Tulungagung (Antara Jatim) - Majelis Ulama Indonesia Cabang Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur
mengapresiasi langkah hukum kepolisian setempat dalam melakukan sidang
diversi kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan tersangka anak di
bawah umur.
"Karena pelaku memang masih di bawah umur, sehingga harus dipahami
bahwa yang bersangkutan belum mengerti dengan apa yang dilakukannya,"
kata Ketua MUI Tulungagung K.H Mohammad Hadi Mahfudz dikonfirmasi usai
sidang diversi di Mapolres Tulungagung, Senin.
Menurutnya, langkah diversi atau proses peradilan anak sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 dengan mempertimbangkan
perkembangan psikologis anak sudah tepat.
KH Mohammad Hadi Mahfudz atau biasa disapa Gus Hadi ini meyakini Fr
(15) yang menjadi tersangka utama dugaan penistaan agama tidak memiliki
niat melecehkan umat Islam ataupun kepentingan lain yang bersifat
idiologis.
Sebaliknya, kata dia, perilaku Fr beserta lima rekannya yang lain
lebih mencerminkan "kenakalan wajar" remaja bawah umur karena kurangnya
pengawasan dan pembinaan orang tua.
"Dalam Islam, anak yang belum akhir baliq tidak bisa dikatakan berdosa karena melakukan sesuatu hal yang salah," katanya.
Oleh karenanya, Gus Hadi berharap pemahaman tentang ilmu fiqih
Islam membantu masyarakat khususnya umat Muslim untuk bisa mentoleransi
perilaku salah yang dilakukan Fr bersama teman-temannya.
"Saat sidang diversi tadi Fr mengaku tidak punya niat atau motivasi
apa-apa kecuali iseng supaya terkenal dan heboh di dunia maya, dalam
hal ini di situs jejaring sosial facebook," ujarnya.
Sebelumnya, Senin pagi sekitar pukul 09.00 WIB hingga 10.30 WIB
Polres Tulungagung menggelar sidang diversi kasus dugaan penistaan agama
yang dilakukan Fr, remaja putus sekolah asal Desa Tanggulkundung,
Kecamatan Besuki, Tulungagung.
Dalam sidang yang melibatkan perwakilan MUI, tokoh agama dan
perangkat Desa Tanggulkundung, orang tua Fr, dinas sosial, balai
pemasyarakatan (bapas), Lembaga Perlindungan Anak Tulungagung dan Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Tulungagung diputuskan untuk
menyerahkan kembali pembinaan Fr kepada orang tua kandungnya.
Fr selanjutnya wajib bersekolah lagi dengan di bawah pengasuhan
langsung ibu kandungnya, Luluk Wijiastuti (33) yang kini tinggal di
daerah Jenangan, Ponorogo bersama suami kedua atau ayah tiri Fr.
Sementara lima rekan Fr yang sempat ikut ditangkap polisi, Sabtu
(18/6) telah lebih dulu dibebaskan karena hanya berperan sebagai saksi
atau penggembira dalam aksi injak dan tidur di atas kitab Suci Al Quran
tersebut.(*)
MUI Tulungagung Apresiasi Diversi Kasus Penistaan Agama
Senin, 20 Juni 2016 16:35 WIB
"Dalam Islam, anak yang belum akhir baliq tidak bisa dikatakan berdosa karena melakukan sesuatu hal yang salah," kata Gus Hadi.