun tidak berguna. "Ya ini PR (perkerjaan rumah) besar bagi pemkot, pemerintah harus serius menangani PKL. Karena kalau dibiarkan bisa jadi boomerang," ujarnya.
Ia mengungkapkan jauh sebelum itu, Pemkot Surabaya sudah membuat Perda Nomor 17 tahun 2003 tentang penataan PKL. Sayangnya, sampai saat ini perda tersebut juga tidak ada perwalinya. Sempat dibuatkan perwali, dengan alasan yang tidak jelas, Pemkot menghapus perwali itu.
Menurutnya, Pemkot Surabaya perlu mendata keberadaan PKL di Surabaya. Penataan PKL tidak berbasis data akan sia-sia. "Pemkot tidak punya data riil PKL se-Surabaya, mau membenahin ya omong kosong," tegasnya.
Ia menegaskan penataan PKL selama ini terkesan asal-asalan atau ditata tanpa memiliki tahapan-tahapan perencanaan yang berbasis data. "Kalau punya data berapa jumlah keberadaan PKL enak. Jadi misalnya, tahap pertama yang akan ditata berapa, selanjutnya berapa, dan ditempatkan dimana juga sudah terencana dengan baik. Kalau begini (asal ditata) ya sampai kapanpun masalah PKL akan terus berlanjut," ujarnya.
Untuk itu, Mazlan mendorong Pemkot Surabaya segera membuat perwali tentang penataan PKL. Menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), hampir pasti banyak perusahaan yang melakukan pemberhentian hubungan kerja (PHK) dan lebih memilih mempekerjakaan tenaga-tenaga yang lebih terampil.
Ketika di-PHK, lanjutnya, yang paling gampang dilakukan oleh masyarakat menengah ke bawah adalah menjadi PKL. Keberadaan sentra PKL tidak akan menjadi solusi sebab PKL selalu muncul di beberapa sudut kota di Surabaya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya Edi Rachmat mengatakan perkantoran dan pusat perbelanjaan penting menyediakan ruang kosong untuk ditempati para PKL. Selain menjadi tempat berjualan bagi PKL, pegawai atau karyawan setempat sangat diuntungkan ketika butuh untuk membeli makanan.
"Teknisnya kan diatur di perwali, kalau tidak ada perwali perda itu tidak bisa diterapkan. Kantor dan pusat belanja sama-sama untung ketika menyediakan ruang bagi PKL," katanya. (*)