Ngawi (Antara Jatim) - Perajin ukir kayu jati di pinggir Jalan Raya Ngawi-Solo, Desa
Banjarejo, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur,
menyatakan siap menghadapi era perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) seiring persiapan yang telah dilakukan.
Salah satu perajin ukir kayu jati, Lusi Rahmawati, Kamis, di Ngawi,
mengatakan pihaknya tidak takut menghadapi MEA, justru kesempatan
tersebut dipandang sebagai peluang bisnis.
"Selama ini, selain dipasarkan di dalam negeri, produk kami juga
telah dipasarkan ke luar negeri. Kami melihat MEA justru sebagai peluang
bisnis untuk memperluas pasar," ujar Lusi kepada wartawan.
Menurut dia, sebelum MEA diberlakukan, ia dan sejumlah perajin kayu
jati setempat telah melakukan persiapan dan antisipasi. Di antaranya
dengan menjaga kualitas kerajinan dan memproduksi barang sesuai selera
pasar asing yang memiliki ciri khas tersendiri.
"Di antaranya memproduksi barang sesuai karakter dan keinginan
negara pemesan. Mulai dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Asia
Selatan hingga Eropa," kata dia.
Selain memproduksi barang yang unik sesuai karakter asal usul
konsumen, perajin setempat saat ini juga sedang mengurus Sistem
Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK).
SVLK bertujuan untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar
dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang
meyakinkan. Konsumen di luar negeri pun tidak perlu meragukan legalitas
kayu yang berasal dari Indonesia.
Dengan SVLK, industri berbahan kayu yakin akan legalitas sumber
bahan baku kayunya sehingga lebih mudah meyakinkan para pembelinya di
luar negeri.
"Dengan persiapan-persiapan itu, Insya Allah kami tidak kaget saat
MEA diberlakukan. Ya mungkin akan ada imbasnya, namun itu wajar dalam
berbisnis," katanya.
Sesuai data yang ada, di Kabupaten Ngawi terdapat puluhan perajin
kayu jati. Mereka rata-rata berada di desa tepian hutan milik Perhutani
yang menjadi sumber bahan kerajinannya. Di antaranya di kawasan
Kecamatan Kedunggalar dan Pitu.
Dari limbah kayu jati dan bonggol akar pohon jati, para perajin
tersebut mampu membuat perabotan dan pernak-pernik yang bernilai jual
tinggi. Harga yang ditawarkan juga bervariasi, mulai dari Rp20 ribu
hingga Rp15 juta. (*)
Banjarejo, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur,
menyatakan siap menghadapi era perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) seiring persiapan yang telah dilakukan.
Salah satu perajin ukir kayu jati, Lusi Rahmawati, Kamis, di Ngawi,
mengatakan pihaknya tidak takut menghadapi MEA, justru kesempatan
tersebut dipandang sebagai peluang bisnis.
"Selama ini, selain dipasarkan di dalam negeri, produk kami juga
telah dipasarkan ke luar negeri. Kami melihat MEA justru sebagai peluang
bisnis untuk memperluas pasar," ujar Lusi kepada wartawan.
Menurut dia, sebelum MEA diberlakukan, ia dan sejumlah perajin kayu
jati setempat telah melakukan persiapan dan antisipasi. Di antaranya
dengan menjaga kualitas kerajinan dan memproduksi barang sesuai selera
pasar asing yang memiliki ciri khas tersendiri.
"Di antaranya memproduksi barang sesuai karakter dan keinginan
negara pemesan. Mulai dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Asia
Selatan hingga Eropa," kata dia.
Selain memproduksi barang yang unik sesuai karakter asal usul
konsumen, perajin setempat saat ini juga sedang mengurus Sistem
Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK).
SVLK bertujuan untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar
dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang
meyakinkan. Konsumen di luar negeri pun tidak perlu meragukan legalitas
kayu yang berasal dari Indonesia.
Dengan SVLK, industri berbahan kayu yakin akan legalitas sumber
bahan baku kayunya sehingga lebih mudah meyakinkan para pembelinya di
luar negeri.
"Dengan persiapan-persiapan itu, Insya Allah kami tidak kaget saat
MEA diberlakukan. Ya mungkin akan ada imbasnya, namun itu wajar dalam
berbisnis," katanya.
Sesuai data yang ada, di Kabupaten Ngawi terdapat puluhan perajin
kayu jati. Mereka rata-rata berada di desa tepian hutan milik Perhutani
yang menjadi sumber bahan kerajinannya. Di antaranya di kawasan
Kecamatan Kedunggalar dan Pitu.
Dari limbah kayu jati dan bonggol akar pohon jati, para perajin
tersebut mampu membuat perabotan dan pernak-pernik yang bernilai jual
tinggi. Harga yang ditawarkan juga bervariasi, mulai dari Rp20 ribu
hingga Rp15 juta. (*)