Ada pemandangan langka dan unik di Sungai Kalimas pada sisi Monumen Kapal Selam (Monkasel) pada Sabtu (21/11), yaitu Pasar Apung dengan pedagang menjual berbagai kuliner khas Surabaya di armada perahu kayu para nelayan.
Sebanyak 10 kapal nelayan berjajar merapat di sepanjang Sungai Kalimas dengan menu tradisional yang menggugah selera. Pasar Apung di ajang Surabaya Festival 2015 itu dimulai jam 16.00 dan berakhir pada jam 22.00 WIB.
"Pengunjung yang mencicipi makanan harus membeli kupon yang disediakan oleh panitia sebagai alat tukarnya," ucap koordinator acara Surabaya Festival 2015, Christy Widyawati.
Adapun transaksi jual beli di Pasar Apung tersebut memang dilakukan dengan menggunakan jaring ikan, yakni pembeli akan memberikan kuponnya dengan meletakkan pada jaring ikan dan demikian juga penjual akan memberikan makanan ke pembeli melalui jaring ikan.
"Konsep Pasar Apung dengan menggabungkan cara belanja modern memang sudah ada di tempat lain, tapi di Surabaya, ini adalah suatu hal yang baru yang bisa kita jual sebagai destinasi wisata," tutur Christy Widyawati.
Pihaknya berharap lontaran ide itu bisa dikembangkan di kemudian hari sebagai upaya menghidupkan Sungai Kalimas. Itulah rangkaian dari "Surabaya Festival 2015" yang digelar Universitas Ciputra (UC) Surabaya pada 20-22 November 2015.
"Wisata sungai dengan Pasar Apung di Kalimas itu merupakan bagian dari metode pembelajaran 'active learning' di Universitas Ciputra, terutama diaplikasikan pada pengelolaan event oleh mahasiswa sendiri melalui Surabaya Festival 2015," ucap Rektor UC Surabaya Ir Tony Antonio M.Eng.
Selain gagasan untuk Kota Pahlawan tercinta, Surabaya Festival 2015 sendiri merupakan proyek bersama bagi 1.000 mahasiswa semester 1 angkatan 2015.
"Harapan kami, aktivitas aplikatif seperti ini, menambah pengalaman yang menarik buat mahasiwa di bandingkan dengan sekadar belajar di kelas," tuturnya, didampingi Humas UC, Erlita Tantri.
Adapun rangkaian acara "Surabaya Festival 2015" yang dimulai Jumat (20/11) itu dibuka dengan Parade Budaya yang dihadiri oleh 10 Cak dan Ning Suroboyo 2015, lalu Parade Kampung Lawas Surabaya, dan Parade Sekolah Pelayaran Angkatan Laut.
Selain itu juga ada "Bazaar of Foods and Goods" yang terdiri dari 15 floating market dan 23 booth (snack modern, food trucks dan goods), yang dirangkai dengan pertunjukan "Accoustic Music Contest".
Pada hari kedua (21/11) ada Pasar Apung di Kalimas dan November Run "Glowing in the Dark" atau lari malam hari yang diikuti oleh semua kalangan dan usia dengan jarak tempuh 5 kilometer. Setiap peserta diberi bubuk fosfor yang digunakan di bagian tubuh, sehingga kemilaunya menerangi gelap malam.
Pada hari terakhir (22/11) digelar pagelaran Tari Remo Massal yang diikuti sekitar 2.225 pelajar dari sekolah tingkat SD, SMP, dan SMA se-Surabaya. Mereka menyajikan tarian khas Surabaya itu di sepanjang Jalan Pemuda, Surabaya.
"Tujuan kegiatan ini untuk menanamkan kecintaan terhadap budaya lokal Indonesia yang idealnya dimulai sejak usia anak-anak, sehingga budaya itu akan melekat," timpal Kepala Program Studi International Hospitality and Tourism Business UC, Agoes Tinus Lis Indrianto.
Ia mengatakan jika budaya lokal itu dapat menimbulkan rasa cinta dan sudah melekat dengan sendirinya, maka akan terjaga kelestariannya. "Penari-penari yang berasal dari siswa SD, SMP, SMA, maupun paguyuban tari itu dilatih oleh padepokan remo dari Kampung Ilmu," tukasnya.
Namun, kostum yang dikenakan oleh para penari ini tidak mengikuti pakem yang ada. Kendati demikian, dalam tari remo tersebut tidak meninggalkan tiga unsur utama dalam kostum remo, yaitu udeng (dipakai di kepala), sampur (selendang tari), dan gongseng (gelang kaki).
"Sentuhan modern pada kostum memberikan warna baru pada tarian ini serta kostum ini khusus didesain ulang oleh tim Surabaya Festival 2015 untuk dikenakan Tari Remo Monalipata," paparnya.
Dalam tarian remo bareng bertema "Dance and Donate" yang dirangkai dengan "Charity Music Concert The Sigit" dan "Heavy Monster" itu, salah seorang peserta tari remo, Nabila Safa, mengaku senang bisa mengikuti tari remo secara serentak, meskipun terhalang oleh sinar matahari yang begitu terik dan gerakan tari yang dinilai susah.
"Latihannya sekitar satu bulan, namun kurang bisa menghafal gerakan karena gerakannya sangat sulit, apalagi kaki dan tangan yang harus luwes," terang siswa kelas V SD Pujang Jajar, Surabaya itu.
Kendati ada kendala, agaknya antusiasme peserta rangkaian "Surabaya Festival 2015" terlihat dengan adanya peserta tari massal yang melebihi target yaitu 2.000 peserta, namun peserta yang hadir tercatat sekitar 2.225 peserta. "Catatan peserta itu akan dikirim ke Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk rekor tari remo massal," tutur Humas UC, Erlita Tantri. (*).
Serunya Pasar Apung di Kalimas
Kamis, 26 November 2015 15:25 WIB
Konsep Pasar Apung dengan menggabungkan cara belanja modern memang sudah ada di tempat lain, tapi di Surabaya, ini adalah suatu hal yang baru yang bisa kita jual sebagai destinasi wisata