Surabaya, (Antara Jatim) - Maharidzal selaku pengacara Abdul Rokhim seorang Kepala Dusun Wangi,
Desa Sumberejo, Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur, menyebut ada diskriminasi
hukum terkait dugaan pemalsuan ijazah yang melibatkan kliennya
tersebut.
"Kami menduga ada diskriminasi hukum terkait dengan kasus pemalsuan
ijazah yang diduga dilakukan oleh klien kami ini," katanya saat temu
media di Surabaya, Rabu.
Ia mengatakan, awalnya kasus ini bermula saat PT Aneka Tuna
Indonesia (ATI) sedang membutuhkan karyawan untuk bekerja di pabrik
tersebut.
"Sebagai seorang kepala dusun, klien kami kemudian melakukan rapat
dengan warga yang ingin bekerja di perusahaan tersebut. Dan akhirnya ada
empat orang yang berminat untuk bekerja di perusahaan itu, namun hanya
memiliki ijazah SMP. Padahal yang dibutuhkan perusahaan adalah ijazah
setingkat SMA," katanya.
Karena adanya permasalahan tersebut, kemudian ada salah seorang
warga lainnya yakni YS yang diduga mampu membantu mencarikan ijazah
setingkat SMA dengan cepat, tanpa harus bersekolah.
"Kemudian empat orang warga masing-masing MA, TL, IK dan SK
berminat untuk mengurus ijazah di Madrasah Aliyah Darussalam melalui YS
kepada HS selaku pemilik sekolah," katanya.
Dari ijazah yang diduga palsu tersebut, kata dia, keempat orang
warga diharuskan membayar uang Rp700 ribu untuk setiap ijazah yang
dibuat. "Akhirnya, tiga dari empat orang warga tersebut bisa bekerja dan
satu orang yakni MA tidak diterima kerja dengan alasan kesehatan,"
katanya.
Ia mengatakan, karena tidak diterima bekerja itu, kemudian MA
berkata kepada MU salah seoarang warga lainnya, dan diteruskan ke salah
satu lembaga swadaya masyarakat hingga melaporkan kepada kejaksaan
setempat terkait dengan ijazah palsu ini.
"Yang kami sesalkan kepada para pelaku pembuat dan juga pengguna
ijazah palsu tersebut tidak turut ditahan. Padahal dalam persidangan di
Pengadilan Negeri Bangil, Pasuruan para saksi termasuk HS, sudah
mengakui kalau dirinya yang membuat ijazah palsu tersebut," katanya.
Ia berharap, pada persidangan selanjutnya, hakim di Pengadilan
Negeri Bangil, Pasuruan, bisa memberikan hasil putusan yang terbaik
supaya permasalahan kasus ijazah palsu ini bisa diputus dengan bijak.
"Klien kami ini tidak ikut terlibat dalam pembuatan ijazah palsu
tersebut. Tetapi kok dikenakan pasal 263 terait dengan dokumen palsu dan
dijadikan terdakwa. Selain itu, orang yang jelas-jelas mengaku dan
membuat ijazah palsu serta orang orang menggunakan ijazah palsu bisa
melenggang dengan bebas," katanya. (*)
Desa Sumberejo, Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur, menyebut ada diskriminasi
hukum terkait dugaan pemalsuan ijazah yang melibatkan kliennya
tersebut.
"Kami menduga ada diskriminasi hukum terkait dengan kasus pemalsuan
ijazah yang diduga dilakukan oleh klien kami ini," katanya saat temu
media di Surabaya, Rabu.
Ia mengatakan, awalnya kasus ini bermula saat PT Aneka Tuna
Indonesia (ATI) sedang membutuhkan karyawan untuk bekerja di pabrik
tersebut.
"Sebagai seorang kepala dusun, klien kami kemudian melakukan rapat
dengan warga yang ingin bekerja di perusahaan tersebut. Dan akhirnya ada
empat orang yang berminat untuk bekerja di perusahaan itu, namun hanya
memiliki ijazah SMP. Padahal yang dibutuhkan perusahaan adalah ijazah
setingkat SMA," katanya.
Karena adanya permasalahan tersebut, kemudian ada salah seorang
warga lainnya yakni YS yang diduga mampu membantu mencarikan ijazah
setingkat SMA dengan cepat, tanpa harus bersekolah.
"Kemudian empat orang warga masing-masing MA, TL, IK dan SK
berminat untuk mengurus ijazah di Madrasah Aliyah Darussalam melalui YS
kepada HS selaku pemilik sekolah," katanya.
Dari ijazah yang diduga palsu tersebut, kata dia, keempat orang
warga diharuskan membayar uang Rp700 ribu untuk setiap ijazah yang
dibuat. "Akhirnya, tiga dari empat orang warga tersebut bisa bekerja dan
satu orang yakni MA tidak diterima kerja dengan alasan kesehatan,"
katanya.
Ia mengatakan, karena tidak diterima bekerja itu, kemudian MA
berkata kepada MU salah seoarang warga lainnya, dan diteruskan ke salah
satu lembaga swadaya masyarakat hingga melaporkan kepada kejaksaan
setempat terkait dengan ijazah palsu ini.
"Yang kami sesalkan kepada para pelaku pembuat dan juga pengguna
ijazah palsu tersebut tidak turut ditahan. Padahal dalam persidangan di
Pengadilan Negeri Bangil, Pasuruan para saksi termasuk HS, sudah
mengakui kalau dirinya yang membuat ijazah palsu tersebut," katanya.
Ia berharap, pada persidangan selanjutnya, hakim di Pengadilan
Negeri Bangil, Pasuruan, bisa memberikan hasil putusan yang terbaik
supaya permasalahan kasus ijazah palsu ini bisa diputus dengan bijak.
"Klien kami ini tidak ikut terlibat dalam pembuatan ijazah palsu
tersebut. Tetapi kok dikenakan pasal 263 terait dengan dokumen palsu dan
dijadikan terdakwa. Selain itu, orang yang jelas-jelas mengaku dan
membuat ijazah palsu serta orang orang menggunakan ijazah palsu bisa
melenggang dengan bebas," katanya. (*)