Surabaya (Antara Jatim) - Sebanyak 61 kepala sekolah (kepsek) di Surabaya akan bertugas di sekolah dalam program "On The Job Learning" (OJL) gagasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di daerah 3T (terpencil, terisolir, dan terluar).
"Di Surabaya, sebanyak 61 kepala sekolah akan bertugas di sekolah yang telah ditunjuk Kemendikbud, dengan rincian satu dari kepsek SMK, 6 kepsek SMP dan 54 kepsek SD selama 10 hari," kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Surabaya Ikhsan di Surabaya, Senin.
Ia mengatakan, kepsek yang ditempatkan untuk program ini berasal dari sembilan kabupaten dan kota, sehingga diharapkan bisa berbagi banyak hal terkait sistem pendidikan yang ada di daerah dan sebaliknya.
”Saya berharap program ini bisa memotivasi siswa di daerah untuk bisa sukses, karena sukses merupakan hak setiap anak,” tuturnya.
Terbukanya jaringan kepala sekolah dengan program ini diharapkan juga bisa memperluas wawasan peserta didiknya, karena bisa melanjutkan pendidikan di luar daerahnya.
Terkait kurikulum yang berbeda antara wilayah 3T dengan Surabaya, menurutnya tidak menjadi permasalahan karena metode dan strategi pembelajarannya bisa berbagi.
"Perbedaan kurikulum KTSp dan K13 bukan masalah besar karena metode dan strateginya bisa berbagi, sedangkan kepala Seolah asal Surabaya juga bisa belajar kearifan lokal di 3T untuk dibawa ke Surabaya," ujarnya.
Di sisi lain, Kepsek SDN 6 Prigi, Kecamatan Suwela, Kabupaten Lombok Timur, Sobirin mengungkapkan perbedaan terlihat mencolok di SD Klampis 1 Surabaya dengan sekolahnya yang terletak pada tenaga pendidiknya.
"Di sekolah kami karena keterbatasan teknologi dan bantuan pemerintah, sampai saat ini hanya ada dua komputer yang digunakan oleh satu operator untuk keperluan SDN 6 Prigi dengan SMP Satu atap 4 Suwela," paparnya yang juga menjabat sebagai kepala SMP Satu atap 4 Suwela.
Sedangkan di SD Klampis 1 Surabaya, lanjutnya menjadi sekolah yang sudah luar biasa, terlihat bangunan infrastruktur seperti kelas, toilet, aula, lalu siswa hingga gurunya sudah berkualitas.
"Saya masih merasa ada keterbatasan dalam hal teknologi, maupun tenaga pendidik yang sampai saat ini masih bisa diatasi dengan adanya tenaga honorer, namun saya berharap tenaga honorer bisa dibayar oleh pemerintah agar tidak ada kekhawatiran akan kehilangan tenaga ahli," terangnya.
Menurut dia, hingga saat ini jumlah siswa SDN 6 Prigi mencapai 153 anak, sedangkan SMP satu atap 4 Suwela yang baru tiga tahun berdiri tahun ini baru menerima 38 siswa baru.
“Pencapaian pembelajaran menjadi perhatian saya, karena daerah kami terpencil jadi ada perbedaan juga untuk teknis pembelajaran, pengelolaan administrasi kelas, pengaturan lapangannya dan lainnya,” tandasnya. (*)