Tulungagung (Antara Jatim) - Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, mengkritik pemerintah daerah setempat yang dinilai masih kurang tegas dalam menyikapi setiap potensi radikalisme yang muncul dari simbol-simbol maupun pesan-pesan berbau sektarian.
"Respon pemerintah daerah terhadap isu radikalisme masih sangat kurang. Bahkan ada kesan pembiaran," kata Ketua MUI Tulungagung, Hadi Mahfudz saat menjadi pembicara seminar dan deklarasi antiradikalisme aliran keagamaan di Pendopo Kabupaten Tulungagung, Senin.
Tokoh agama Islam berlatar belakang NU tersebut mencontohkan banyaknya spanduk berisi pesan mengandung unsur radikalisme yang bertebaran di sejumlah titik fasilitas umum di Tulungagung.
Menurut Gus Hadi, tidak adanya penurunan paksa spanduk ataupun penindakan terhadap organisasi pemasang seruan berbau jihad ala Islam tersebut menunjukkan pemerintah daerah kurang reponsif.
"Itu bukan otoritas MUI untuk menindak. MUI hanya mengingatkan tentang nilai NKRI dan memberikan dorongan secara normatif," ujarnya.
Menanggapi kritik MUI tersebut, Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo mengklaim potensi radikalisme tidak terlalu signifikan.
"Kami tidak menampik adanya gejala ke arah sana, tapi menurut data intelijen potensinya tidak signifikan," ujar Syahri.
Kendati begitu, Syahri menegaskan akan tetap meningkatkan kewaspadaan.
Bersama jajaran TNI, Polri, pemerintah daerah dan komunitas lintasagama, Syahri menyerukan perlunya sinergi antara semua elemen masyarakat dalam menangkal setiap potensi radikalisme.
"Kami berharap MUI untuk secepatnya memberikan surat kepada lembaga yang bersangkutan. Isinya mengajak dialog mereka sehingga bisa segera kembali ke jalan yang benar," katan Syahri.
Syahri tidak terlalu detail menjelaskan berkaitan dengan aliran keagamaan radikalisme dimaksud.
Menurut dia, hal itu bukan kewenangan pemerintah daerah ataupun kepala daerah.
"Namun hal itu sepenuhnya kewenangan TNI dan Polri yang salah satunya berdasarkan rekomendasi MUI," kata Syahri. (*)